Minggu, 25 Desember 2011

PENINGKATAN INTENSITAS DEFORMASI DI PUSAT SEMBURAN DAN DAERAH SEKITARNYA: IMPLIKASINYA TERHADAP STRATEGI PENGENDALIAN SEMBURAN DAN LUAPAN LUSI KE DEPAN


PENINGKATAN INTENSITAS DEFORMASI DI PUSAT SEMBURAN DAN DAERAH SEKITARNYA:
IMPLIKASINYA TERHADAP STRATEGI PENGENDALIAN SEMBURAN
DAN LUAPAN LUSI KE DEPAN

BAGIAN RINGKASAN EKSEKUTIF DAN POLA PIKIR, DARI DOKUMEN DRAFT AWAL:

 

Dikontribusikan Oleh: Hardi Prasetyo

Sebagai bagian Monitoring, Evaluation dan Analisis (Monevan) Pimpinan Bapel BPLS, terhadap Isu Kritis dan atau Kejadian Khusus Yang Perlu mendapatkan prioritas Perhatian dan Respon Cepat
10 Juni 2008

Ringkasan Eksekutif dan Pola Pikir

POKOK-POKOK BAHASAN:

·        Lusi pada umur yang kedua menunjukkan indikasi peningkatan dinamikanya

·        Indikasi dahsyatnya pengendali mekanisme semburan Lusi, dan pandangan akan berlangsung beberapa tahun ke depan

·        Perkembangan terkini penurunan (subsidence) dan yang mengemuka runtuh seketika (suddence collapse) pusat semburan

·        Fenomena Runtuhan Seketika di Pusat Semburan telah mengubah anatomi dan pengendali mekanisme

·        Perubahan paradigma antara pengendali mekhanisme semburan lusi dari dalam permukaan bumi, dan upaya manusia untuk mengendalikan guna memperkecil dampak

·        Tantangan mendasar (Basic Challenge) yang dihadapi sehubungan dengan terjadinya perubahan paradigma Lusi dan konglomerasi masalah sosial kemasyarakatan

·        Perkiraan keadaan akumulasi masalah sosial kemasyarakatan pasca ulang tahun Lusi ke dua

·        Kondisi Yang Diharapkan

·        Sasaran yang diharapkan

o   Sasaran utama (main target)
o   Sasaran antara (ultimate target)

·        Fakta lapangan bersifat time series dari monevan sebagai basis data dan informasi

·        Maksud dan Tujuan Dokumen

·        Aktualisasi Sumber Data dan Informasi ilmiah terkini

·        Kronologis Kejadian (Major-Minnor)

o   18 Maret (Interval-1 sudden Collapse Pusat Semburan 3m semalam):

o   10 April 2008 (Tanggul 43 Subsidence, Jebol):
o   17 April 2008 (Amblas Tanggul Lingkar Luar 6-61 di Renokenongo):
o   Mei 2008 (runtuh seketika tanggul P6-61):
o   3 Juni 2008 (Jebol Tanggul 45)
o   4 Juni 2008 (Interval-2 Suddence Collapse Pusat Semburan 4-7m semalam)
o   8 Juni 2008 (Jebolnya Tanggul 44.1 dan subsidence T. 43)



 

Ringkasan Eksekutif dan Pola Pikir

Lusi pada umur yang kedua menunjukkan indikasi peningkatan dinamikanya

·        Semburan lumpur panas (hot mud flow) di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo berawal sejak 29 Mei 2006,
·        Setelah genap berumur dua tahun baik dari indikator anatomi maupun dari perilakunya (anatomy and behaviour), semakin menunjukkan suatu dinamika yang sangat progresif (progressively dynamic).

Indikasi dahsyatnya pengendali mekanisme semburan Lusi, dan pandangan akan berlangsung beberapa tahun ke depan

·        Volume  lumpur bercampur air dan gas yang disemburkan dari dalam perut bumi (interior of the Earth) masih berkisar rata-rata tengah sampai atas sekitar  80.000-120.00 m3/hari, dan  temperatur dipermukaan sekitar 100oC.
·        Hal tersebut memberikan indikasi atau ilustrasi bagaimana dahsyatnya pengendali mekanisme semburan lumpur (mud eruption driving force) yang telah berperan.
·        Sehingga pakar kebumian internasional (interntional geoscienstists) memperkirakan semburan masih akan berlangsung beberapa tahun ke depan.

Perkembangan terkini penurunan (subsidence) dan yang mengemuka runtuh seketika (suddence collapse) pusat semburan

·        Perkembangan terkini yang mengemuka (new significant development)  dari lumpur Sidoarjo terkait dengan aspek deformasi geologi (geohazard),
·        yaitu penurunan tanah (land subsidence) di pusat semburan dan sekitarnya yang memberikan implikasi luas baik sekarang dan pada masa depan terhadap lingkungan (environmentan) di daerah sekitarnya.
·        Subsidence yang dimaksud intensitasnya semakin meningkat dan cakupan daerahnya semakin meluas.
·        Adapun kasus atau isu kritis yang sangat ekstrim dengan peringkat sangat khusus (very special case) dalam tahap evolusi (evolution stage) semburan atau luapan Lusi adalah sistem pusat semburan (eruption centre system) mulai mengalami suatu interval perulangan (recurrent interval) dari keruntuhan seketika (suddence collapse) kawah,
·        sehingga tenggelam dan menjelma menjadi suatu kaldera dicirikan sebagai suatu daerah depresi (depression region) bebentuk cekungan melingkar (radial basin).
·        Fenomena keruntuhan seketika ini merupakan jenis penurunan tanah atau amblesan (sag-like subsidence), namun dengan intensitas mencapai 3 sampai 7 m dalam satu malam.
·        Bila dibandingkan tingkat penurunan tanah yang rutin/konvensional dalam skala berkisar 4 cm/hari (Abidin dkk., 2008).

Fenomena Runtuhan Seketika di Pusat Semburan telah mengubah anatomi dan pengendali mekanisme

·        Bersamaan terjadinya keruntuhan total pusat semburan telah memberikan implikasi yang seketika (instance implication), yaitu mengubah anatomi dan pengendali mekanisme (anatomy and driving force) di pusat semburan (big hole).
·        Dimana pusat semburan telah tenggelam (sinking), selanjutnya membentuk suatu topografi kaldera (caldera topographic).
·        Dicirikan sebagai sutu daerah depresi (depression region), atau dari sistem pengaliran fluida sebagai suatu cekungan yang luas (big basin).
·        Sementara itu implikasi selanjutnya berdasarkan proses belajar kejadian ’suddence collapse’ yang pertama (Interval-1) adalah peningkatan intensitas bubble di daerah zona lemah (khususnya Pond Siring Timur dan Siring Barart),
·        Menyebabkan tanggul-tanggul baik Utama atau Lingkar Luar mengalami deformasi sampai pada skenario runtuh atau amblas.

Perubahan paradigma antara pengendali mekhanisme semburan lusi dari dalam permukaan bumi, dan upaya manusia untuk mengendalikan guna memperkecil dampak

·        Sebagai implikasi pada tahapan perkembangan saat ini Lusi cenderung semakin memperlihatkan perilaku aslinya (naturally behaviour) yang dikendalikan oleh kekuatan dan kedahsyatan (powered and spectacularly) dari sumber di dalam bumi (interior of the Earth).
·        Di pihak lain manusia terus mengerahkan segala kemampuan fikiran dan tenaganya untuk berupaya mengendalikan semburan dan luapannya disamping implikasi geohazard yang ditimbulkannya guna mengamankan sendi-sendi keamanan masyarakat.
·         Atau sekurang-kurangnya memperkecil dampak yang mungkin ditimbulkannya.
·        Berkenaan dengan adanya sinyal dari perubahan peningkatan pengendali mekanisme dari dalam bumi (interior of the Earth driving force), sejalan dengan tumbuh dan berkembangnya semburan Lusi.
·        Hal tersebut perlu diimbangi dengan reaktualisasi paradigma dan strategi (paradigm and strategy reactualisation)  serta diikuti upaya dan aksi nyata dengan pendekatan komprehensif, integral dan holistik (Integrally, comprehensive and holistic approachs).

Tantangan mendasar (Basic Challenge) yang dihadapi sehubungan dengan terjadinya perubahan paradigma Lusi dan konglomerasi masalah sosial kemasyarakatan

·        Tantangan mendasar yang dihadapi BPLS pada khususnya dan Pemerintah serta masyarakat pada umumnya adalah bagaimana melakukan pencerahan (enlightment) dan reaktualisasi strategi (strategy actualisation) Penanggulangan Semburan dan Penanganan Luapan Lusi, dibarengi dengan upaya dan aksi nyata di lapangan (real action in the field).
·        Hal ini guna merespon terjadinya perubahan paradigma (paradigm shift) terkait semburan Lusi setelah terlangsungnya perulangan interval Keruntuhan Seketika (suddence collapse) Pusat Semburan. Dimana seterusnya diikuti meningkatnya intensitas deformasi. Pada akhirnya telah memberikan implikasi luas terhadap pertahanan dari sistem tanggul pengendali luapan lumpur. Dengan skenario telah berulang kali mengalami serangan fatal yang sulit dihadang.
·        Diimplementasikan dalam rangka mengoptimalkan segala daya dan tenaga dalam melaksanakan misi nasional Penanggulangan Lumpur Sidoarjo.

Perkiraan keadaan akumulasi masalah sosial kemasyarakatan pasca ulang tahun Lusi ke dua

·        Perkiraan keadaan (kirka) aspek umum bahwa dari titik awal yaitu saat Lusi menginjak usianya yang kedua (the second years of aniversary), akan semakin mengemuka sekurang-kurangnya enam permasalahan sosial kemasyarakat. Yang berlangsung secara bersamaan atau simultan.
·        Salah satu dari enam permasalahan tersebut terkait langsung dengan sistem penanganan luapan Lusi (managment Sidoarjo mudflow system) adalah terjadinya sedimentasi yang sangat cepat di Kali Porong,
·        Sebagai konsekuensinya semakin meningkatnya kapasitas sistem pemompaan Lumpur dari pusat semburan.
·        Dibarengi semakin berkurangnya debit aliran sungai pada musim kemarau yang datang lebih cepat dari dugaan semula.
·        Dampak langsung berkembangnya masalah sosial terhadap upaya pengendalian semburan dan luapan lumpur, sekarand dan KE DEPAN yaitu:
o   Penolakan pemasangan infrastruktur penanganan luapan (untuk memasang pipa crossing telah memecahkan rekor nasional Muri, karena telah diamankan oleh lebih dari 500 aparat keamanan)
o   Penolakan pembangunan Infrastruktur Tanggul Lingkar Luar (saat ini yang mengemuka di Renokenongo);
o   Blokade jalan masuk ke Luapan Lumpur, sehingga dapat menghambat upaya respon cepat pada saat emergency
o   Ancaman pada operator untuk melaksanakan tugasnya
o   SEHINGGA DAN KIRKA: Analisis pendekatan holistik yang dihasilkan bila masalah sosial tidak/belum terkendali atau belum bisa teratasi, maka terhadap upaya untuk penerapan teknologi tinggi dan bernilai ekonomi (mahal) untuk melakukan penanggulangan semburan (misalnya relief well-3 yang umumnya dioperatori oleh warga asing dari industri migas) memberikan Kirka berpotensi untuk mendapatkan penolakan bahkan perlawanan yang anarkis.

Kondisi Yang Diharapkan

·        Kondisi yang diharapkan adalah dengan memahami terjadinya perubahan paradigma semburan Lusi yang didasarkan pada kondisi aktual lapangan berbasis Monevan, diperkuat oleh data, informasi dan knowledge berlatarbelakang akademik, diharapkan dapat diaktualisasikan strategi dan langkah nyata sistem Penanggulangan Semburan dan Penanganan Luapan Lusi.
·        Sebagai luaran nyata (actual output) adalah perencanaan dan implementasi di lapangan yang lebih efisien dan efektif dengan menerapkan strategi baru, dimana lebih kuat dan antisipatif menghadapi perilaku baru Lusi dengan interval keruntuhan seketika di daerah pusat semburan.
·        Pada tataran rencana operasional termasuk di dalamnya:
o   antisipasi Pusat Semburan sebagai basin atau Kaldera (daerah depresi);
o   sistem pengaliran lusi beserta teknologi yang efisien;
o   rancangan pertahanan Tanggul 44-43 yang sebelumnya sebagai Jalur-3 menjadi Jalur-1; dan
o    rekondisi Intake dan Basin 41,dll.
·        Sebagai outcome yang diharapkan adalah diaktualisasikannya paradigma baru Penanggulangan Lusi diikuti dengan upaya dan langkah nyata (real action) di lapangan, yang akan meningkatkan kinerja Penanggulangan Lusi, sehingga keamanan masyarakat dan infrastrukturumum lebih terjamin.
·        Pada akhirnya sendi-sendi kehidupan masyarakat dapat dipulihkan dan ditingkatkan menuju skenario KOTA BARU SIDOARJO SEBAGAI KAWASAN PERTUMBUHAN BARU DI JAWA BAGIAN TIMUR.

Sasaran yang diharapkan

Sasaran utama (main target)
(1)         terbangunnya suatu pemahaman (understanding) berbasis fakta lapangan dan didukung pengetauan (knowledge) bahwa telah terjadi suatu perubahan paradigma (paradigm shift) terkait anatomi dan pengendali mekanisme di pusat semburan pasca perulangan interval runtuh seketika (suddence collapse) dan implikasinya;
(2)         memberikan peringatan dini (early warning) bahwa pengendali mekanisme dari sumber dalam bumi mungkin/akan berlanjut pada interval ke tiga, dimana diantaranya dapat meningkatkan intensitas geohazard;
(3)         dapat dirumuskan respon ke depan untuk mengantisipasi the worst scenario bila intensitas deformasi terjadi pada intensitas > dari even ke 2 (3 Juni 2008) sampai meruntuhkan tanggul cincin dan bersamaan dengan itu terjadi pada musim penghujan;
(4)         terjalinnya komunikasi dan kesamaan persepsi dan kondisi nyata antara BP, DP, dan Lapindo serta Pemerintah Daerah bahwa tahap perkembangan semburan Lusi dengan implikasi geohazard penurunan baik dalam skala tinggi (sag-like subsidence) sebesar 4 cm/per hari, maupun yang dahsyat mencapai 4-7m dalam satu malam (suddence collapse), bukanlah merupakan sekedar wacana atau ilusi ilmiah. Namun saat ini ia sudah menjadi suatu realitas yang harus dihadapi secara rasional, sebagai konsekuensi dari evolusi dari lahir dan berkembangnya semburan Lusi yang telah diberi anugerah sebagai gunung lumpur yang tumbuh paling cepat didunia.
Sasaran antara (ultimate target)
·        Dokumen ini sebagai suatu himpunan informasi dan knowledge berbasis fakta kondisi aktual di lapangan terkait pengendali mekanisme semburan lumpur dan dampak geohazard,
·        Merupakan alat bantu yang berperan  sebagai baseline dalam menyiapkan ’term of refference’ (kerangka acuan) maupun dokumen putih (white paper) BPLS terhadap rencana dalam waktu dekat ini oleh Bapel BPLS dilaksanakannya suatu agenda Semina/Diskusi/Workshop tingkat Nasional/Internasional dengan tema utama ’Mencari Alternatif Solusi Penanggulangan Semburan Lumpur Sidoarajo”

Fakta lapangan bersifat time series dari monevan sebagai basis data dan informasi

·        Kondisi aktual dari dua even utama terkait deformasi tipe keruntuhan seketika di Pusat Semburan, even lainnya lebih bersifat minor di dalam dua interval tersebut, telah didokumentasikan secara kronologi. Dihimpun dalam tulisan ’KONDISI EMERGENCY: TANTANGAN DAN OPTIMISME (Prasetyo 2008, in press).
·        Dokumen ini merekam fakta di lapangan (field real fact) terhadap even makro-dan mikro yang dibatasi oleh dua interval makro ’suddence collapse’ sistem Pusat Semburan. Kejadian khusus tersebut diuntai dalam suatu Kilas Balik Kondisi Darurat yang telah terjadi selama mengemban misi nasional Penanggulangan Lumpur Sidoarjo sejak diberlakukannya Peraturan Presiden No. 14/2007 tanggal 8 April 2007, merupakan hari kelahiran BPLS.

Maksud dan Tujuan Dokumen

·        Dokumen ini berbasis pada rekaman kejadian faktual di lapangan yang merupakan suatu seri lengkap (complete series) dari kejadian super khusus dan kejadian khusus terkait geohzard, sebagai implikasi langsung semburan Lusi.
·        Rekaman dokumenter visual (foto dan video) merupakan fakta sejarah (historical fact) dari kegiatan Monitoring, Evaluation&Analysys (Monevan) operasi harian (day-by-day operation) dari pimpinan Bapel BPLS.
·        Sebagai dasar untuk proses reaksi cepat (quick response) terhadap perubahan lingkungan strategis (environmental strategic changes) yang terjadi, diikuti proses analisis kebijakan dan arahan pimpinan Bapel BPLS.
·        Tulisan ini diharapkan sebagai alat bantu yang handal (significance tool) dalam upaya melakukan pencerahan (enlightment).
·        Ditindaklanjuti dengan langkah antisipasi menghadapi suatu paradigma baru dari semburan Lusi yang memperlihatkan sifat-sifat alami yang dimanifestasikan dengan fenomena geohazard yaitu: runtuhan seketika pusat semburan, penurunan-amblesan (sag-like subsidence), patahan, rekahan, semburan bubble dominan air disertai gas.

Aktualisasi Sumber Data dan Informasi ilmiah terkini

·        Publikasi ilmiah yang terkini yang diterbitkan pada forum berskala nasional dan internasional pada kurun waktu tahun 2007-2008 termasuk studi komprehensif dari Badan Geologi, DESDM digunakan sebagai baseline informasi terhadap besaran-besaran terkait intensitas deformasi.

Kesimpulan aspek Teknis Operasional

·        Pasca keruntuhan seketika pusat semburan diikuti jebolan Tanggul 45 telah menyebabkan perubahan dramatis topografi Kawah sebagai daerah topografi tinggian menjadi Kaldera, topografi rendahan membentu geometri cekungan (basin);
·        Kemiringan regional darah sekitarnya berubah seketika menjadi ke arah Kaldera, termasuk Pond PerumTAS bagian selatan, Pond Utama bagian barat (Mulut Kanal Barat);
·        Pengaliran Lusi dari Pusat Semburan yang konvensional yaitu jalur 1 (Kanal Barat-intake) dan Jalur 2 (Cofferdam-Basin 41) akan menghadapi tantangan yang besar;
·        Secara alami tanpa ada perubahan struktur cofferdam, maka Pusat Semburan akan menyatu atau berhubungan dengan Pond Utama di sektor 44 dan 43.1;
·        Sehubungan para pakar kebumian telah berpendapat bahwa rate of subsidence cukup tinggi dan berlanjut, disamping terjadinya sudden collapse yang kedua dengan intensitas yang tinggi. Maka dikhawatirkan proses deformasi tersebut akan berlanjut, dan dari learning process pada  suddence collepse Pusat Semburan yang pertama (18 Maret), telah diikuti dengan peningkatan intensitas bubble di Pond Siring dan di Desa Siring Barat;
·        Pola pikir dan Strategi sistem pengaliran Lusi harus segera diaktualisasikan dengan memperhatikan kondisi aktual yang terjadi, dalam hal ini terjadinya perubahan paradigma pengendali mekanisme semburan dan implikasinya baik jangka pendek dan jangka panjang;
·        Kewaspadaan harus ditingkatkan sehubungan Tanggul Renokenongo T6-61 masih terbuka, keruntuhan tanggul belum mendapatkan penanganan, dan T44 dan T43 akan menjadi titik lemah (weakness point) bahkan titik kritis (critical point) terhadap potensi meluapnya lusi dari Pond Utama ke utara (Pond PerumTAS);
·        Mau tidak mau, suka tidak suka, alternatif yang komplek, pahit dari pembangungan Tanggul Lingkar Luar Renokenongo harus segera dilaksanakan, karena opsi yang tersedia tidak banyak, sebagai salah satu jalan keluar ’escape’ untuk mencegah tidak meluasnya Peta Area Terdampak;
·        Pemanfaatan pompa booster pada skenario akumulasi Lusi yang optimal dan kritis akan berada di titik 43 dan 44, merupakan salah satu alternatif prioritas. Hal ini sebagai langkah kedaruratan (emergency) dan rencana kontijensi sebagai langkah pengamanan (Escape gate) untuk mengantisipasi Titik 43 dan 44 akan terus mendapatkan tekanan, sebelum pengaliran Jalur 1 (Mulut Kanal Barat-Intake) dan Jalur-2 (Cofferdam-Kanal tenggara-Basin 41) terbangun kembali dengan rasio kesulitan yang tinggi.

Kronologis Kejadian (Major-Minnor)

18 Maret (Interval-1 sudden Collapse):

·        Subsidence tipe amblesan (sag-like subsidence) mencapai 3 m selanjutnya telah diaktualisasi oleh pakar kebumian internasional sebagai Even Keruntuhan Seketika, berpotensi menimbulkan keruntuhan fatal Pusat Semburan (Tanggul Cincin).
·        Pada perkembangan waktu telah meningkatkan intensitas geohazard antara lain bubble baik di Pond Siring (PAT) maupun di Siring Barat (diluar PAT).

10 April 2008 (Tanggul 43 Subsidence, Jebol):
·        Deformasi pada tanggul 43 di sebelah overflow 44.2, menyebabkan Lusi harus dialirkan ke PerumTAS selama 8 hari dan berpotensi mengancam Tanggul Reno

17 April 2008 (Amblas Tanggul Lingkar Luar 6-61 di Renokenongo):
·        Tanggul Renokenongo mengalami deformasi (amblesan/sliding) semakin meningkatkan potensi bahaya bagi masyarakat di Renokenongo dan Glagaharum, karena belum adanya Tanggul Ring Luar.

22  Mei 2008 (runtuh seketika tanggul P6-61):
·        Terjadi amblesan sepanjang 200 meter dengan ambles sedalam 2-3 meter di tanggul Infrastruktur titik P4-P61, berlanjut tanggul dan retak di P1-2. Model deformasi sangat mirip dengan pemahaman dari runtuhnya seketika pusat semburan, terjadi amblasan dengan intensitas vertikal sampai 2-3m, namun terjadinya di Tanggul yang berada ditimur laut Pusat Semburan.

3 Juni 2008:
·        Retak diikuti Jebol Tanggul 45 (Tanggul Cincin Barat) di pusat semburan, Lusi dengan deras mengalir ke arah barat menuju Pond Marsinah-Siring. Pada hakekatnya merupakan satu pengendali mekanisme dari Runtuhnya Seketika Pusat Semburan keesokan harinya (4 Juni 2008)

4 Juni 2008:
·        Merupakan kelanjutan dari Jebol 45, terjadi Interval-2 yaitu runtuh seketika Pusat Semburan, dengan intensitas mencapai 7 meter dalam satu malam. Dalam pola pikir pengendali mekanisme (driving force mechanism mind set) runtuhan seketika, maka even 3 Juni 2008 pada hakekatnya merupakan tahap awal (initial stage) keruntuhan seketika pusat semburan.
·        Terjadinya runtuhan seketika pusat semburan memberikan implikasi terhadap sistem pengendalian semburan dan luapan lumpur (mudflow management system), yaitu:
o   amblesan yang tidak merata di sekitar pusat semburan 4-7 m,
o   tanggul cincin (ring dam) mengalami longsor ke dalam pusat semburan, dengan retak-retak yang menonjol adalah berarah radial. Dimana sampai saat ini masih ada di level atas, sebelah belakang tumpukan sand back,
o   cofferdam bagian selatan (pojok) mengalami keruntuhan total, dan kearah utara berangsur menjadi terpatahkan (faulting) dan mengalami retakan (cracking) yang parah dengan arah relatif tegaklurus terhadap arah umum tanggul cofferdam yaitu utara-selatan,
o   secara umum topografi kawah yang merupakan daerah positif (topographic high region)  dari suatu kawah telah berubah menjadi daerah depresi (depression region) membentuk suatu cekungan (basin) yang lebar,
o   kemiringan pada mulut Kanal Barat (west canal mouth) dan di selatan Tanggul Cincin telah berubah dari sebelumnya ke selatan menjadi ke utara menuju pusat semburan (eruption centre),
o   aliran lumpur di kanal barat yang masih tersisa berbalik ke utara,
o   di utara pusat semburan (Pond PerumTAS) depressi dari pusat semburan telah memicu terjadinya dampak penurunan yang berbentuk relatif radial (radial subsidence pattern),
o   aliran luapan Lusi yang keluar pada tanggul 45 terutama mengalir kearah Pond Marsinah dan Siring di baratnya, namun masih terkonsentrasi pada daerah depresi radial pasca terjadinya amblesan seketika.

8 Juni 2008:
·        Jebolnya Tanggul 44.1b di sebelah timur Pusat Semburan dan Subsidence T. 43.1 merupakan dampak berganda (multiplief impact) kejadian Runtuhnya Seketika Interval-2 Pusat Semburan (4 Juni 2008).
·        Struktur cofferdam telah runtuh, kawah telah berubah menjadi Kaldera, sehingga aliran lusi jalur-1 keselatan maupun jalur-2 dari cofferdam ka basin-41 tidak berfungsi.
·        Pasca pengisian ‘Caldera’ lusi hanya mengalir ke Jalur 3, sehingga terjadi akumulasi di T 44 dan T43.
·        Pond Utama bagian utara di pojok barat sudah melampaui batas daya dukungnya, akhirnya setelah fase overtopping akhirnya T.44.1 jebol dan T43.1 mengalami subsidence lokal (daya eksogen, bukan indogen).

Jumat, 23 Desember 2011

2011 JANUARI: DINAMIKA LUSI



JANUARI 2011: DINAMIKA LUSI

Dikontribusikan Oleh: Dr. Ir. Hardi Prasetyo

Januari 2011


Dinamika Penanggulangan Lumpur di Sidoarjo (selanjutnya Lusi) Januari 2011 merupakan edisi pertama dari Rangkaian Dinamika Lusi 2011. Di dalamnya mencakup pelaksanaan pada kurun akhir Desember 2010.




Sehingga luapan air telah melimpas dan menggenangi wilayah desa Gempolsari (2 RT), Glagaharum (2 RT), Sentul (4 RT), Plumbon dan Penatarsewu.
Sebagian warga terdampak luapan air tersebut, telah menuntut kompensasi atau ganti rugi ke BPLS.
Sehingga dalam waktu singkat telah meningkatkan muka lumpur secara lokal, yaitu di sebelah timur dari zona tumbukan TAS. Namun kejadian ini tidak memberikan dampak yang berarti.
Sehingga tanggul penahan lumpur terutama di P 21c terpaksa terus ditinggikan. Sampai mendekati angka kritis yang ditetapkan, yaitu 11 m.
Di sekitar daerah tumbukan ini waking minimal mencapai 120cm, lumpur di sisi dalam tanggul mulai digali, untuk mengurangi potensi kenaikan muka lumpur yang ekstrim.
Fakta lapangan menunjukkan bahwa setiap pagi, kanal sempit yang telah dikeruk sehari sebelumnya, telah diisi kembali oleh lumpur padu.
Hal ini mengindikasikan bahwa gerakan lereng bawah gunung lumpur terutama ke arah daerah depresi masih terus berlangsung.
Pada tanggal 30 Desember 2010, bagian dari dasar bronjong yang sedang dikerjakan, telah mengalami ‘sliding’, namun dengan intensitas yang minor. Kejadian ini telah mendapatkan perhatian khusus dari pimpinan BPLS, untuk mencegah potensi bencana yang lebih besar lagi (pasca ambles tanggul Glagaharum, yang telah menimbulkan masalah sosial kemasyarakatan baru).
Sehingga dipandang perlu untuk dilakukan langkah-langkah penyempurnaan penanganan Kebencanaan pada Kejadian Tanggap Darurat ke depan. Beberapa langkah yang ditempuh:
Pada tahun-tahun sebelumnya baik warga atau masyarakat umum baik di Indonesia atau di manca Negara, menggunakan momentum durasi tahunan semburan Lusi sebagai suatu proses ‘perenungan’ sampai ke konsolidasi upaya mencari solusi terhadap Bencana Lusi, yang terasa telah menjadi milik bersama warga dunia.
1)   Akan membangun kesamaan ‘knowledge’ dan persepsi terhadap suatu fakta lapangan terkait perubahan cukup mendasar. Bahwa perkembangan Lusi saat ini telah menuju tahap ‘dormant’, sehingga potensi yang mungkin ditimbulkan semburan semakin berkurang;
2)   Mud volcano Lusi masih terus melakukan reorganisasi, termasuk dinamika deformasi, sehingga masih relevan posisi kebijakan yang dianut selama ini. Bahwa semburan Lusi sebagai suatu mud volcano, sulit dihentikan oleh teknologi yang tersedia saat ini; dan
3)   Rekonsiliasi para pemangku kepentingan Lusi, dari posisi masa lalu yang penuh dengan kontroversi dan perbedaan pendapat terkait penyebab semburan. Untuk selanjutnya lebih realistis melihat ke depan menuju suatu solusi yang holistik.

Sehingga dipandang perlu untuk menyamakan ‘knowledge’ dan persepsi umum terhadap esensi dari Perubahan Paradigma Semburan dan Luapan mud volcano Lusi.
Mempunyai analogi perkembangan dengan mud volcano Bleduk Kuwu di Jawa Tengah. Kondisi luapan pada Januari 2011 dimana luaran material semburan di kawah terutama didominasi air, temperatur dipantau di lereng yang semakin dingin. Sehingga posisi dormant menjadi semakin mantap.
Namun titik semburan masih dinamis (perubahan posisi, disertai kick lumpur, tanpa flow lumpur), dikomplemen dengan masih terjadinya deformasi terutama amblesan dan patahan. Sehingga BPLS tetap menentukan bahwa semburan Lusi masih sulit dihentikan oleh teknologi yang tersedia saat ini.
a.   Semburan terus seperti saat ini dengan ‘kick lumpur’, namun luapan didominasi air yang semakin dingin;
b.   Semburan terutama ‘kick’ berhenti atau mengecil berubah menjadi rembesan air ‘water seep’, model ideal dari Bleduk Kuwu; dan
c.   Semburan kembali pada perilaku Lusi Panas (2006-2009) dengan kick tinggi, flow rate di atas 50.000 m3.
Disamping itu BPLS telah menyiapkan antisipasi bila memasuki kasus skenario terburuk (the worst case scenario), yaitu kasus scenario ke III (Hot LUSI recurrent interval).
Ditujukan untuk mengetahui anatomi di bawah permukaan (subsurface) dari lokasi kawah pada pusat semburan yang saat ini. Karena semua informasi dan knowledge selama ini terutama didasarkan pada informasi diambil sebelum terjadinya semburan (2006);
a.   Pengungkapan misteri anatomi di bawah permukaan dari pusat semburan Lusi, serta asal mula (origin) sumber air, gas dan panas,
b.   Pemantauan dan analisis geohazard baik sebagai dampak berganda semburan Lusi atau reaktivasi dari sistem Patahan Watukosek; dan
c.   Model pertumbuhan dan perkembangan Lusi serta implikasi pada pengembangan wilayah dan lingkungan ke depan;
Terakhir pergerakan lereng dan lumpur dining yang signifikan terjadi awal Januari di sebelah timur TAS. Fenomena ini merupakan suatu rangkaian dari efek domino (impact domino) yang terjadi beruntun dengan sekuen searah kebalikan perputaran jam (counter clock). Berturut-turut diawali di P 25 (baratdaya), P 43 (tenggara), Reno utara (timur);
                                         i.    Paling dominan, Sungai P43 (timur) masuk ke Pond Reno,
                                        ii.    Sungai P25 (baratdaya) masuk ke Pond Jatirejo,
                                       iii.    Sungai Siring (barat), masuk ke depresi Siring selanjutnya masuk ke Pond Jatirejo; dan
                                      iv.    Sungai TAS (utara), pada zona tumbukan TAS, masuk ke Pond Glagaharum;


Bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya (2007-2009). Di sisi lain efek reorganisasi mud volcano pasca ‘dormant’ dengan deformasi yang cenderung dengan pola radial diidentifikasikan meningkat, sebagai konsekuensi berlangsungnya proses pembentukan kaldera (caldera formation).
Merupakan bagian tidak yang tidak dapat dipisahkan dari mekanisme perkembangan suatu mud volcano.
Hal ini cenderung menentukan bahwa aspek pembebanan lumpur (loading) dan hilangnya masa di bawah permukaan (mass removal) sebagai pengendali utama, yang dikomplemen dengan reaktivasi sistem Patahan Watukosek (Watukosek Fault System).
15)Bubble aktif terutama di luar PAT dengan jumlah dan intensitas yang berfluktuatif, namun pada posisi 1 Januari 2011 cenderung menurun.

Kinerja Bapel BPLS dengan seluruh komponen yang merupakan proses masukan (input process) dari keseluruhan Sistem Penanggulangan Lusi dapat dioptimalkan. Proses masukan terdiri dari: a) Sumber Daya Manusia (SDM); b) Penguatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi terapan; c) Data dan Informasi; d) Organisasi; e) Peraturan dan Perundang-undangan sebagai Landasan Hukum;
Semburan Lusi dapat bertahan pada posisi tahap perkembangan mud volcano yang semakin ‘dormant. Atau sebagai suatu anugerah bila sampai pada tahap ‘berhenti secara alami’.
Sehingga potensi resiko yang ditimbulkan langsung oleh semburan dapat diminimalkan atau ditiadakan sama sekali;
Paradigma baru dari kontroversi menuju solusi yang holistik dapat diterima secara universal, dalam arti melihat suatu realitas saat ini Lusi sebagai mud volcano menuju tahap dormant, sehingga fokus ke depan lebih ditujukan menuju solusi yang permanen dan holistik.
Daripada mengembangkan kontroversi terkait penyebab (causing) dan pemicu (triggering) sebagai warisan masa lalu. Yang sangat ideal untuk dijadikan sebagai suatu materi penelitian ilmiah di Pendidikan Tinggi, untuk strata S2 atau S3.
4)    Anatomi dan pengendali semburan semakin jelas, misteri dapat diungkap, durasi hidup Lusi menjadi realistis: Seiring perjalanan waktu, melalui berbagai upaya sehingga anatomi bawah permukaan Lusi dapat diperjelas, dan misteri asal usul dari air, gas, dapat diketahui.
Sehingga perkiraan durasi semburan Lusi semakin dapat diperkirakan secara realitas, sebagai konsekuensi model durasi semburan Lusi yang selama ini dianut 23-35 tahun harus ditinggalkan.
Demikian pula pertumbuhan gunung di permukaan dapat dipantau secara berkelanjutan dari hari ke hari.
Sehingga adanya anomaly yang berdampak negatif, secara cepat dapat dideteksi. Hal ini sebagai suatu sistem peringatan dini (early warning), terhadap potensi bahaya yang terjadi di luar perkiraan sebelumnya.
Dengan Pola Tetap dan ‘grand strategy’ penanganan luapan Lusi yang diaktualisasi karena adanya perubahan mendasar dari mengalirkan Lusi fluida dan Panas menjadi Lumpur padatan dan dingin, sehingga dapat mengantisipasi:
a.   reorganisasi tubuh gunung lumpur padu yang berekspansi horizontal;
b.   mengantisipasi tumbukan lereng di tiga zona (Osaka, TAS dan Siring),
c.   antisipasi akumulasi air dingin di daerah cekungan yang luas (Glagaharum dan Mindi), dan
d.   mengurangi secara bertahap volume dan atau ketinggian permukaan lumpur padu dan dingin, baik mengantisipasi daya dukung tanggul dan daya tamping kolam, maupun mengurangi dampak berganda geohazard dipicu oleh efek pembebanan lumpur;
Dampak geohazard terutama bubble dengan semburan gas metan, amblesan, patahan dan rekahan dapat dipantau secara seksama.
Sehingga potensi geohazard yang berpotensi ditimbulkan dapat segera ditangani, yang pada akhirnya dapat mengurangi resiko bencana khususnya wilayah tidak layak huni.
Harapan terintegrasi dengan menurunnya intensitas semburan dan amblesan, berhasilnya mengurangi volume lumpur padu di dalam PAT, dan intensitas geohazard dapat diminimalkan. Sehingga kawasan dapat bertahan menjadi layak huni.
a.   Di dalam PAT (Perpres 14/2007),
b.   3 Desa di luar PAT (Perpres 48/2008); (3) 9 RT dari 3 Desa di luar PAT yang ditetapkan sebagai wilayah tidak layak huni (Perpres 40/2009);
c.   Wilayah di luar PAT lainnya yang telah diusulkan dan dalam pengkajian sebagai tidak layak huni;
d.   Pembebasan lahan dan bangunan untuk relokasi infrastruktur jalan arteri dan jalan Tol; dan
e.   Pembelian lahan dan bangunan di sekitar Pond Glagaharum.
Pembangunan relokasi infrastruktur jalan nasional dan jalan Tol dapat dirampungkan sehingga dapat memulihkan roda perekonomian lokal dan regional, serta mengantisipasi kejadian fatal terhadap potensi kerusakan Jembatan melintas Kali Porong yang telah dilalui dengan kapasitas beban kendaraan angkutan barang yang luar biasa.
Sebagai harapan antara, pembangunan dan revitalisasi jalan alternative di sekitar PAT, akan dapat mengurangi beban pada saat terjadinya ‘traffic jam’ yang telah membudaya.
Pulau Lumpur beserta aset pendukungnya jalan di selatan Tanggul Kali Porong, dan pelabuhan nelayan tradisional dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya sebagai bagian dari perubahan paradigm dari Bencana ke Manfaat.
Diwujudkan dalam kawasan perkembangan ekonomi baru berbasis ‘water front resort’ yang berwawasan lingkungan.
Misi nasional Penanggulangan Lumpur Sidoarjo yang ditugaskan kepada Bapel BPLS berdasarkan Landasan Hukum utama Perpres 14/2007, serta mengacu Renstra dan Road Map yang telah ditetapkan, pada tahun 2014 dapat dioptimalkan.
Selanjutnya dievaluasi secara menyeluruh untuk ditentukan perspektif dan kebijakan strategis ke depannya.

1)   Kali Porong sebagai wahana pengaliran Lusi ke laut. Selanjutnya dijadikan sebagai Pola Tetap dan Grand Strategy sistem pengaliran lumpur, sebagaimana diamanahkan pada Perpres 14/2007 dan perubahan ke dua Perpres 40/2009;
2)   Pulau Lumpur sebagai pengendali tahap akhir alur sedimen ke dalam Palung dari Selat Madura, disamping berfungsi untuk mendukung misi pengaliran Lusi ke laut.
3)   Juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan/kepentingan baik sosial, lingkungan maupun ekonomi.
Hasil nyata adalah kekhawatiran masyarakat terhadap potensi terjadinya banjir, dengan puncak debit aliran di Kali Porong yang pernah mencapai 1500 m3/detik (2009) dan sekitar 1.000 m3/dt (Desember 2010) dapat diantisipasi.
Dengan demikian pada analisis resiko bencana, yang mungkin ditimbulkan telah ditempatkan pada peringkat yang lebih rendah.
Kelestarian lingkungan dipertahankan, dimana proses hutanisasi bakau telah berkembang dengan signifikan;
Sedang dalam tahap pembangunan dengan konstruksi ‘beton’ pelabuhan nelayan tradisional. Pemantauan di lapangan 1 Januari 2011 menunjukkan bahwa masyarakat dari berbagai daerah telah mulai memanfaatkan sarana dan prasarana tersebut sebagai suatu ‘water front city’. Sehingga dalam perjalanan waktu akan meningkat secara signifikan.