Kamis, 22 Desember 2011

DINAMIKA LUSI SEPTEMBER 2011: LUSI KEAJAIBAN DUNIA



DINAMIKA LUSI SEPTEMBER 2011

 

Benang Merah

Pelaksanaan penanggulangan Lumpur Sidoarjo (selanjutnya Lusi), pada status September 2011 berada pada awal peralihan dari musim panas ke musim penghujan dan ditandai dengan beberapa kejadian khusus, bila dibandingkan dengan periode yang sama baik pada tahun 2010, maupun pada tahun-tahun sebelumnya.
Selama kurun waktu ini juga mencakup implementasi dari misi khusus tahunan, yaitu menghadapi libur nasional Idul Fitri 2011. Sebegitu jauh kontribusi BPLS dinilai cukup sukses, baik dilihat dari indikator tidak terjadinya kejadian-kejadian langsung terkait semburan Lusi (semburan, luapan, geohazard dan gejolak sosial masyarakat), maupun dalam menciptakan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat luas yang berada di sekitar wilayah kerja BPLS.
Di bidang lingkungan hidup, program Wanamina telah memasuki tahapan persiapan penanaman benih ikan budidaya. Sementara, itu kerjasama dengan Unbra di bidang pengkajian lingkungan daerah aliran Kali Porong sampai pesisir, sedang dipersiapkan implementasinya.
Dalam rangka upaya peningkatan kinerja BPLS telah dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses masukan (input process) dari keseluruhan sistem penanggulangan Lusi. Salah satu bagian penting adalah terdapat keterbatasan ketersediaan SDM untuk mendukung Bidang Operasi, sehingga diperlukan upaya khusus dan langkah terobosan.
Dinamika umum Gunung Lusi pada puncak musim panas
Pada kondisi cuaca panas ini, untuk pertama kalinya direkam hal-hal baru, yang secara keseluruhan tidak terjadi di masa lalu, antara lain:
1)       Tidak terjadi defisit yang signifikan pada pasokan air injeksi untuk kebutuhan operasi kapal keruk;
2)       Air bercampur koloid lumpur yang dihasilkan dari kawah, secara fluktuatif terus mengalir melalui sistem sungai radial, dengan intensitas yang stabil. Hal ini semakin memperkuat fakta bahwa sumber air dari semburan mud volcano Lusi berasal dari suatu reservoir dengan imbuhan bersifat berlanjut (continuous rechargeable);
3)       Masih berlangsung fenomena aliran ‘banjir bandang’  (density current) dan atau aliran bongkah (debris flow), terutama terjadi di sektor Jatirejo (baratdaya);
4)       Terjadinya ekspansi bagian lereng atas ke lereng bawah dari morfologi gunung, baik berbentuk sebagai akrasi lumpur padu (tumpukan), maupun berupa aliran fluida ke daerah depresi; 
5)       Bagian lereng bawah menerima kiriman air dari lereng atas gunung, melalui sistem rekahan dan patahan (cracks and fault system). Hal yang signifikan adalah pembentukan danau/cekungan diisi air berlanjut dengan kanal memanjang barat laut-tenggara di selatan P70; dan 
6)       Sebagai klimaks, terjadinya deformasi yang sangat dahsyat dalam intensitasnya dan mencakup wilayah yang luas di sebelah timur P68 sampai di P67. Variasi deformasi terjadi baik di batas antara lereng bawah dengan jaringan tanggul penahan lumpur, bagian lereng bawah, bahkan sampai di dalam batas lereng atas. Berdasarkan pengamatan, telah ditetapkan saat ini sebagai zona deformasi yang paling intensif (highly deformed) di gunung Lusi.
Gambar 1.1 Deformasi yang intensif di bagian Utara Semburan

1.1.   Kontribusi BPLS pada operasi ‘Ketupat 2011’
Pemanfaatan jalan arteri yang sedang dibangun, sebagai momentum percepatan penuntasan pembangunan relokasi jalan arteri Porong.
Secara berlanjut BPLS telah memberikan kontribusi terhadap upaya pemerintah guna menyukseskan Liburan Panjang Idul Fitri 2011.
Beberapa hal yang mendukung keberhasilan tersebut adalah:
1)    Cuaca pada musim panas yang berlangsung relatif tanpa interupsi. Sehingga dapat dioptimalkan upaya mempertahankan agar PAT tidak meluas. Disamping itu tingkat ancaman geohazard berada pada titik rendah (indikator dari intensitas bubble dan subsidence);
2)    Kesiapan personil BPLS dalam melaksanakan tugas di hari libur, baik konsinyasi di kantor pusat atau di lapangan;
3)    Dioperasikannya secara darurat jalan relokasi arteri, antara lain dengan pemasangan jembatan baja oleh pihak Pemprov Jatim. Sebelumnya, masih berkembang kontroversi terkait aspek keamanan dan kenyamanan bagi pengguna sarana tersebut; dan
4)    Dioperasikannya jalan-jalan alternatif lainnya di sekitar dan di luar PAT, yang sebelumnya telah dibangun atau direvitalisasi oleh BPLS, sehingga dapat mengkontribusikan peran penting sebagai jalan alternatif, sekaligus mengurangi kemacetan yang menjadi perhatian Pemerintah.

1.2.   Peningkatan Proses Masukan dari Sistem Penanggulangan Lusi
Sistem Penanggulangan Lumpur Sidoarjo pada hakekatnya merupakan kesatuan sistem, dari unsur-unsur: (1) Proses masukan (SDM, Iptek, Data Informasi, Kelembagaan/Organisasi, Payung Hukum), ditunjang oleh aspek lingkungan, keamanan serta kenyamanan operasi di dalam dan di luar PAT yang menjadi bagian dari wilayah kerja BPLS; (2) Sebagai aset dasar adalah Wilayah Kerja BPLS yang bersifat dinamis, selama lebih 4 tahun semakin luas. Di dalamnya mencakup geografi, demografi, administrasi, geologi dan sumber daya alam (SDA); (3) Sebagai proses perubahan (change process) terdiri dari upaya pengelolaan semburan dan luapan, penanganan dampak sosial kemasyarakatan serta infrastruktur; dan (4) Postur dan kinerja proses masukan, akan mempengaruhi luaran (output) serta nilai tambah (outcome). Dicapai berdasarkan pada serangkaian strategi, kebijakan, upaya dan langkah yang telah ditetapkan sebelumnya.
Evaluasi yang dilakukan BPLS terhadap keseluruhan proses masukan, maka aspek Sumber Daya Manusia (SDM) terutama pada Bidang Operasi, serta ketidakpastian dari aspek Payung Hukum yang lebih aktual dengan kondisi di lapangan, merupakan hal yang dinilai mempunyai kendala cukup berarti. Bila ke depan kinerja BPLS akan ditingkatkan, sehingga dipandang perlu ke dua aspek proses masukan dari sistem Penanggulangan Lusi dapat segera mendapatkan pemecahannya.
Dinamika Tim Terpadu  (Timdu)
Dewan Pengarah BPLS telah membentuk Tim Terpadu ’Kajian Wilayah Bahaya’ (selanjutnya disebut Timdu), melalui payung hukum keputusan Ketua DP BPLS. Timdu mempunyai tugas khusus dengan fokus untuk menentukan wilayah di luar PAT lainnya (Perpres 48/2008 dan Perpres 40/2009) untuk mendapatkan penanganan sosial kemasyarakatan sebagai dampak berganda dari semburan dan luapan Lusi (geohazard).
Sesuai SK Ketua DP BPLS, sebagai Ketua Timdu adalah Kepala Badan Geologi, KESDM, dan Sekretaris Bapel BPLS telah ditunjuk selaku Sekretaris Timdu. Untuk mengantisipasi tugas Timdu yang hasilnya akan digunakan sebagai alat bantu proses pengambilan kebijakan dan keputusan terkait, maka selama bulan Agustus telah dilakukan serangkaian pertemuan.
Pada rapat koordinasi Timdu yang dilaksanakan di BPLS secara umum telah dapat dikerucutkan alur pikir, antara lain:
1)    Tugas utama adalah menentukan secara obyektif kawasan bahaya geohazard tanpa mengesampingkan pendekatan holistik, untuk selanjutnya disampaikan ke DP BPLS;
2)    Penentuan cakupan wilayah yang akan dieksplorasi (covered area) tidak dibatasi oleh posisi 45 RT. Namun, dengan memperhatikan perpaduan aspek geologi (pola gunung lumpur dan deformasi sebagai dampak pembentukan kaldera), geografi (ciri bentang alam) dan administrasi (batas-wilayah);
3)    Batas waktu (Cut off) dari pengambilan data dan informasi, ditentukan pada akhir bulan Agustus 2011;
4)    Berdasarkan diagram alur pikir yang disajikan Ketua Timdu, telah semakin dikembangkan tiga indikator utama sebagai dasar pengkajian, yaitu (a) geohazard; (b) lingkungan, dan (c) sosial kemasyarakatan. Bahkan telah mulai diterima masukan alternatif pembobotan dari ketiga indikator tersebut;
5)    Aspek proses alami geohazard yang telah disepakati secara umum merupakan indikator/faktor yang dominan dengan menggunakan hasil kajian dari dua institusi utama yang mempunyai kompetensi utama di bidang geohazard, yaitu Badan Geologi, KESDM dan Bapel BPLS.
Sebagai bagian proses pengembangan kelembagaan/organisasi Timdu yang cukup bermakna adalah: (1) Telah mencermati pemaparan dari Tim Kajian bentukan Pemprov yang berbasiskan pola pikir menyelamatkan masyarakat dalam menentukan bahwa wilayah 45 RT yang merupakan bagian dari keseluruhan daerah yang disurvei, yang telah dinyatakan sebagai tidak layak huni; (2) Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), terlibat secara aktif dalam proses implementasi Timdu dalam konteks pendampingan, yang tidak hanya pada audit akhir (post audit); dan (3) Memberdayakan lembaga/institusi terkait dari Pemerintah Pusat dan Daerah (Propinsi Jatim dan Kabupaten Sidoarjo), sebagaimana tata kelola yang diatur pada SK pembentukan Timdu.
Mempertimbangkan kondisi lingkungan strategi nasional, regional dan lokal, Timdu secara langsung atau tidak langsung merasa ’tersandera’ dengan telah ditentukannya 45 RT sebagai status ’tidak layak huni. Disamping itu, warga terkait terus mengadakan pengkondisian dalam posisi ’menekan’ antara lain dengan tingkat ’spektakuler’ adalah melalui Demo sampai pada kondisi yang ekstrim memblokade jalan nasional dan wilayah kerja BPLS.
Namun, untuk merespon kondisi tersebut, telah ditetapkan bahwa Timdu dengan payung hukum yang ada serta berbasis profesionalisme, akan melaksanakan pekerjaan yang penuh tantangan tersebut dengan sebaik-baiknya, akuntabel, kredibel. Dimana kajian secara komprehensif, integral dan holistik akan  disampaikan kepada DP BPLS untuk tahap pengambilan kebijakan dan keputusan akhir, yaitu melalui Peraturan Presiden yang khusus (referensi Rancangan Perpres 2011).

1.3.   Peningkatan Eksplorasi ke Gunung Lusi dan kemajuan signifikan
Pada musim panas yang berlanjut tanpa interupsi, eksplorasi ke gunung Lusi dapat dilakukan secara optimal. Sehingga telah berhasil mengungkapkan berbagai fakta lapangan terkait dengan aspek semburan, luapan dan deformasi di dalam PAT. Data dan informasi serta knowledge yang dihasilkan, merupakan suatu alat bantu yang bernilai (valuable tool) untuk: (1) Mengungkapkan beberapa misteri alam dari sistem mud volcano Lusi yang paling unik di dunia dan menimbulkan kontroversi; (2), Mengkonfirmasikan beberapa indikator secara obyektif seperti kondisi di sekitar kawah (kick, asap, material, dll.), mekanisme sungai, dan mode deformasi pada zona tumbukan dari atas ke bawah; dan (3) Pertimbangan terhadap potensi ancaman, serta perkiraan keadaan ke depan dari fenomena semburan, luapan dan deformasi, khususnya di  dalam PAT.
Eksplorasi ke gunung Lusi yang telah diawali 15 Agustus 2010 dengan menancapkan bendera di sektor P43, sampai pada September 2011 eksplorasi telah berhasil mencapai titik terdekat mengelilingi bagian lereng atas, yaitu bagian yang masih dapat diinjak. Hanya bagian terkecil di sektor kawah baratdaya (Jatirejo) yang masih berstatus sebagai daerah belum diketahui (frontier region).
PPT1E
Gambar 1.2 Eksplorasi ke Gunung Lusi
Hal signifikan dalam pengembangan SDM, adalah peningkatan pengalaman, kemahiran, percaya diri bagi para personil di lapangan untuk dapat melakukan penjelajahan gunung Lusi dengan aman, cermat dan efisien.
Hasil khusus antara lain Tim Pendaki Gunung BPLS (dengan focal point, Divisi Gas BPLS) di dukung keamanan internal dan sukarelawan, telah berhasil memberikan kontribusi penting dalam penemuan kembali excavator yang hilang sejak April 2011, sehubungan jebolnya tanggul P68. Disamping itu telah berhasil menemukan fenomena-fenomena khusus antara lain keberadaan gryphon, dan danau luas yang tidak terlihat dari tanggul, mengkonfirmasikan jalur aliran lumpur yang konvensional (seperti jalan tol) di sektor baratdaya dan tenggara, dan lain-lain.
Slide18 Slide31
Slide29 Slide20
Gambar 1.3 Penemuan Gryphon di selatan Pabrik “Osaka”

1.4.   Dinamika Postur dan Perilaku Mud Volcano Lusi
Potret mud volcano Lusi saat ini
Kondisi semburan mud volcano Lusi status September 2011 masih konsisten, merupakan transisi dari awalnya suatu semburan yang didominasi oleh lumpur panas dengan kecepatan semburan yang tinggi, dan intensitas yang dahsyat dan bersifat merusak. Kondisi ini telah berubah menjadi suatu semburan menuju pada tahap dormant (dormant trending), dicirikan oleh semburan dengan uap putih (steam vavour), dibarengi tendangan kick lumpur yang bersifat temporal. Material yang dikeluarkan terutama air yang bervariasi temperaturnya (panas, hangat dan dingin).
Eksplorasi ke gunung lusi, telah mengkonfirmasikan bahwa hembusan gas H2S atau metan, secara umum tidak berbau atau berbau lemah. Hal ini sangat kontras bila dibandingkan dengan kondisi beberapa tahun yang lalu. Saat itu semburan Lusi dengan karakteristik yang dahsyat dan merusak.
Material yang dimuntahkan oleh mud volcano Lusi yang telah berlangsung sejak tahun 2010 yang lalu terutama oleh material air, yang dialirkan melalui sistem sungai yang relatif radial dari morfologi suatu gunung. Disamping itu masih diselingi oleh terjadinya aliran lahar dingin atau aliran bongkah, terutama merupakan material rombakan atau pindahan (rework) dari yang sebelumnya menempati bagian lereng atas atau bagian atas dari lereng bawah. Dengan cepat endapan lumpur rombakan tersebut akan mengendap di daerah cekungan melalui saluran konvensional yang telah terbangun.
Pada kondisi tersebut maka paradigma pengaliran lumpur panas ke Kali Porong, telah diaktualisasi menjadi: (1)  Pengaliran lumpur padu ke kali porong melalui tahap pengerukan, percampuran dengan air injeksi, dan pemompaan campuran material lumpur dengan air injeksi selanjutnya masuk ke outlet di Kali Porong. Untuk selanjutnya secara alami dipindahkan dengan fraksi koloidal ke dalam sistem Laut (Selat Madura); (2) Pemindahan (replacement) dan pengangkutan (transport) bagian lumpur padu dari lereng bawah gunung Lusi, menggunakan alat berat.

Dinamika Umum
Peningkatan eksplorasi ke lokasi terdekat dari kawah Lusi, dipadukan dengan evaluasi citra satelit dan helikopter, dan data tersedia lainnya, telah memungkinkan dinamika pada postur dan perilaku semburan Lusi dapat dipahami secara lebih komprehensif dan terpadu. Postur Lusi masih berlanjut  dengan mengalami dinamika dalam kurun waktu hari-minggu-bulan, baik secara morfologi, maupun keseluruhan.
Secara umum pada musim panas ini, permukaan lumpur yang semakin kering telah menimbulkan efek pada pembentukan retakan dan patahan (normal, naik, geser), yang sedikit banyak sebagai pemicu pergerakan dari masa lumpur padu di permukaan (referensi P68). Struktur geologi yang teramati di permukaan, dapat terbentuk sebagai reaktifasi dari struktur yang telah ada sebelumnya, yaitu: (a) Patahan radial (radial faults), terkait fenomena awal pembentukan kaldera (caldera formation); (b) Arah aliran dari lumpur dari kawah ke daerah depresi secara radial, yang umumnya sejajar dengan arah sungai, atau merupakan struktur patahan (normal, naik dan geser) baru dengan berbagai mekanisme pembentukannya. Beberapa diantaranya telah berperan dalam proses pengaliran fluida, dalam hal ini umumnya keberadaan sungai awalnya dipicu oleh pembentukan patahan.
Sumbu panjang Kawah Lusi arah barat daya – timur laut juga telah teramati mengalami perubahan dari kondisi terakhir Juni 2011 (barat laut-tenggara), dimana bagian lereng atas di beberapa lokasi telah berekspansi ke arah lereng bawahnya. Hal ini baik dikendalikan oleh struktur geologi maupun secara alami oleh proses pergerakan masa dalam kondisi basah dan lunak (downward sliding). Hal ini sebagaimana yang dapat diidentifikasikan pada citra satelit CRISP terbaru diambil 7 Agustus 2011.
Perkembangan baru di bagian bawah dari zona lereng atas dan lereng bawah, pada beberapa tempat telah terbentuk sebagai daerah depresi sebagai palung sempit atau cekungan. Fakta lapangan menunjukkan pada daerah depresi umumnya berasosiasi dengan berkembangnya ’gryphons’. Analisis hasil eksplorasi ke gunung Lusi memperlihatkan bahwa pembentuk daerah depresi baru yang telah diisi air terbentuk di lereng atas secara melingkar Hal ini sebagai dampak dari terbentuknya morfostruktur kubah yang landai (gently dome). Sedangkan di bagian depan tanggul daerah depresi (contoh di Siring-Jatirejo) terkait pembentukan punggungan antiklin yang membatasi cekungan sinklin (syncline basin), sangat umum merupakan struktur pada mode kompresif pada zona tumbukan. Di sektor Siring, saat ini struktur cekungan antiklin telah diisi oleh air, menyebabkan pada musim kering kondisi lumpur di permukaan basah.
PPT22
Gambar 1.4 Posture dan pembagian Morfo-Struktur Gunung Lusi berdasarkan Google Earth 7 Agustus 2011


Dinamika Khusus Gunung Lusi (Agustus-September 2011)
Selama kurun waktu Agustus-September, secara keseluruhan dinamika umum postur dan perilaku gunung Lusi yang berlangsung signifikan adalah:
·        Proses reorganisasi morfologi gunung lumpur secara vertikal terjadi pada zona tumbukan TAS-Osaka (utara) dan Putul Siring, sebagai manifestasi berlanjutnya persentuhan bagian lereng bawah dengan jaringan tanggul penahan lumpur. Demikian pula ekspansi lereng atas ke arah lereng bawah sebagaimana yang diamati, secara langsung di zona batas (upper-lower slope boundary zone) dan didukung oleh hasil evaluasi citra satelit terbaru;
PPT3B
Slide47 PPT27
Gambar 1.5 Zona Tumbukan Siring-Barat
·        Selama periode ini telah berlangsung interval ’banjir bandang’ lumpur dingin sampai hangat, terutama yang mengalir melalui saluran-saluran konvensional yang telah terbentuk. Hal yang signifikan adalah di baratdaya (Jatirejo), selatan (Pond Utama), sebagai implikasi pada dimensi vertikal, debris flow yang terjadi relatif cepat, telah menggenangi bagian sisi barat Pond Jatirejo. Sedangkan secara lateral, air dan lumpur halus telah berekspansi ke selatan, diendapkan di utara Pond Utama, dengan warna yang khas, abu-abu di atas lumpur sangat padu dari Pond Utama berwarna coklat terang;
·        Terjadinya longsoran, pergerakan bagian lereng bawah di sektor timur P68, dimana saat ini ditentukan daerah yang mengalami deformasi permukaan yang paling dahsyat baik di batas lereng atas-bawah, lereng bawah dan titik kritis pada persentuhan dengan tanggul P68-67;
·        Terjadinya deformasi membentuk patahan geser (utara-selatan) dan patahan normal dengan arah tegak lurus dari arah sesar geser tersebut, di timur P70. Dimana pada perkembangan terakhir telah berperan sebagai muara kali baru yang  mengalir ke Cekungan di P69;
  PPT2A
Gambar 1.6 Pembentukan Sungai dan danau baru di barat laut Gunung Lusi, Sektor P70
·        Terjadinya deformasi berupa patahan geser dan patahan normal (pulled apart), di utara Lusi Dome (P25), dimana pergerakan relatif ke selatan ke arah Pond utama dapat diamati sekitar 6 m (terukur dari pergeseran kedudukan bendera).
  Slide22 PPT2C
Gambar 1.7 Penafsiran Deformasi di Utara Lusi Dome (P25)

Catatan Penting Penemuan excavator yang hilang, pasca tanggul P 68 Jebol, April 2011: Implikasi pada kewaspadaan menghadapi musim hujan
Pada 5 September 2011, Tim Pendaki Gunung Lusi (TPGL), telah berhasil mengkonfirmasikan terhadap penemuan kembali excavator (di lapangan disebut dengan kode Jangkrik). Secara misterius telah hilang, bersamaan dengan jebolnya tanggul P68, pada 26 April 2011 (berada pada musim penghujan).
Selama ini berdasarkan posisi dari Jangkrik sebelum hilang, yang menempati posisi tanggul di titik P68, maka dugaan kuat bahwa ia telah hanyut ke arah utara (Dataran TAS), selanjutnya terkubur bersama dengan pembentukan suatu bentang alam yaitu punggungan akrasi sesar naik (up thrust accretionary ridge). Sehingga pencarian telah dilakukan terutama fokus pada daerah di utara tanggul P68.
Penemuan Jangkrik di sebelah barat, yang terkubur di bawah material ‘debris flow’ yang mengalir dari sisi barat  Punggungan Akrasi P68 tersebut, telah memberikan suatu proses belajar terhadap fakta bahwa demikian dahsyatnya dampak dari zona tumbukan (collision zone) antara bagian atas dari lereng bawah gunung Lusi, terhadap ketahanan tanggul penahan luapan lumpur. Demikian pula betapa spektakularnya kekuatan arus pekat dalam membawa Jangkrik dengan bobot belasan ton, sehingga mampu memindahkannya sekitar 250m jauhnya dari lokasi awalnya.
PPT39
Gambar 1.8 Penemuan Excavator yang telah hilang
Skenario menyeluruh dari temuan jangkrik, diintegrasikan dengan ‘knowledge, jebolnya tanggul penahan luapan lumpur yang dapat diaktualisasikan adalah: (1) Lereng bawah gunung Lusi telah bersentuhan/menekan secara frontal (arah tegak lurus) ke arah utara; (2) Daya dukung (carrying capacity) tanggul P68 mulai kritis, diamati dengan pembentukan prisma akrasi atau ‘heavy’ di belakang P68; (3) Air dari kawah dan air hujan telah meningkatkan fungsi sebagai ‘pelicin’ pada bagian atas lereng bawah yang telah mempunyai sudut kemiringan (sebagai bidang longsor); (4) Pasangan patahan geser (strike slip fault) P68 dengan berbagai mekanisme pemicu, telah terbentuk di bagian lereng atas, dan terus berpropagasi ke utara (bawah), dibarengi dengan pembentukan struktur patahan dan rekahan ‘pulled apart’ berarah (barat-timur) tegak lurus dari arah patahan geser tersebut, sehingga mengurangi ketahanan material di lereng; (5) Gerakan blok P68 ke utara mendesak ketahanan tanggul sampai batas maksimum, akhirnya memicu terjadinya pengangkatan sesar naik (uplifted thrust) pada bagian yang sebelumnya dibatasi oleh ‘heavy’. Membentuk suatu Punggungan Prisma Akrasi P 68 yang dahsyat (tinggi, luas). Bagian paling tebal dari morfo-struktur prisma akrasi, sangat umum ditentukan sebagai tempat dari tekanan kompresif yang maksimum; (6) Akhirnya Struktur Tanggul P68 Jebol sepanjang ~300m, pada ujung tanggul tersisa masih terdapat rekahan dan patahan yang berarah utara-selatan. Sebagai dampak langsung Jangkrik terguling ke arah utara; (7) Terjadi pengurasan air berbarengan dengan terjadinya ‘debris flow’ yang membawa material rombakan di blok P68, termasuk  di dalamnya Jangkrik. Mengalir mencari daerah depresi, terutama melalui pintu keluar di Jebolan Tanggul P 68 dibagian barat; dan (8) Saat mencapai sisi barat Prisma Akrasi, kekuatan arus pekat dan arus bongkah telah mencapai titik kritis untuk dapat mengangkut alat berat lebih jauh lagi. Sehingga Jangkrik terhenti di titik tersebut, terkubur oleh kelanjutan aliran arus pekat (lumpur, fluida, dan bongkah).
Proses pelajaran berharga dari Jebolnya tanggul 68 dan temuan Jangkrik (excavator), untuk meningkatkan pemahaman dan selanjutnya kewaspadaan menghadapi fenomena khusus gerakan dan tumbukan bagian lereng bawah gunung Lusi adalah:
·        Fenomena alami (natural phenomena) pergerakan dan tumbukan bagian atas dari lereng bawah gunung dengan jaringan tanggul buatan manusia (man made dikes), telah berperan dalam memicu jebolnya tanggul P68, dengan implikasi yang luas;
·        Secara konseptual material lereng bawah terutama disusun oleh lumpur padu (kering di atas, lembek di bawah) sangat berbeda karakteristiknya dengan lumpur cair (slurry mud) yang selama ini dipahami (paradigma lama) pada misi pengaliran lumpur ke Laut melalui Kali Porong;
·        Dampak dan penanganan terukur pada fenomena tumbukan di sektor Osaka, merupakan contoh nyata dari paradigma baru ini, yaitu memindahkan atau mengangkut lumpur padu di zona tumbukan;
·        Musim penghujan dapat meningkatkan daya gerak lereng bagian atas lereng bawah, ke arah bawah, sehingga potensi ancaman akan meningkat bila dibandingkan dengan pada musim panas;
·        Aliran arus pekat dan aliran bongkah yang dikendalikan dari lereng atas sampai lereng bawah, mempunyai daya dorong yang demikian kuat (seperti efek tsunami), yang menyebabkan alat berat excavator dengan bobot belasan ton dapat dipindahkan sampai sekitar 250 m jauhnya, lebih besar dari daya dorong yang ditimbulkan oleh banjir bandang yang selama ini telah berlangsung di wilayah operasi kapal keruk di P25 dan P43.

1.5.   Kelanjutan implementasi Wanamina: perwujudan perlindungan lingkungan sungai dan Laut
Slide2
Gambar 1.9 Wanamina Antara Harapan dan Realita

Sampai saat ini masalah dampak lingkungan masih terus mendapatkan perhatian dari berbagai pihak, termasuk konsekuensi pilihan opsi pembuangan lumpur ke laut melalui Kali Porong.
Pengamatan pada awal September 2011 (musim kering dan laut surut) pada sistem pengaliran lumpur dari hulu Kali Porong hingga kawasan pantai di Selat Madura, dapat mengungkapkan fakta-fakta penting yaitu: (1) Tidak terjadi pengendapan lumpur sampai tingkat yang membendung badan sungai (skenario terburuk), baik di daerah outlet dan daerah aliran ke arah hilir; (2) Kondisi badan tanggul penahan sepanjang aliran terjaga; (3) Tidak terlihat adanya kerusakan lingkungan di sepanjang aliran Kali Porong. Hal ini dapat langsung dilihat secara visual, dari keberadaan bakau dan tumbuhan lainnya; (4) Tumbuhnya tanaman bakau secara alami, pada kedua sisi sungai dari hamparan daratan yang timbul. Bahkan pada sisi selatan Pulau Lumpur, burung-burung melangsungkan kehidupannya, dengan mencari makan secara berkelompok besar. Hal ini mengindikasikan telah berlangsungnya proses alami tanpa adanya pencemaran ‘material beracun’, sebagaimana yang dikhawatirkan oleh banyak pihak; (5) Nelayan tetap dapat melangsungkan kegiatannya menangkap ikan di sekitar muara dan Pulau Lusi; (6) Tumbuhan bakau yang ditanam sejak sekitar tahun 2009, di Pulau Lumpur telah tumbuh dan berkembang dengan baik. Dibarengi dengan bakau yang alami, terutama di sisi selatan tanggul penahan gelombang; (7) Pengembangan Sistem Wanamina saat ini bagian ‘Wana’ (pohon bakau) sedang berlangsung dan akan dilanjutkan pada tahap penanaman benih ‘Mina’ (budidaya ikan), merupakan salah satu kesatuan sistem keberadaan Pulau Lumpur sebagai perlindungan dan pengelolaan kawasan pesisir dan pulau kecil (coastal zone and small island protection and management), yang sekaligus berperan sebagai pemberdayaan masyarakat pesisir setempat untuk meningkatkan penghidupannya; dan (8) Pembangunan jalan Porong-Tlocor, serta dilengkapi sarana pelabuhan nelayan tradisional, merupakan kesatuan sistem dengan Pulau Lumpur, dalam pengembangan wilayah muka air sungai dan laut (water front area).
Sebagai pendukung pada tataran kebijakan adalah: (1) Mendapatkan arah kebijakan dari Bapak Presiden RI tentang normalisasi Porong dan Pemanfaatan ke depan Pulau Lumpur menuju aspek keekonomiannya; (2) BPLS telah melaksanakan kajian aspek Strategic Assessment Environment (SEA); dan (3) Aspek teknis dinamika wilayah sungai dan pesisir telah bersinergi dengan Kementrian Kelautan Perikanan (KKP), Pusat Pengembangan Geologi Kelautan, KESDM, dan saat ini sedang dalam persiapan  kajian aspek lingkungan dan dampak ekonomi sosial, bersinergi dengan Universitas Brawijaya.
Slide3
Gambar 1.10 Mempertahankan Keanekaragaman Hayati (Biodiversity): (1) terdapat konstruiksi bekas pabrik di depan pojok tanggul P71; (2) di selatan Osaka terdapat Pond Ketapang dan Pond TAS barat sebagai cadangan bila terjadi hal yang tidak diinginkan.
1.6.   Hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian
Potensi Ancaman gerakan lereng di Zona Siring dan Alternatif Solusi
Dampak dari pergerakan bagian lereng bawah gunung yang berlanjut pada zona Siring telah memberikan implikasi terhadap tingginya muka lumpur relatif terhadap muka tanggul penahan lumpur. Bahkan bila diukur pada bagian agak ke arah lereng, proyeksi dari ketinggian telah lebih besar dari permukaan tanggul penahan lumpur.
Aspek kestrategisan sektor barat  yang menjadi pertimbangan, adalah:
1)      Merupakan lokasi terdekat dengan kawah bagian barat, sehingga menerima respon yang lebih besar terhadap dinamika di kawah dan lereng atas-bawah;
2)      Lokasinya berhadapan langsung dengan infrastruktur jaringan rel kereta api dan jalan arteri. Tidak terdapat buffer zone, untuk pengaman dan penanganan. Sebagai perbandingan zone Osaka dan TAS mempunyai buffer zone di utaranya;
3)      Karena berhadapan dengan material lumpur padu (dense mud) dan bukan lumpur encer, bila sewaktu-waktu terjadi fase gerakan lereng yang signifikan (model di P 68), maka operasi kapal keruk yang ada di selatannya, kurang dapat dioptimalkan untuk dalam waktu yang cepat dapat menangani potensi bahaya yang mungkin ditimbulkan. Pada skenario kasus terburuk adalah tanggul mengalami longsoran atau runtuh (pelajaran P68).
4)      Dampak negatif yang dahsyat dari fenomena gerakan lereng bawah di zona tumbukan yang meluas dari P67-P71 di utara dan zona tumbukan Siring-Putul di barat PAT, tidak dapat ditangani dengan pendekatan ‘penanganan lumpur panas’ berbentuk slurry mud. Titik kritis adalah bagaimana mengurangi tekanan horisontal oleh masa lumpur padu yang bergerak;
Salah satu opsi yang ada adalah dengan memindahkan secara berkelanjutan dan terkendali, ke tempat penampungan yang lebih luas. Dalam kaitan ini opsi tersebut yang sangat kritis tidak banyak tersedia, hanya terdapat pada kelanjutan pembangunan Tanggul utara (Ketapang-Kedungbendo), yang masih tertahan oleh belum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar