Jumat, 23 Desember 2011

DINAMIKA LUSI DESEMBER 2008



DINAMIKA PENANGGULANGAN LUPSI   NOVEMBER-DESEMBER 2008

MITIGASI BENCANA: LANGKAH DARURAT ATAS ANCAMAN LUPSI KE LUAR PETA AREA TERDAMPAK (PAT)

Benang Merah Penetapan Kondisi Kritis dan Langkah Nyata Kontijensi Bencana


Fokus Laporan Kemajuan pada kondisi Kontijensi Bencana
Dinamika LUSI Desember 2008 masih diwarnai oleh isu aktual/kritis, yaitu Mitigasi Bencana: Langkah darurat atas ancaman Lupsi ke luar Peta Area Terdampak 22 Maret 2007. Skenario mitigasi bencana ditempuh pasca terjadinya perubahan mendasar (fundamental changes), dalam tataran implementasi Sistem Penanggulangan Lumpur Panas Sidoarjo.
Secara keseluruhan (the overall) kemampuan dan kinerja Lapindo sebagai proses masukan (input process) finansial telah mengalami degradasi (degradation). Sampai pada titik kritis terendah (the lowest of critical points).
Musim hujan dalam catatan sejarah terjadinya tanggul jebol
Dinamika Lusi pada bulan Desember 2008 merupakan bagian dari awal musim penghujan (rain session). Dimana dari catatan sejarah (historical record) debit hujan yang tinggi, sangat berpotensi mengancam scenario terburuk yaitu jebolnya tanggul penahan Lumpur, sehingga Lupsi dapat membanjiri atau menggenangi daerah sekitarnya.
Gambar : Integrasi Sistem Penanggulangan Lupsi dan Alur Pikir Penanggulangan Bencana Lupsi (dikontribusikan H. Prasetyo 2008).
Disamping itu, skenario hujan dengan frekuensi (seringnya terjadi hujan) dan intensitas tinggi (debit curah hujan) bagi seluruh pekerja lapangan (field workers) menjadi hal yang menakutkan (nightmare) dari seluruh jajaran di lapangan, karena dapat mengancam keamanan tanggul terhadap dampak tekanan berlebih (overpressure) maupun erosi pada dinding tanggul. Disamping itu yang tidak kalah pentingnya dalam memberikan dampak negatif adalah akses jalan di tanggul yang keseluruhan dibuat dari timbunan sirtu, tidak cukup ampuh dalam menerima beban dari kendaraan berat yang melintas di atasnya.
Penetapan dan Langkah Kondisi Kritis
Evaluasi dan analisis kebijakan (policy evaluation and analysis) secara menyeluruh terhadap misi nasional penanggulangan bencana Lupsi menyimpulkan, bahwa telah berkembang suatu kondisi atau kerangka baru (new condition or framework).
Gambar: Penyederhanaan Sistem Penanggulangan Lupsi mencakup proses masukan (input process), aset dasar (main asset), proses perubahan (change process), dan luaran serta outcome (dikontribusikan Prasetyo 2008).
Potensi ancaman ditimbulkan terutama dari sumber pengendali mekanisme bencana (disastrous driving force mechanism) Lupsi, yaitu semburan dan luapan dari suatu mud volcano.


Gambar :Alur Pikir Penanggulangan Bencana Lupsi termasuk aspek: 1) kondisi awal dari Lupsi, 2) alternatif penyebab dan pemicu, 3) Bencana semburan Lupsi mud volcano, 4) dampak sosial kemasyarakatan dan lingkungan, 5) dampak ekonomi dan infrastruktur; 6) Institusi Pemerintah Timnas-BPLS, 7) Misi Nasional Penanggulangan mencakup upaya penanggulangan semburan, penanganan luapan Lupsi, penanganan masalah sosial kemasyarakatan, penanganan dampak infrastruktur.

Gambar : Pokok-pokok perubahan Perpres 14/2007 sebagai basis penyusunan Perpres 48/2008
Implikasi
Sampai saat ini dengan masih tingginya potensi ancaman yang dapat ditimbulkan oleh semburan dan luapan Lupsi. Sebagai konsekuensi bahwa Lupsi merupakan fenomena alam (natural phenomenon) berwujud suatu gunung lumpur (mud volcano). Sehingga dari waktu ke waktu akan selalu mengalami perubahan yang dinamis (dynamic changes), dikendalikan oleh mekanisme dari dalam perut bumi (the interior of the Earth). Maupun faktor alami lainnya yang menonjol, secara eksternal antara lain dari atmosfera, yaitu tingginya curah hujan.
Di sisi lain, pada aspek kelembagaan (institutional aspect) merupakan bagian proses masukan lainnya, secara keseluruhan terjadi penurunan yang signifikan terhadap kemampuan keuangan dan unjuk kerja Lapindo.
Sehingga rasio antara potensi ancaman yang berpeluang terjadi, dengan kemampuan Lapindo untuk mengantisipasi ancaman tersebut menjadi sangat besar (rasio potensi ancaman/kemampuan antisipasi = >1). Pada skenario terburuk (the worst scenario) sangat berpotensi dapat menimbulkan bencana baru (new disastrous), yaitu meluasnya Peta Area Terdampak 22 Maret 2007. Kecenderungan perkembangan baru ini selanjutnya diklasifikasikan sebagai suatu situasi ‘Krisis’ multi dimensi (multi dimensional crisis).
Hal yang perlu mendapatkan perhatian (concern), adalah upaya dan langkah mitigasi oleh Bapel BPLS dihadapkan pada situasi kritis yang diliputi ketidakpastian (uncertainty), sehubungan belum tersedianya landasan hukum terkait. Hal ini sekaligus merupakan kendala dan tantangan baru di tingkat kebijakan operasional (operational policy).
Landasan hukum yang tersedia saat ini sebagai landasan tataran kebijakan nasional  yaitu  Peraturan Presiden No. 14 tahun 2007 dan atau Perpres No. 48/2008, tidak memberikan ruang bagi BPLS untuk melakukan langkah-langkah operasional baik di dalam Pond Utama, terkait upaya penanggulangan semburan dan luapan Lumpur. Maupun di dalam wilayah Peta Area Terdampak 22 Maret 2007, dimana Lapindo mempunyai tanggungjawab finansial dan operasional untuk menangani masalah sosial kemasyarakatan dengan mekanisme jual beli lahan dan bangunan warga dengan pembayaran secara bertahap (20% dan 80%).
Sebagai perbandingan acuan kebijakan nasional adalah Perpres No. 48/2008 tentang perubahan atas Perpres 14/2007, yang secara khusus telah memberikan landasan hukum bagi Bapel BPLS untuk melaksanakan penanganan masalah sosial kemasyarakatan bagi 3 desa yaitu Desa-desa Besuki, Pejarakan dan Kedungcangkring yang berlokasi di luar Peta Area Terdampak 22 Maret 2007, dalam rangka meningkatkan efisiensi pengaliran Lupsi ke Kali Porong.
Langkah kontijensi Bencana
Atas dasar pertimbangan mencegah meluasnya PAT, maka walaupun belum ada landasan hukum terkait, namun Bapel BPLS telah melakukan langkah terobosan mitigasi bencana. Dimana secara faktual dalam jangka pendek telah melakukan langkah tanggap darurat sehingga, sebegitu jauh berhasil mengatasi potensi meluasnya PAT di sektor Renokenongo. Dengan demikian, untuk keberhasilan mitigasi bencana Lupsi hingga jangka menengah dan panjang, dipandang perlu Pemerintah segera menyediakan landasan hukum terkait.
Gambar : Tema Perubahan Signifikan, Penanggulangan Lupsi pada paparan Waka BPLS pada Rakor dipimpin MESDM, menggambarkan salah satu upaya menerobos kebuntuan yaitu blokade oleh warga untuk membangun Tanggul Reno, sebagai salah satu kontijensi bencana, sehubungan Lupsi terus dialirkan ke utara oleh Lapindo.

Langkah-langkah Operasinal kondisi Mitigasi Bencana

Bapel BPLS telah melakukan suatu respon cepat (quick response) sebagai langkah dan upaya nyata (do something) jangka pendek dan bersifat mitigasi bencana, dengan rasionalisasi, hasil (results) dan kemajuan (progress) sebagai berikut:
Pemilihan opsi do something:
Bapel BPLS tidak dalam posisi untuk memilih opsi tidak berbuat sesuatu (do nothing), dan berpangku tangan melihat kondisi kritis di depan mata, yang sangat berpotensi mengancam meluasnya PAT dapat terjadi dalam waktu yang singkat.
Namun sebaliknya telah memilih opsi untuk melaksanakan sesuatu (do something) yaitu merupakan langkah kontijensi bencana. Dengan terlebih dahulu diawali dengan proses melaporkan, mengkoordinasikan selanjutnya mendapatkan dukungan moral (moral support) dari DP BPLS Jatim, dan Ketua/Wakil Ketua DP BPLS.
Kesimpulan evaluasi upaya semburan
Kesimpulan penting adalah kondisi keseluruhan yang berlangsung sangat berpotensi mengancam ketahanan tanggul cincin, sampai pada skenario terburuk runtuh. Disamping itu kinerja Lapindo untuk memelihara Tanggul Cincin dinilai telah anjlok secara drastis.
Perubahan mendasar adalah Pusat Semburan terus mengalami tahapan sag-like subsidence sampai runtuh seketika (sudden collapse), sehingga rencana strategi lama yang akan membangun kawah Lupsi (Pusat Semburan) sampai mencapai elevasi ketinggian 21m menjadi hal yang tidak realistis lagi. Sehingga diperlukan suatu Paradigma Baru.
Kesimpulan evaluasi penanganan luapan
Lebih dari 2 bulan tanpa jeda, Lupsi terus dialirkan melalui overflow 44.2 dari Kaldera Lupsi (Pond Utama) ke utara (Pond TAS) selanjutnya menyebar ke barat (Pond Marsinah-Siring), dan ke timur (Pond Renokenongo).
Perubahan drastis berkembangnya Kaldera Lupsi, menyebabkan sistem pengaliran melalui Kanal Barat ke Intake menjadi lumpuh (idle). Demikian pula opsi baru melalui Kanal Timur ke Basin 41, mempunyai rasio kesulitan yang tinggi. Karena gradien topografi (topographic gradient) antara Kaldera dan Basin 41 kurang signifikan, sehingga harus ada suatu inovasi dan terobosan baru (new innovation and breakthrough).
Kesimpulan fakta lapangan potensi meluas PAT di sektor Timur (Renokenongo)
1) Lapindo terus mengalirkan Lupsi ke Utara; 2) Tanggul Reno (T4 lingkar dalam) telah runtuh; 3) Berkembangnya Celah Reno (Reno Gap) dan masukan air telah memperluas Cekungan Reno (Reno Basin); 4) Perhitungan ekonomi dan teknik menyimpulkan tanggul tidak dapat dipertahankan, dan keputusan untuk membangun Tanggul lingkar luar Reno-Glagaharum (utara-selatan); 5) Bila terlambat dalam mengantisipasi, maka aliran Lupsi yang masuk dari Pond TAS sebagai media antara, ditambah masukan (influx) dari air hujan melalui Celah Reno ke Pond Reno, akan memicu Lupsi meluas ke arah timur dan tenggara dari PAT; 6) skenario terburuk lainnya, Tanggul Reno (T-1-4) bisa mengalami runtuh kembali (sudden collapse). Bila benar-benar terjadi sangat mungkin disertai dengan gelombang Lumpur panas (seperti efek tsunami) yang mengarah ke timur.

Gambar : Rekaman fakta lapangan memperlihatkan Lupsi dengan deras mengalir dari overflow ke melambung kea rah utara sejajar Tanggul Reno (1-4)
Keputusan dan kebijakan operasional:
Walaupun mendapatkan penolakan warga sehubungan belum dituntaskannya pembayaran cash and carry tahap 20% terhadap warga Renokenongo dan Glagaharum. Namun pembangunan tanggul Reno harus dimulai, atau akan kalah cepatnya dengan tingkat ekspansi luapan Lupsi yang masuk ke Celah Reno.
Pengalaman serupa dalam pembangunan Tanggul Siring dan Tanggul Osaka-Ketapang yaitu strategi ‘Hit and Nego (negotiation)’, dan ‘Hit and Run’ yang telah melampaui tahap learning by doing dengan rasio keberhasilan terukur, akan digunakan sebagai acuan taktik dan strategi di lapangan.
Perkembangan baru bahwa Luapan Lupsi akan menempuh jalur baru ke timur (Pond Reno)
1)          Fakta lapangan menunjukkan bahwa Lapindo tidak berdaya untuk mengembalikan aliran Lupsi ke selatan;

Gambar : Pengerjaan secara darurat band wall Tanggul Reno, setelah tanggal 18 November mengalami overtopping, sehingga air menggenangi desa di sebelah tenggaranya namun masih dalam PAT.
2) Sehingga Lupsi yang dialirkan ke utara masuk dengan flow rate yang tinggi ke dalam Pond Reno; 3) Pond Reno yang baru dibangun tahap awal, kembali telah mendapatkan penolakan dari warga (diblokade). Sehingga kecepatan masuk Lupsi (rate of inflow) ke Pond Reno tidak sebanding dengan kecepatan penyiapan daya tampungnya; 4) Karena Pond Reno Baru mempunyai gradien topografi yang relatif rendah, maka dalam waktu yang tidak lama, Lupsi mengisi Pond Reno, sekaligus akan mendesak secara lateral ke arah selatan; 5) Tanggal 17 November, karena meningkatnya aliran Lupsi ditambah masukan air hujan maka air ke Pond Reno telah melimpas. Sehingga menggenangi daerah di tenggara Pond Reno (di dalam PAT), selanjutnya telah dilakukan langkah darurat untuk mengatasi overtopping dengan membuat band wall sementara (darurat) yang dilaksanakan dengan metoda kanibal (cannibal), yaitu sirtu yang digunakan diambil dari bagian Tanggul sendiri; 6) Operasi tanggap darurat tersebut selanjutnya merupakan titik balik (Point of Return), digunakan sebagai momentum untuk melanjutkan rehabilitasi dan pembangunan kembali Tanggul Reno-Glagaharum. Kejadian melimpasnya Lupsi di sektor timur Pond Reno, sekaligus juga telah memperkuat perkiraan keadaan (Kirka) bahwa potensi ancaman meluasnya PAT ke arah timur (Reno) bukan merupakan wacana lagi, tapi menjadi kenyataan!

Gambar : Kondisi Tanggul di sisi utara Celah Reno, hanya dalam hitungan 2 hari telah lenyap, sebagai implikasi dahsyatnya aliran gaya berat (gravity flow) Lupsi ke arah timur-timurlaut.
Tantangan dan Peluang Baru Penanggulangan Lupsi
Mau tidak mau, suka tidak suka, sebagai tantangan baru adalah bagian selatan Pond Reno akan lebih mendapatkan tekanan pengaliran Lupsi. Yang secara estafet Lupsi dari tempat sumbernya (source area) di Kaldera (Pond Utama) mengalir ke Pond PerumTAS, selanjutnya masuk ke Pond Reno, didesak ke arah selatan. Di sisi lain sebagai suatu peluang baru, yaitu untuk mengalirkan Lupsi langsung yang masuk ke Pond TAS dan Pond Glagaharum ke kali Porong.
Gambar : Kondisi Aliran Lupsi yang pada tanggal 17 November masuk ke dalam Celah Reno selanjutnya ke Pond Reno, pada tanggal 19 November, Aliran melewati Celah Reno terus ke utara, untuk diendapkan di bagian timur Pond TAS (barat Pond Glagah).
Langkah Mitigasi Bencana: 
1) Pembangunan Pond Reno harus dirampungkan sesuai rencana mencapai elevasi +11m. Simultan dengan itu, untuk mengantisipasi penolakan warga Reno, maka Lapindo harus menuntaskan pembayaran cash and carry tahap 20%; 2) Sistem pompa booster harus segera dipasang dan dioperasikan untuk berpacu meningkatnya muka Lupsi atau air di Pond Reno, dengan memanfaatkan keberadaan pipa gas Pertamina. Beroperasinya pompa booster secara sistem merupakan komplemen (complement) dari sistem utama (main system) pengaliran Lupsi. Sebagaimana yang diamanatkan Perpres14/2007, yaitu Lupsi dialirkan ke selatan melalui Tanggul Utama sampai ke Kali Porong, yang dilaksanakan oleh Lapindo; 3) Langkah mitigasi bencana, diperkuat oleh fakta-fakta terpadu lainnya yang sangat meyakinkan yaitu terjadi skenario potensi meluasnya bencana Lupsi ke luar PAT; 4) Langkah ‘do something’ tersebut sangat rasional dan terpaksa untuk terus dilaksanakan, sambil mendorong Lapindo untuk ‘recovery’ mengembalikan aliran Lupsi ke Kali Porong. Disamping yang tidak kalah pentingya adalah sambil menunggu datangnya landasan hukum terkait dari Pemerintah.

Gambar :  Alur Pikir Potensi Ancaman Melimpas Pond Reno.

Hasil signifikan

Fokus pada Respon cepat kontijensi bencana dan implikasinya
Gambar : Langkah mitigasi bencana Lupsi oleh Bapel BPLS, pemasangan sistem Pompa Booster dan pendukungnya di pojok tenggara Pond Reno, untuk mengantisipasi berlanjutnya Lapindo mengalirkan Lupsi ke utara (Pond TAS) sekaligus mengindikasikan tidak berdayanya Lapindo mengalirkan kembali Lupsi ke jalur yang benar (the right track) yaitu ke  Kali Porong.
Beberapa langkah strategis dan operasional yang dihasilkan yaitu: 1) Telah dipantau (monitoring), dianalisis (analysis), diidentifikasikan (identification), dirumuskan (formulation), selanjutnya dilaporkan (reporting) situasi kritis (critical situation) kepada institusi yang secara struktur organisasi (organization structure) berada di atas Bapel BPLS;
2) Tanggul Reno telah dibangun, namun beberapa saat kemudian kembali mendapatkan penolakan warga sehingga terhenti beberapa saat. Dengan momentum air telah overtopping dan sangat membahayakan warga di sekitarnya, sehingga Pond Reno mulai terbentuk (setelah temu gelang) dan terus dilanjutkan pembangunannya, hingga saat ini telah mencapai elevasi sekitar 5-5,5 m dari target elevasi 11m;
3) Sistem pengaliran Lupsi dengan pompa booster telah berhasil secara berkelanjutan memompa Lupsi (air dan lumpur panas) dari Pond Reno. Sistem pengaliran dalam kondisi kontijensi bencana ini, terdiri dari rangkaian (series) pompa booster (terdiri dari  3 pompa dipasang secara tendem) dan sebagai pendukung pompa lumpur (mud pump), dengan memanfaatkan pipa gas Pertamina (sudah tidak berfungsi), dengan outlet di sisi barat dari jembatan Tol.
Sehingga kombinasi kegiatan antara pembuatan Tanggul Reno yang terus berlanjut dengan pemompaan Lupsi secara berlanjut, maka sebegitu jauh kecepatan aliran Lupsi yang masuk ke dalam Pond Reno dapat diimbangi.
Dalam jangka pendek tanpa skenario masukan air hujan dengan debit yang luar biasa, mitigasi bencana di sektor Reno dapat diimplementasikan dengan rasio keberhasilan cukup bermakna.
Untuk skenario jangka menengah dan panjang (berubah status menjadi sistem regular) sistem pompa pengaliran Lupsi di Reno harus ditingkatkan, yaitu  dengan: 1) Dilengkapi dengan landasan hukum; 2) Penetapan fungsi dan status jangka menengah panjang dalam tatanan (framework) Sistem Pengendalian Semburan dan Luapan Lupsi dikaitkan dengan tanggungjawab Lapindo dalam mengalirkan Lupsi ke Kali Porong; 3) Penyempurnaan kehandalan sistem termasuk penambahan pompa booster; dan 4) Kepastian sumber pendanaan (financial sources) untuk pengoperasian secara berkelanjutan.
Pembangunan Pond Tanggul Baru di Besuki: Meningkatkan efisiensi pengaliran Lupsi ke Kali Porong
Sebagai tindaklanjut Perpres 48/2008, dan bersamaan dengan dideklarasikannya bahwa pengendalian Lupsi berada pada kondisi kritis. Pada pertengahan bulan November 2008, ‘Tanggul Besuki’ yang berlokasi di selatan Tanggul Utama dan di luar PAT telah mulai dibangun. Diawali dari sisi timur (Jalan Tol), terus bergerak ke barat menuju bagian timur spill way. Diharapkan kedepan upaya peningkatan efisiensi pengaliran Lupsi akan dapat direalisasikan. Untuk itu diperlukan terbangunnya suatu kondisi yang sinergis (synergy condition) dan terintegrasi dengan sistem pengaliran yang telah ada, yaitu: 1) Pengaliran Lupsi dari Pusat Semburan di Pond Utama menuju selatan melalui Kanal Timur, dengan sasaran antara di Basin 41, sesuai Perpres 14/2007, dan 2) Pengaliran Lupsi dalam rangka kontijensi bencana, menggunakan sistem pompa booster dari bagian tenggara Pond Reno ke Kali Porong.
Normalisasi Kali Porong ditengah wacana Skenario Banjir
Tanggal 4 November tercatat sebagai suatu perubahan baru, dimana aliran Kali Porong dari daerah hulunya (upstream) telah mencapai intensitas di atas 150 m3/detik. Selanjutnya telah berhasil menghanyutkan akumulasi sedimen Lupsi padu, dengan terlebih dahulu dilakukan proses agitasi (agitation processes) menggunakan alat berat yaitu 14 excavator-pontoon.
Seiring dengan perjalanan waktu (awal November-Desember), dimana aliran Kali Porong dari hulu terus meningkat hingga mencapai >350m3/detik, dan tidak memberikan dampak negatif (negative impact) yaitu banjir atau mengerosi sisi dinding tanggul sungai, maka secara perlahan namun pasti, intensitasnya kekhawatiran masyarakat yang demikian mendalam terhadap skenario bencana banjir telah berkurang.
Gambar : Perubahan kondisi Kali Porong antara 31 Oktober -4 November 2008 setelah dilakukan agitasi, bagian dari normalisasi Kali Porong.
Suatu fakta bahwa pada awal Desember 2008 ketika arus Kali Porong kembali ke pulsa siklus aliran kecil (low flow rate) <100 m3/detik, maka sedimen Lupsi padu masih yang masih tersisa di badan aliran sungai kembali diagitasi dan teronggokan di permukaan sungai untuk selanjutnya dihanyutkan saat aliran sungai pada skenario tinggi.
Namun, secara umum kondisi akumulasi sedimen Lupsi  yang masif (massive sediment) sampai pada bulan Oktober 2008, telah dapat dikurangi dengan signifikan. Sehingga dengan perjalanan waktu dan peningkatan aliran arus Kali Porong, diharapkan normalisasi Kali Porong dapat mendekati target yang telah ditentukan.
Sebagai bagian penting dari misi normalisasi Kali Porong (normalization mission), operasi kapal-kapal keruk (dredger) di muara Kali Porong dibarengi dengan tahapan reklamasi pantai (coastal reclamation) terus berjalan. Sebegitu jauh tanpa memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap tatanan zona pesisir (coastal zone framework).
Tanggal 17 November tercatat sebagai suatu hal penting, karena pada hari itu konsentrasi air di Pond Reno (masih sementara) telah melimpas. Kondisi tersebut memicu warga desa sekitarnya (di luar warga Reno) telah mendukung Bapel BPLS untuk melakukan langkah tanggap darurat. Antara lain dengan untuk meninggikan band wall Tanggul, yang sebelumnya telah lebih dari 2 minggu diblokade warga Renokenongo. Tanggal 18 November 2008, telah digunakan sebagai momentum oleh Bapel BPLS untuk melakukan revitalisasi (revitalization) tanggul yang dilimpasi air. Sekaligus untuk melanjutkan pelaksanaan peninggian Tanggul Reno, sesuai rencana sebelumnya yang terus tertunda.

Gambar 7. Perkembangan Proses Jual Beli 3 Desa, berdasarkan Peraturan Presiden No. 48/2008

Peresmian penggunaan Pos Pemantau Deformasi Geologi
Pada tanggal 26 November telah diresmikan oleh Kepala Bapel BPLS Penggunaan Posko Pemantau Deformasi Geologi (disebut Posko Deformasi) untuk menangani fenomena deformasi geologi mencakup bubble terutama dengan semburan gas metan, subsidence, patahan dan retakan).
Posko Deformasi tersebut berlokasi strategis di pintu masuk akses jalan tanggul  R-1 sebelah pintu rel kreta api Siring (bekas markas Koramil), akan digunakan oleh Tim Reaksi Cepat (Quick Response Team) Deformasi di bawah jajaran Deputi Operasi untuk melakukan monitoring dan penanganan dampak deformasi geologi. Terutama yang menonjol adalah bubble disertai semburan gas metan yang mudah terbakar dan membahayakan kesehatan warga. Dengan dimensi kewilayahan di luar PAT.
Pada acara peresmiaan penggunaan Posko Deformasi tersebut juga telah didemonstrasikan pemanfaatan gas metan dari sumber bubble yang ada di bawah Tanggul Siring (sektor Tugu Kuning).
Hasil signifikan, sebegitu jauh langkah nyata penanganan bubble yang terjadi di Luar PAT, telah berhasil menurunkan intensitas isu bubble dengan gas. Khususnya dalam kaitan dengan hasil evaluasi kelayakan hunian dari 3 Desa dimana 9 RT diantaranya  telah dinyatakan tidak layak huni oleh Tim Independen (independent team) yang dibentuk oleh Pemprov Jatim.

Kondisi Penanggulangan Lupsi


Perubahan Karakteristik Semburan Lupsi
Sampai pada durasi bulan ke 30 dari saat dilahirkannya, Lumpur panas Sidoarjo (Lupsi) sebagai suatu mud volcano yang paling cepat tumbuh di Dunia ini, masih berlanjut dengan nyaris tanpa perioda berhenti menyemburkan Lumpur, air dan uap dengan flow rate ~100.000 m3/hari, temperatur di permukaan antara 80-100o C.
Gambar: Perubahan mendasar Pusat Semburan yaitu: 1) semburan tipe ‘geyser’ dengan kick dan gelombang, 2) berlanjut terjadi subsidence, 3) Secara umum, Tanggul cincin sejak tahun 2007 bergeser ke baratlaut, dan ‘big hole’ pada Oktober bergeser ke timurlaut mendekati Tanggul 44.1, dan 4) terjadi dampak ikutan radial subsidence di Pond PerumTAS di utaranya.
Pola semburan Lupsi menyerupai ‘geyser’ dengan kick disertai gelombang (wave) cenderung meningkat signifikan. Sementara itu pusat semburan atau ‘big hole’ menunjukkan kecenderungan baru (new trend) yang lebih banyak bergeser ke arah timurlaut mendekati Tanggul Cincin 44.1
Berlanjutnya deformasi geologi (geological deformation) sebagaimana pertumbuhan suatu mud volcano yaitu mengalami perulangan interval (recurrent interval) runtuh seketika (sudden collapse), sehingga saat ini di sekitar pusat semburan telah membentuk morfologi kaldera (caldera morphology), yang merupakan daerah depresi (depression area) terhadap morfologi punggungan (ridge morphology) dari Pond Utama.

Gambar : Citra satelit dan foto lapangan memperlihatkan bukti lapangan pergeseran ‘Big Hole’ Lupsi ke arah timurlaut.

Gambar : Pusat semburan diambil dari Kanal Barat, memperlihatkan bahwa Semburan Lupsi membentuk suatu Kaldera merupakan daerah depresi, sedangkan Pond Utama didominasi oleh lumpur padu dan dingin membentuk morfologi punggungan (ridge) dengan arah utara-selatan, pada bagian timur dan barat merupakan sistem kanal dan selatan terdiri dari Intake 37 dan Basin-41.

Pond Utama sebagai bagian penting dari sistem pengendalian semburan dan luapan Lupsi, terutama didominasi oleh Lumpur padu yang massif. Di sisi barat adalah Kanal Barat yang menghubungkan pusat semburan dengan Intake 37, sedangkan sisi timur  terdapat Kanal Timur menghubungkan Kaldera Lupsi dan Pusat Semburan dengan Basin 41 di bagian tenggara.

Gambar : Citra satelit pengambilan tahun 2007 ditumpang tindihkan (overlay) dengan Oktober 2008, memperlihatkan pergeseran Tanggul Cincin yang optimal ke arah baratlaut.

Perubahan Karakteristik Pola Luapan Lupsi

Sejak kurang lebih dua bulan belakangan ini Lupsi yang diproduksikan di Pusat Semburan dan ditampung sementara di Kaldera, secara berkelanjutan dan nyaris tanpa henti dialirkan melalui sepasang overflow (keseluruhan terdiri dari 6 pipa besi) ke arah utara masuk ke dalam sistem Pond PerumTAS.
Keberlanjutan pengaliran melalui jalur yang salah tersebut, menunjukkan tingkat yang ‘sudah tidak berdaya’ yang mendalam, merupakan dampak nyata anjloknya unjuk kerjanya sampai hanya tersisa 20% saja. Sistem pemompaan yang ada saat ini mempunyai kapasitas mengantisipasi luapan Lupsi yang sangat rendah. Sehingga outlet di Kali Porong menunjukkan dominasi luaran air, selanjutnya Lumpur dingin dan Lumpur Panas nol.

Gambar : Perkembangan secara evolusi Pond Reno, angka memperlihatkan tahap pembangunan Tanggul yang mengelilinginya, yaitu: 1) Tanggul Utama T43 di barat-selatan, 2) Tanggul Reno 1-4, di barat-utara , 3) Tanggul Glagah di Utara, dan 4) Tanggul Reno Selatan, dan 5) Tanggul Luar Reno (sedang dalam pembangunan).

Masukan Lupsi ke Pond PerumTAS selanjutnya didistribusikan dengan pola sidemen kipas yang radial (radial fan shape sediment), yang dikontrol oleh tingkat kecepatan aliran (flow rate), kekentalan mencerminkan fragmen padu yang berbentuk membundar di kelilingi Lumpur cair, sedimen yang lebih kasar atau kental akan terakumulasi lebih dekat dari sumbernya (proximal), makin menjauhi sumbernya sediment Lupsi yang diangkut semakin encer dan cenderung mendorong air, gradien topografi yang secara alami mencari daerah yang relative rendah, serta mengikuti pola aliran (drainage pattern yang sebelumnya sudah ada).
Setelah memasuki paruh bulan ke 2 dari scenario pengaliran Lupsi ke utara (Pond TAS), maka dampaknya sangat signifikan dan sangat dahsyat, sehingga puncak level Lupsi di Pond TAS telah naik dengan cepat. 
Dampak langsung akan menyerang bagian-bagian disekitarnya yang lebih rendah atau ketinggian Tanggul-tanggul penahan Lumpur masih rendah, yaitu (Pond Marsinah di barat) dan ke arah timur.
Pemantauan secara intensif tanggal 17 November 2008, telah dapat merekam aliran arus pekat (density current) yang dahsyat yang melambung dari selatan ke arah timur laut, selanjutnya masuk ke Celah Reno.
Setelah pengaliran ke Pond Reno penuh (sementara), Tanggal 18 November dapat diamati aliran ke timur sudah melewati Celah Reno, selanjutnya bergerak ke utara menuju Pond TAS timurlaut.
Pengaliran Lupsi ke arah barat, terutama mengalir melingkar ke selatan, khususnya ke Pond Marsinah dan Siring, sehingga puncak level Lupsi sudah di atas counterweight. Untuk pengamanan dari Pond Marsinah telah dialirkan dengan overflow masuk ke Pond R-1 yang berada di sisi barat dari Tanggul Utama.
Kendala pada pengaliran Lupsi di dalam Pond Utama menggunakan sarana Kanal Timur dan Basin 41, sehingga selama dua bulan ini tidak terjadi pengaliran Lupsi ke Kali Porong.
Terbatasnya masukan Lupsi ke Kali Porong (terbatas air dari Pond Reno, Basin 41 dan Intake 37), dan adanya aliran Kali Porong dari hulu (glontoran), memberikan implikasi terhadap upaya normalisasi Kali Porong.
Momentum besarnya aliran Kali Porong, seolah-olah mubasir, karena rencana strategis untuk pengaliran Lupsi sebesar-besarnya ke Kali Porong menjadi tidak mencapai sasaran, karena terjadi hal di luar dugaan, yaitu menurunnya secara menyeluruh kinerja Lapindo, termasuk misi untuk mengalirkan Lupsi dari Pusat Semburan ke Kali Porong.
Perubahan Deformasi Geologi
Berlanjutnya semburan Lupsi telah memicu berlanjutnya deformasi geologi, yaitu patahan, rekahan, penurunan (sag-like subsidence sampai  sudden collapse) di sekitar pusat semburan, dan di sekitar PAT dengan intensitas berbeda-beda.

Gambar : Deformasi geologi di pusat semburan didominasi oleh sudden collapse, telah diidentifikasikan tiga interval perulangan (recurrent interval) yang memicu perkembangan deformasi Kaldera Lupsi.
Bubble dan subsidence pada bulan November telah menyerang Tanggul Siring-Osaka, bahkan bubble di Siring (Tugu Kuning) telah terbakar dan memakan waktu untuk memadamkannya.

Hal-Hal yang Perlu Mendapatkan Perhatian Khusus (special concern ant attention)

Beberapa hal yang perlu dengan focus langkah kontijensi bencana pada situasi krisis jangka pendek yaitu:

Gambar : Contoh aktual penanggulan di Renokenongo terganggu oleh bangunan warga yang terus dipertahankan pemiliknya, ketika pembayaran tahap 20% belum diterima.

Perlunya disediakan landasan hukum untuk mendukung kontijensi bencana, potensi meluas PAT di sektor Reno:
Sehubungan Bapel BPLS telah melakukan respon cepat, guna kontijensi bencana, dalam rangka mengantisipasi meluasnya Peta Area Terdampak di sektor timur (Renokenongo). Yaitu dengan memasang (installing) dan mengoperasikan sistem pompa booster beserta subsistem penunjangnya, dan saat ini telah berhasil dalam tanggap darurat mengatasi meluasnya PAT. Sehingga langkah terobosan yang inovatif tersebut kiranya perlu disediakan landasan hukum yang relavan. Disamping itu perkiraan keadaan kedepan (future estimation) menunjukkan bahwa Pond Reno akan menjadi pusat kegiatan utama (main centre of activity) sebagai pendukung (back up) sistem utama pengaliran Lupsi di dalam Tanggul Utama ke Kali Porong.

Berpotensinya Tanggul Cincin Runtuh:

Evaluasi terhadap perkembangan akhir-akhir ini baik terhadap aspek pengendali mekanisme alami (naturally driving force mechanism) yaitu karakteristik semburan (eruption characterization), di korelasikan dengan kemampuan Lapindo untuk memelihara/mengantisipasinya, telah disimpulkan bahwa pada skenario terburuk (the worst scenario) Tanggul Cincin akan/dapat runtuh. Perlu dipertegas posisi Pemerintah (Bapel BPLS) apakah akan tetap memposisikan diri terbatas memainkan peran sebagai pengawas dan pengendali terhadap upaya penanggulangan semburan dan luapan Lupsi oleh Lapindo. Sehingga tidak  melakukan sesuatu yang nyata (do real nothing). Atau pada tahap kontijensi bencana, apakah Bapel BPLS akan melakukan sesuatu (do something).
Perlu ada suatu kesamaan dan kesatuan evaluasi teknis terhadap potret penanggulangan semburan dan panganganan luapan Lupsi saat ini dan masalah mendasar antara Bapel BPLS (pengawas dan pengendali) dengan Lapindo (pelaksana). Agar proyeksi dan kontijensi bencana terhadap skenario terburuk yaitu tanggul cincin runtuh dapat diantisipasi secara komprehensif dan integral.

Pengaliran Lupsi ke utara secara berkelanjutan selama 2 bulan memberikan skenario terburuk PAT meluas:

1) Suatu fakta lapangan bahwa setelah memasuki durasi ~2 bulan, Lapindo cenderung sudah ‘tidak berdaya’ lagi untuk mengembalikan pengaliran Lupsi ke jalan yang benar (the right track) yaitu dari Pusat Semburan ke selatan melalui Tanggul Utama; 2) Pond PerumTAS telah menerima pasokan (supply) Lupsi dalam jumlah yang dahsyat, dan mempertimbangkan bahwa sekali masuk ke Pond Utara sebagai suatu cekungan tertutup (enclosed basin) maka tidak dirancang untuk dialirkan ke selatan (Kali Porong); 3) Suatu realitas di lapangan, bahwa Pusat Semburan telah membentuk konfigurasi suatu kaldera yang luas (large caldera configuration), sehingga mempunyai rasio kesulitan yang lebih besar untuk mengalirkannya Lupsi ke selatan, karena gradien topografi cenderung berbalik arah (reverse direction) condong ke utara (dipping to North) daripada arah sebelumnya (jalur yang benar) ke selatan, 4) Bila tidak segera diambil langkah-langkah komprehensif baik tataran kebijakan operasional karena menyangkut aspek nonteknis, maupun menerapkan paradigma dan strategi pengaliran baru (a new paradigm and strategy for Lupsi flow), dikhawatirkan dapat/akan terlambat (to late) untuk mengantisipasi potensi meluasnya PAT yang dikendalikan dari pemicu terlampauinya daya dukung (carrying capacity) dari Pond PerumTAS untuk menampung aliran Lupsi tanpa henti dari Kaldera Lupsi (Pond Utama).

Peningkatan Kewaspadaan Ketahanan Tanggul Siring
Semakin meningkatnya pengaliran Lupsi ke Pond TAS yang selanjutnya didistribusikan ke arah Barat ke Pond Siring, secara langsung akan mengancam daya dukung Tanggul Siring menghadapi tekanan horizontal (horizontal stress) dengan semakin meningkatnya volume Lupsi di sekitar Tanggul Siring-Osaka. Padahal tanggul lingkar luar Jatirejo-Siring-Osaka-Ketapang memegang peran kunci sebagai benteng terakhir menjaga meluapnya Lupsi yang dapat menyerang infrastruktur umum jalan arteri dan rel kreta api yang menghubungkan kota-kota Surabaya-Malang.
Dampak pembebanan Lupsi (loading effect) akan memicu terjadinya deformasi geologi (geological deformation) antara lain yang menonjol adalah penekanan pada akuifer dangkal (shallow aquifer pressure) sehingga mengakibatkan terjadinya bubble disertai semburan gas metan;
2)     Terhadap perjalanan waktu bubble-bubble di Pond Siring telah berpropagasi ke arah barat (westward propagation), sehingga bubble yang terbaru berkembang berlokasi di dekat, bahkan berada di bawah Tanggul Siring. Salah satu bubble di dekat Tugu Kuning telah terbakar, sehingga memerlukan waktu beberapa hari untuk memadamkannya.

Gambar : Bubble di Pond Siring Timur yang secara kronologis pembentukkannya telah bergeser ke arah barat.

Tim Reaksi Cepat Deformasi di bawah jajaran Deputi Operasi, patut disiagakan untuk menghadapi terulangnya dan periodesasi intensitas bubble di sektor Siring, yang cenderung berfluktuatif. Tim reaksi cepat Deformasi, ke depan perlu ditingkatkan pada fungsi penyelamatan (Rescue function). Sehingga perlu ditingkatkan aspek: 1) pemberdayaan SDM (human resources empowerment), 2) peningkatan keterampilan (improvement skill), dan Iptek, 3) peningkatan kelembagaan dengan fungsi ‘rescue’ dari bagian (Health, Safety, and Environment HSE), dan 4) tiba saatnya dilengkapi dengan sarana mobil pemadam kebakaran sebagai tandem dari mobil ambulance yang dalam waktu dekat ini akan operasional.
Hasil Debat Lupsi pada Pertemuan Internasional AAPG terkait penyebab dan pemicu Lupsi:
Hasil penting dari even Debat (debate event) Lupsi di pertemuan AAPG 28 Oktober 2008 dengan tema ‘Lupsi dipicu gempabumi  atau pemboran (drilling)’: 1) dengan mekanisme voting yang tidak umum, Lupsi dipicu oleh pemboran sumur Banjarpanji-2 telah mendapatkan suara mayoritas; 2) hasil voting tersebut lebih bersifat ‘defecto’ daripada ‘de juree’ di Indonesia; 3) namun dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk menekan Pemerintah agar mengaktualisasikan Perpres 14/2007 khususnya terkait tanggungjawab Lapindo yang lebih besar lagi; 4) hasil signifikan adalah terhimpunnya data dan informasi bawah permukaan sebagai baselines terkait upaya penanggulangan semburan dan antisipasi deformasi geologi sebagai dampak langsung semburan Lupsi.
Perlunya pengamanan instalasi strategis Pompa Booster
1) Sistem pompa booster telah dan akan memegang peran strategis (strategic role) baik saat ini pada tahap kontijensi bencana ‘Pond Reno’. Maupun ke depan, untuk mengantisipasi ‘ketidakberdayaan Lapindo untuk mengalirkan Lupsi ke selatan’; 2) Lokasi sistem pompa booster saat ini bersifat ‘open access’ berada di luar Pond Utama (bersifat close access). Sehingga sangat mudah untuk dicapai oleh semua pihak (termasuk masyarakat umum); 3) Areal dari obyek vital pompa booster tersebut sangat berdekatan dengan lokasi Desa Renokenongo dan Besuki Timur. Merupakan desa-desa yang dalam kirka sangat berpotensi sebagai pemicu terjadinya gejolak sosial kemasyarakatan, dikaitkan dengan Perpres 14/2007 (Renokenongo) dan Perpres 48/2008 (Desa Besuki Timur); 4) Bapel BPLS yang saat ini harus fokus menjalankan misi kontijensi bencana, belum mempunyai satuan keamanan khusus (special security unit) yang dirancang untuk pengamanan obyek vital BPLS (disebut PamObvit BPLS); 5) Perlu segera disusun suatu konsep (concept formulation) dan implementasi sistem pengamanan obyek vital BPLS secara menyeluruh dan khususnya sistem pengamanan Obyek Vital pompa booster BPLS. Dengan memberdayakan (empowerment) peran Pam Internal (internal security), dan berkoordinasi dengan jajaran Polri dan TNI yang relevan dalam menghadapi skenario peningkatan eskalasi terhadap potensi ancaman dan gangguan yang mungkin terjadi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar