DINAMIKA PENANGGULANGAN LUPSI NOVEMBER-DESEMBER 2008
MITIGASI BENCANA: LANGKAH DARURAT ATAS ANCAMAN LUPSI
KE LUAR PETA AREA TERDAMPAK (PAT)
Benang
Merah Penetapan Kondisi Kritis dan Langkah Nyata Kontijensi Bencana
Fokus
Laporan Kemajuan pada kondisi Kontijensi Bencana
Dinamika
LUSI Desember 2008 masih diwarnai oleh isu aktual/kritis, yaitu Mitigasi Bencana: Langkah darurat atas ancaman Lupsi ke luar
Peta Area Terdampak 22 Maret 2007. Skenario mitigasi bencana ditempuh
pasca terjadinya perubahan mendasar (fundamental
changes), dalam tataran implementasi Sistem Penanggulangan Lumpur Panas Sidoarjo.
Secara
keseluruhan (the overall) kemampuan
dan kinerja Lapindo sebagai proses masukan (input
process) finansial telah mengalami degradasi (degradation). Sampai pada titik kritis terendah (the lowest of critical points).
Musim
hujan dalam catatan sejarah terjadinya tanggul jebol
Dinamika
Lusi pada bulan Desember 2008 merupakan bagian dari awal musim penghujan (rain session). Dimana dari catatan
sejarah (historical record) debit
hujan yang tinggi, sangat berpotensi mengancam scenario terburuk yaitu jebolnya
tanggul penahan Lumpur, sehingga Lupsi dapat membanjiri atau menggenangi daerah
sekitarnya.
Gambar : Integrasi Sistem Penanggulangan Lupsi dan Alur Pikir
Penanggulangan Bencana Lupsi (dikontribusikan H. Prasetyo 2008).
Disamping
itu, skenario hujan dengan frekuensi (seringnya terjadi hujan) dan intensitas
tinggi (debit curah hujan) bagi seluruh pekerja lapangan (field workers) menjadi hal yang menakutkan (nightmare) dari seluruh jajaran di lapangan, karena dapat
mengancam keamanan tanggul terhadap dampak tekanan berlebih (overpressure) maupun erosi pada dinding
tanggul. Disamping itu yang tidak kalah pentingnya dalam memberikan dampak
negatif adalah akses jalan di tanggul yang keseluruhan dibuat dari timbunan
sirtu, tidak cukup ampuh dalam menerima beban dari kendaraan berat yang
melintas di atasnya.
Penetapan
dan Langkah Kondisi Kritis
Evaluasi
dan analisis kebijakan (policy evaluation
and analysis) secara menyeluruh terhadap misi nasional penanggulangan bencana
Lupsi menyimpulkan, bahwa telah berkembang suatu kondisi atau kerangka baru (new condition or framework).
Gambar: Penyederhanaan
Sistem Penanggulangan Lupsi mencakup proses masukan (input process), aset dasar
(main asset), proses perubahan (change process), dan luaran serta outcome
(dikontribusikan Prasetyo 2008).
Potensi
ancaman ditimbulkan terutama dari sumber pengendali mekanisme bencana (disastrous driving force mechanism)
Lupsi, yaitu semburan dan luapan dari suatu mud volcano.
Gambar :Alur
Pikir Penanggulangan Bencana Lupsi termasuk aspek: 1) kondisi awal dari Lupsi,
2) alternatif penyebab dan pemicu, 3) Bencana semburan Lupsi mud volcano, 4)
dampak sosial kemasyarakatan dan lingkungan, 5) dampak ekonomi dan
infrastruktur; 6) Institusi Pemerintah Timnas-BPLS, 7) Misi Nasional Penanggulangan
mencakup upaya penanggulangan semburan, penanganan luapan Lupsi, penanganan
masalah sosial kemasyarakatan, penanganan dampak infrastruktur.
Gambar
: Pokok-pokok
perubahan Perpres 14/2007 sebagai basis penyusunan Perpres 48/2008
Implikasi
Sampai
saat ini dengan masih tingginya potensi ancaman yang dapat ditimbulkan oleh semburan
dan luapan Lupsi. Sebagai konsekuensi bahwa Lupsi merupakan fenomena alam (natural phenomenon) berwujud suatu
gunung lumpur (mud volcano). Sehingga
dari waktu ke waktu akan selalu mengalami perubahan yang dinamis (dynamic changes), dikendalikan oleh
mekanisme dari dalam perut bumi (the
interior of the Earth). Maupun faktor alami lainnya yang menonjol, secara
eksternal antara lain dari atmosfera, yaitu tingginya curah hujan.
Di
sisi lain, pada aspek kelembagaan (institutional
aspect) merupakan bagian proses masukan lainnya, secara keseluruhan terjadi
penurunan yang signifikan terhadap kemampuan keuangan dan unjuk kerja Lapindo.
Sehingga
rasio antara potensi ancaman yang berpeluang terjadi, dengan kemampuan Lapindo untuk
mengantisipasi ancaman tersebut menjadi sangat besar (rasio potensi
ancaman/kemampuan antisipasi = >1). Pada skenario terburuk (the worst scenario) sangat berpotensi
dapat menimbulkan bencana baru (new
disastrous), yaitu meluasnya Peta Area Terdampak 22 Maret 2007.
Kecenderungan perkembangan baru ini selanjutnya diklasifikasikan sebagai suatu situasi
‘Krisis’ multi dimensi (multi dimensional
crisis).
Hal
yang perlu mendapatkan perhatian (concern),
adalah upaya dan langkah mitigasi oleh Bapel BPLS dihadapkan pada situasi kritis
yang diliputi ketidakpastian (uncertainty),
sehubungan belum tersedianya landasan hukum terkait. Hal ini sekaligus
merupakan kendala dan tantangan baru di tingkat kebijakan operasional (operational policy).
Landasan
hukum yang tersedia saat ini sebagai landasan tataran kebijakan nasional yaitu Peraturan Presiden No. 14 tahun 2007 dan atau
Perpres No. 48/2008, tidak memberikan ruang bagi BPLS untuk melakukan
langkah-langkah operasional baik di dalam Pond Utama, terkait upaya
penanggulangan semburan dan luapan Lumpur. Maupun di dalam wilayah Peta Area
Terdampak 22 Maret 2007, dimana Lapindo mempunyai tanggungjawab finansial dan
operasional untuk menangani masalah sosial kemasyarakatan dengan mekanisme jual
beli lahan dan bangunan warga dengan pembayaran secara bertahap (20% dan 80%).
Sebagai
perbandingan acuan kebijakan nasional adalah Perpres No. 48/2008 tentang
perubahan atas Perpres 14/2007, yang secara khusus telah memberikan landasan
hukum bagi Bapel BPLS untuk melaksanakan penanganan masalah sosial
kemasyarakatan bagi 3 desa yaitu Desa-desa Besuki, Pejarakan dan
Kedungcangkring yang berlokasi di luar Peta Area Terdampak 22 Maret 2007, dalam
rangka meningkatkan efisiensi pengaliran Lupsi ke Kali Porong.
Langkah
kontijensi Bencana
Atas
dasar pertimbangan mencegah meluasnya PAT, maka walaupun belum ada landasan
hukum terkait, namun Bapel BPLS telah melakukan langkah terobosan mitigasi
bencana. Dimana secara faktual dalam jangka pendek telah melakukan langkah
tanggap darurat sehingga, sebegitu jauh berhasil mengatasi potensi meluasnya
PAT di sektor Renokenongo. Dengan demikian, untuk keberhasilan mitigasi bencana
Lupsi hingga jangka menengah dan panjang, dipandang perlu Pemerintah segera menyediakan
landasan hukum terkait.
Gambar : Tema Perubahan Signifikan, Penanggulangan Lupsi pada
paparan Waka BPLS pada Rakor dipimpin MESDM, menggambarkan salah satu upaya
menerobos kebuntuan yaitu blokade oleh warga untuk membangun Tanggul Reno,
sebagai salah satu kontijensi bencana, sehubungan Lupsi terus dialirkan ke
utara oleh Lapindo.
Langkah-langkah Operasinal kondisi Mitigasi
Bencana
Bapel
BPLS telah melakukan suatu respon cepat (quick
response) sebagai langkah dan upaya nyata (do something) jangka pendek dan bersifat mitigasi bencana, dengan
rasionalisasi, hasil (results) dan
kemajuan (progress) sebagai berikut:
Pemilihan
opsi do something:
Bapel
BPLS tidak dalam posisi untuk memilih opsi tidak berbuat sesuatu (do nothing), dan berpangku tangan
melihat kondisi kritis di depan mata, yang sangat berpotensi mengancam meluasnya
PAT dapat terjadi dalam waktu yang singkat.
Namun
sebaliknya telah memilih opsi untuk melaksanakan sesuatu (do something) yaitu merupakan langkah kontijensi bencana. Dengan terlebih
dahulu diawali dengan proses melaporkan, mengkoordinasikan selanjutnya mendapatkan
dukungan moral (moral support) dari DP
BPLS Jatim, dan Ketua/Wakil Ketua DP BPLS.
Kesimpulan
evaluasi upaya semburan
Kesimpulan
penting adalah kondisi keseluruhan yang berlangsung sangat berpotensi mengancam
ketahanan tanggul cincin, sampai pada skenario terburuk runtuh. Disamping itu
kinerja Lapindo untuk memelihara Tanggul Cincin dinilai telah anjlok secara
drastis.
Perubahan
mendasar adalah Pusat Semburan terus mengalami tahapan sag-like subsidence sampai runtuh seketika (sudden collapse), sehingga rencana strategi lama yang akan
membangun kawah Lupsi (Pusat Semburan) sampai mencapai elevasi ketinggian 21m
menjadi hal yang tidak realistis lagi. Sehingga diperlukan suatu Paradigma
Baru.
Kesimpulan
evaluasi penanganan luapan
Lebih
dari 2 bulan tanpa jeda, Lupsi terus dialirkan melalui overflow 44.2 dari Kaldera Lupsi (Pond Utama) ke utara (Pond TAS)
selanjutnya menyebar ke barat (Pond Marsinah-Siring), dan ke timur (Pond
Renokenongo).
Perubahan
drastis berkembangnya Kaldera Lupsi, menyebabkan sistem pengaliran melalui
Kanal Barat ke Intake menjadi lumpuh (idle).
Demikian pula opsi baru melalui Kanal Timur ke Basin 41, mempunyai rasio
kesulitan yang tinggi. Karena gradien topografi (topographic gradient) antara Kaldera dan Basin 41 kurang
signifikan, sehingga harus ada suatu inovasi dan terobosan baru (new innovation and breakthrough).
Kesimpulan
fakta lapangan potensi meluas PAT di sektor Timur (Renokenongo)
1)
Lapindo terus mengalirkan Lupsi ke Utara; 2) Tanggul Reno (T4 lingkar dalam)
telah runtuh; 3) Berkembangnya Celah Reno (Reno Gap) dan masukan air telah
memperluas Cekungan Reno (Reno Basin); 4) Perhitungan ekonomi dan teknik
menyimpulkan tanggul tidak dapat dipertahankan, dan keputusan untuk membangun
Tanggul lingkar luar Reno-Glagaharum (utara-selatan); 5) Bila terlambat dalam mengantisipasi,
maka aliran Lupsi yang masuk dari Pond TAS sebagai media antara, ditambah
masukan (influx) dari air hujan
melalui Celah Reno ke Pond Reno, akan memicu Lupsi meluas ke arah timur dan
tenggara dari PAT; 6) skenario terburuk lainnya, Tanggul Reno (T-1-4) bisa
mengalami runtuh kembali (sudden
collapse). Bila benar-benar terjadi sangat mungkin disertai dengan
gelombang Lumpur panas (seperti efek tsunami) yang mengarah ke timur.
Gambar : Rekaman fakta lapangan memperlihatkan Lupsi dengan
deras mengalir dari overflow ke melambung kea rah utara sejajar Tanggul Reno
(1-4)
Keputusan
dan kebijakan operasional:
Walaupun
mendapatkan penolakan warga sehubungan belum dituntaskannya pembayaran cash and carry tahap 20% terhadap warga Renokenongo
dan Glagaharum. Namun pembangunan tanggul Reno harus dimulai, atau akan kalah
cepatnya dengan tingkat ekspansi luapan Lupsi yang masuk ke Celah Reno.
Pengalaman
serupa dalam pembangunan Tanggul Siring dan Tanggul Osaka-Ketapang yaitu
strategi ‘Hit and Nego (negotiation)’,
dan ‘Hit and Run’ yang telah melampaui tahap learning by doing dengan rasio keberhasilan terukur, akan digunakan
sebagai acuan taktik dan strategi di lapangan.
Perkembangan
baru bahwa Luapan Lupsi akan menempuh jalur baru ke timur (Pond Reno)
1)
Fakta lapangan menunjukkan bahwa Lapindo
tidak berdaya untuk mengembalikan aliran Lupsi ke selatan;
Gambar : Pengerjaan
secara darurat band wall Tanggul Reno, setelah tanggal 18 November mengalami
overtopping, sehingga air menggenangi desa di sebelah tenggaranya namun masih
dalam PAT.
2)
Sehingga Lupsi yang dialirkan ke utara masuk dengan flow rate yang tinggi ke dalam Pond Reno; 3) Pond Reno yang baru
dibangun tahap awal, kembali telah mendapatkan penolakan dari warga
(diblokade). Sehingga kecepatan masuk Lupsi (rate
of inflow) ke Pond Reno tidak sebanding dengan kecepatan penyiapan daya tampungnya;
4) Karena Pond Reno Baru mempunyai gradien topografi yang relatif rendah, maka
dalam waktu yang tidak lama, Lupsi mengisi Pond Reno, sekaligus akan mendesak secara
lateral ke arah selatan; 5) Tanggal 17 November, karena meningkatnya aliran
Lupsi ditambah masukan air hujan maka air ke Pond Reno telah melimpas. Sehingga
menggenangi daerah di tenggara Pond Reno (di dalam PAT), selanjutnya telah
dilakukan langkah darurat untuk mengatasi overtopping
dengan membuat band wall sementara
(darurat) yang dilaksanakan dengan metoda kanibal (cannibal), yaitu sirtu yang digunakan diambil dari bagian Tanggul
sendiri; 6) Operasi tanggap darurat tersebut selanjutnya merupakan titik balik (Point of Return), digunakan sebagai
momentum untuk melanjutkan rehabilitasi dan pembangunan kembali Tanggul
Reno-Glagaharum. Kejadian melimpasnya Lupsi di sektor timur Pond Reno, sekaligus
juga telah memperkuat perkiraan keadaan (Kirka) bahwa potensi ancaman meluasnya
PAT ke arah timur (Reno) bukan merupakan wacana lagi, tapi menjadi kenyataan!
Gambar : Kondisi Tanggul di sisi utara Celah Reno, hanya dalam
hitungan 2 hari telah lenyap, sebagai implikasi dahsyatnya aliran gaya berat
(gravity flow) Lupsi ke arah timur-timurlaut.
Tantangan
dan Peluang Baru Penanggulangan Lupsi
Mau
tidak mau, suka tidak suka, sebagai tantangan baru adalah bagian selatan Pond
Reno akan lebih mendapatkan tekanan pengaliran Lupsi. Yang secara estafet Lupsi
dari tempat sumbernya (source area)
di Kaldera (Pond Utama) mengalir ke Pond PerumTAS, selanjutnya masuk ke Pond
Reno, didesak ke arah selatan. Di sisi lain sebagai suatu peluang baru, yaitu untuk mengalirkan Lupsi langsung yang masuk ke
Pond TAS dan Pond Glagaharum ke kali Porong.
Gambar : Kondisi Aliran Lupsi yang pada tanggal 17 November
masuk ke dalam Celah Reno selanjutnya ke Pond Reno, pada tanggal 19 November,
Aliran melewati Celah Reno terus ke utara, untuk diendapkan di bagian timur
Pond TAS (barat Pond Glagah).
Langkah
Mitigasi Bencana:
1)
Pembangunan Pond Reno harus dirampungkan sesuai rencana mencapai elevasi +11m.
Simultan dengan itu, untuk mengantisipasi penolakan warga Reno, maka Lapindo
harus menuntaskan pembayaran cash and
carry tahap 20%; 2) Sistem pompa booster harus segera dipasang dan
dioperasikan untuk berpacu meningkatnya muka Lupsi atau air di Pond Reno, dengan
memanfaatkan keberadaan pipa gas Pertamina. Beroperasinya pompa booster secara
sistem merupakan komplemen (complement)
dari sistem utama (main system)
pengaliran Lupsi. Sebagaimana yang diamanatkan Perpres14/2007, yaitu Lupsi
dialirkan ke selatan melalui Tanggul Utama sampai ke Kali Porong, yang
dilaksanakan oleh Lapindo; 3) Langkah mitigasi bencana, diperkuat oleh fakta-fakta
terpadu lainnya yang sangat meyakinkan yaitu terjadi skenario potensi meluasnya
bencana Lupsi ke luar PAT; 4) Langkah ‘do
something’ tersebut sangat rasional dan terpaksa untuk terus dilaksanakan,
sambil mendorong Lapindo untuk ‘recovery’
mengembalikan aliran Lupsi ke Kali Porong. Disamping yang tidak kalah
pentingya adalah sambil menunggu datangnya landasan hukum terkait dari
Pemerintah.
Gambar
: Alur Pikir Potensi Ancaman Melimpas Pond Reno.
Hasil signifikan
Fokus
pada Respon cepat kontijensi bencana dan implikasinya
Gambar : Langkah mitigasi bencana Lupsi oleh Bapel BPLS,
pemasangan sistem Pompa Booster dan pendukungnya di pojok tenggara Pond Reno,
untuk mengantisipasi berlanjutnya Lapindo mengalirkan Lupsi ke utara (Pond TAS)
sekaligus mengindikasikan tidak berdayanya Lapindo mengalirkan kembali Lupsi ke
jalur yang benar (the right track) yaitu ke
Kali Porong.
Beberapa
langkah strategis dan operasional yang dihasilkan yaitu: 1) Telah dipantau (monitoring), dianalisis (analysis), diidentifikasikan (identification), dirumuskan (formulation), selanjutnya dilaporkan (reporting) situasi kritis (critical situation) kepada institusi yang
secara struktur organisasi (organization
structure) berada di atas Bapel BPLS;
2) Tanggul
Reno telah dibangun, namun beberapa saat kemudian kembali mendapatkan penolakan
warga sehingga terhenti beberapa saat. Dengan momentum air telah overtopping dan sangat membahayakan
warga di sekitarnya, sehingga Pond Reno mulai terbentuk (setelah temu gelang) dan
terus dilanjutkan pembangunannya, hingga saat ini telah mencapai elevasi
sekitar 5-5,5 m dari target elevasi 11m;
3) Sistem
pengaliran Lupsi dengan pompa booster telah berhasil secara berkelanjutan
memompa Lupsi (air dan lumpur panas) dari Pond Reno. Sistem pengaliran dalam
kondisi kontijensi bencana ini, terdiri dari rangkaian (series) pompa booster (terdiri dari 3 pompa dipasang secara tendem) dan sebagai pendukung
pompa lumpur (mud pump), dengan
memanfaatkan pipa gas Pertamina (sudah tidak berfungsi), dengan outlet di sisi barat dari jembatan Tol.
Sehingga
kombinasi kegiatan antara pembuatan Tanggul Reno yang terus berlanjut dengan
pemompaan Lupsi secara berlanjut, maka sebegitu jauh kecepatan aliran Lupsi
yang masuk ke dalam Pond Reno dapat diimbangi.
Dalam jangka
pendek tanpa skenario masukan air hujan dengan debit yang luar biasa, mitigasi
bencana di sektor Reno dapat diimplementasikan dengan rasio keberhasilan cukup
bermakna.
Untuk
skenario jangka menengah dan panjang (berubah status menjadi sistem regular) sistem
pompa pengaliran Lupsi di Reno harus ditingkatkan, yaitu dengan: 1) Dilengkapi dengan landasan hukum;
2) Penetapan fungsi dan status jangka menengah panjang dalam tatanan (framework) Sistem Pengendalian Semburan
dan Luapan Lupsi dikaitkan dengan tanggungjawab Lapindo dalam mengalirkan Lupsi
ke Kali Porong; 3) Penyempurnaan kehandalan sistem termasuk penambahan pompa
booster; dan 4) Kepastian sumber pendanaan (financial
sources) untuk pengoperasian secara berkelanjutan.
Pembangunan
Pond Tanggul Baru di Besuki: Meningkatkan efisiensi pengaliran Lupsi ke Kali
Porong
Sebagai
tindaklanjut Perpres 48/2008, dan bersamaan dengan dideklarasikannya bahwa pengendalian Lupsi berada pada kondisi
kritis. Pada pertengahan bulan November 2008, ‘Tanggul Besuki’ yang
berlokasi di selatan Tanggul Utama dan di luar PAT telah mulai dibangun. Diawali
dari sisi timur (Jalan Tol), terus bergerak ke barat menuju bagian timur spill way. Diharapkan kedepan upaya
peningkatan efisiensi pengaliran Lupsi akan dapat direalisasikan. Untuk itu
diperlukan terbangunnya suatu kondisi yang sinergis (synergy condition) dan terintegrasi dengan sistem pengaliran yang
telah ada, yaitu: 1) Pengaliran Lupsi dari Pusat Semburan di Pond Utama menuju
selatan melalui Kanal Timur, dengan sasaran antara di Basin 41, sesuai Perpres
14/2007, dan 2) Pengaliran Lupsi dalam rangka kontijensi bencana, menggunakan
sistem pompa booster dari bagian tenggara Pond Reno ke Kali Porong.
Normalisasi
Kali Porong ditengah wacana Skenario Banjir
Tanggal
4 November tercatat sebagai suatu perubahan baru, dimana aliran Kali Porong dari
daerah hulunya (upstream) telah
mencapai intensitas di atas 150 m3/detik. Selanjutnya telah berhasil
menghanyutkan akumulasi sedimen Lupsi padu, dengan terlebih dahulu dilakukan
proses agitasi (agitation processes) menggunakan
alat berat yaitu 14 excavator-pontoon.
Seiring
dengan perjalanan waktu (awal November-Desember), dimana aliran Kali Porong
dari hulu terus meningkat hingga mencapai >350m3/detik, dan tidak memberikan
dampak negatif (negative impact) yaitu
banjir atau mengerosi sisi dinding tanggul sungai, maka secara perlahan namun
pasti, intensitasnya kekhawatiran masyarakat yang demikian mendalam terhadap
skenario bencana banjir telah berkurang.
Gambar : Perubahan kondisi Kali Porong antara 31 Oktober -4
November 2008 setelah dilakukan agitasi, bagian dari normalisasi Kali Porong.
Suatu
fakta bahwa pada awal Desember 2008 ketika arus Kali Porong kembali ke pulsa
siklus aliran kecil (low flow rate)
<100 m3/detik, maka sedimen Lupsi padu masih yang masih tersisa di badan
aliran sungai kembali diagitasi dan teronggokan di permukaan sungai untuk
selanjutnya dihanyutkan saat aliran sungai pada skenario tinggi.
Namun,
secara umum kondisi akumulasi sedimen Lupsi yang masif (massive
sediment) sampai pada bulan Oktober 2008, telah dapat dikurangi dengan
signifikan. Sehingga dengan perjalanan waktu dan peningkatan aliran arus Kali
Porong, diharapkan normalisasi Kali Porong dapat mendekati target yang telah
ditentukan.
Sebagai
bagian penting dari misi normalisasi Kali Porong (normalization mission), operasi kapal-kapal keruk (dredger) di muara Kali Porong dibarengi
dengan tahapan reklamasi pantai (coastal
reclamation) terus berjalan. Sebegitu jauh tanpa memberikan dampak negatif yang
signifikan terhadap tatanan zona pesisir (coastal
zone framework).
Tanggal
17 November tercatat sebagai suatu hal penting, karena pada hari itu
konsentrasi air di Pond Reno (masih sementara) telah melimpas. Kondisi tersebut
memicu warga desa sekitarnya (di luar warga Reno) telah mendukung Bapel BPLS untuk
melakukan langkah tanggap darurat. Antara lain dengan untuk meninggikan band wall Tanggul, yang sebelumnya telah
lebih dari 2 minggu diblokade warga Renokenongo. Tanggal 18 November 2008, telah
digunakan sebagai momentum oleh Bapel BPLS untuk melakukan revitalisasi (revitalization) tanggul yang dilimpasi
air. Sekaligus untuk melanjutkan pelaksanaan peninggian Tanggul Reno, sesuai
rencana sebelumnya yang terus tertunda.
Gambar 7. Perkembangan
Proses Jual Beli 3 Desa, berdasarkan Peraturan Presiden No. 48/2008
Peresmian
penggunaan Pos Pemantau Deformasi Geologi
Pada
tanggal 26 November telah diresmikan oleh Kepala Bapel BPLS Penggunaan Posko
Pemantau Deformasi Geologi (disebut Posko Deformasi) untuk menangani fenomena
deformasi geologi mencakup bubble terutama
dengan semburan gas metan, subsidence,
patahan dan retakan).
Posko
Deformasi tersebut berlokasi strategis di pintu masuk akses jalan tanggul R-1 sebelah pintu rel kreta api Siring (bekas
markas Koramil), akan digunakan oleh Tim Reaksi Cepat (Quick Response Team) Deformasi di bawah jajaran Deputi Operasi
untuk melakukan monitoring dan
penanganan dampak deformasi geologi. Terutama yang menonjol adalah bubble
disertai semburan gas metan yang mudah terbakar dan membahayakan kesehatan
warga. Dengan dimensi kewilayahan di luar PAT.
Pada
acara peresmiaan penggunaan Posko Deformasi tersebut juga telah
didemonstrasikan pemanfaatan gas metan dari sumber bubble yang ada di bawah
Tanggul Siring (sektor Tugu Kuning).
Hasil
signifikan, sebegitu jauh langkah nyata penanganan bubble yang terjadi di Luar
PAT, telah berhasil menurunkan intensitas isu bubble dengan gas. Khususnya
dalam kaitan dengan hasil evaluasi kelayakan hunian dari 3 Desa dimana 9 RT
diantaranya telah dinyatakan tidak layak
huni oleh Tim Independen (independent team) yang dibentuk oleh Pemprov Jatim.
Kondisi Penanggulangan Lupsi
Perubahan
Karakteristik Semburan Lupsi
Sampai
pada durasi bulan ke 30 dari saat dilahirkannya, Lumpur panas Sidoarjo (Lupsi)
sebagai suatu mud volcano yang paling
cepat tumbuh di Dunia ini, masih berlanjut dengan nyaris tanpa perioda berhenti
menyemburkan Lumpur, air dan uap dengan flow rate ~100.000 m3/hari, temperatur
di permukaan antara 80-100o C.
Gambar:
Perubahan mendasar Pusat Semburan yaitu: 1) semburan tipe ‘geyser’ dengan kick
dan gelombang, 2) berlanjut terjadi subsidence, 3) Secara umum, Tanggul cincin
sejak tahun 2007 bergeser ke baratlaut, dan ‘big hole’ pada Oktober bergeser ke
timurlaut mendekati Tanggul 44.1, dan 4) terjadi dampak ikutan radial
subsidence di Pond PerumTAS di utaranya.
Pola
semburan Lupsi menyerupai ‘geyser’
dengan kick disertai gelombang (wave) cenderung meningkat signifikan. Sementara
itu pusat semburan atau ‘big hole’
menunjukkan kecenderungan baru (new
trend) yang lebih banyak bergeser ke arah timurlaut mendekati Tanggul
Cincin 44.1
Berlanjutnya
deformasi geologi (geological
deformation) sebagaimana pertumbuhan suatu mud volcano yaitu mengalami perulangan interval (recurrent interval) runtuh seketika (sudden collapse), sehingga saat ini di
sekitar pusat semburan telah membentuk morfologi kaldera (caldera morphology), yang merupakan daerah depresi (depression area) terhadap morfologi
punggungan (ridge morphology) dari
Pond Utama.
Gambar
: Citra satelit dan
foto lapangan memperlihatkan bukti lapangan pergeseran ‘Big Hole’ Lupsi ke arah
timurlaut.
Gambar : Pusat semburan diambil dari Kanal Barat, memperlihatkan
bahwa Semburan Lupsi membentuk suatu Kaldera merupakan daerah depresi,
sedangkan Pond Utama didominasi oleh lumpur padu dan dingin membentuk morfologi
punggungan (ridge) dengan arah utara-selatan, pada bagian timur dan barat
merupakan sistem kanal dan selatan terdiri dari Intake 37 dan Basin-41.
Pond
Utama sebagai bagian penting dari sistem pengendalian semburan dan luapan
Lupsi, terutama didominasi oleh Lumpur padu yang massif. Di sisi barat adalah
Kanal Barat yang menghubungkan pusat semburan dengan Intake 37, sedangkan sisi
timur terdapat Kanal Timur menghubungkan
Kaldera Lupsi dan Pusat Semburan dengan Basin 41 di bagian tenggara.
Gambar : Citra satelit pengambilan tahun 2007 ditumpang
tindihkan (overlay) dengan Oktober 2008, memperlihatkan pergeseran Tanggul
Cincin yang optimal ke arah baratlaut.
Perubahan
Karakteristik Pola Luapan Lupsi
Sejak
kurang lebih dua bulan belakangan ini Lupsi yang diproduksikan di Pusat
Semburan dan ditampung sementara di Kaldera, secara berkelanjutan dan nyaris
tanpa henti dialirkan melalui sepasang overflow
(keseluruhan terdiri dari 6 pipa besi) ke arah utara masuk ke dalam sistem Pond
PerumTAS.
Keberlanjutan
pengaliran melalui jalur yang salah tersebut, menunjukkan tingkat yang ‘sudah
tidak berdaya’ yang mendalam, merupakan dampak nyata anjloknya unjuk kerjanya
sampai hanya tersisa 20% saja. Sistem pemompaan yang ada saat ini mempunyai
kapasitas mengantisipasi luapan Lupsi yang sangat rendah. Sehingga outlet di
Kali Porong menunjukkan dominasi luaran air, selanjutnya Lumpur dingin dan
Lumpur Panas nol.
Gambar :
Perkembangan secara evolusi Pond Reno, angka memperlihatkan tahap pembangunan
Tanggul yang mengelilinginya, yaitu: 1) Tanggul Utama T43 di barat-selatan, 2)
Tanggul Reno 1-4, di barat-utara , 3) Tanggul Glagah di Utara, dan 4) Tanggul
Reno Selatan, dan 5) Tanggul Luar Reno (sedang dalam pembangunan).
Masukan
Lupsi ke Pond PerumTAS selanjutnya didistribusikan dengan pola sidemen kipas
yang radial (radial fan shape sediment),
yang dikontrol oleh tingkat kecepatan aliran (flow rate), kekentalan mencerminkan fragmen padu yang berbentuk
membundar di kelilingi Lumpur cair, sedimen yang lebih kasar atau kental akan
terakumulasi lebih dekat dari sumbernya (proximal),
makin menjauhi sumbernya sediment Lupsi yang diangkut semakin encer dan
cenderung mendorong air, gradien topografi yang secara alami mencari daerah
yang relative rendah, serta mengikuti pola aliran (drainage pattern yang sebelumnya sudah ada).
Setelah
memasuki paruh bulan ke 2 dari scenario pengaliran Lupsi ke utara (Pond TAS),
maka dampaknya sangat signifikan dan sangat dahsyat, sehingga puncak level
Lupsi di Pond TAS telah naik dengan cepat.
Dampak
langsung akan menyerang bagian-bagian disekitarnya yang lebih rendah atau
ketinggian Tanggul-tanggul penahan Lumpur masih rendah, yaitu (Pond Marsinah di
barat) dan ke arah timur.
Pemantauan
secara intensif tanggal 17 November 2008, telah dapat merekam aliran arus pekat
(density current) yang dahsyat yang
melambung dari selatan ke arah timur laut, selanjutnya masuk ke Celah Reno.
Setelah
pengaliran ke Pond Reno penuh (sementara), Tanggal 18 November dapat diamati
aliran ke timur sudah melewati Celah Reno, selanjutnya bergerak ke utara menuju
Pond TAS timurlaut.
Pengaliran
Lupsi ke arah barat, terutama mengalir melingkar ke selatan, khususnya ke Pond
Marsinah dan Siring, sehingga puncak level Lupsi sudah di atas counterweight.
Untuk pengamanan dari Pond Marsinah telah dialirkan dengan overflow masuk ke
Pond R-1 yang berada di sisi barat dari Tanggul Utama.
Kendala
pada pengaliran Lupsi di dalam Pond Utama menggunakan sarana Kanal Timur dan
Basin 41, sehingga selama dua bulan ini tidak terjadi pengaliran Lupsi ke Kali
Porong.
Terbatasnya
masukan Lupsi ke Kali Porong (terbatas air dari Pond Reno, Basin 41 dan Intake
37), dan adanya aliran Kali Porong dari hulu (glontoran), memberikan implikasi
terhadap upaya normalisasi Kali Porong.
Momentum
besarnya aliran Kali Porong, seolah-olah mubasir, karena rencana strategis
untuk pengaliran Lupsi sebesar-besarnya ke Kali Porong menjadi tidak mencapai
sasaran, karena terjadi hal di luar dugaan, yaitu menurunnya secara menyeluruh
kinerja Lapindo, termasuk misi untuk mengalirkan Lupsi dari Pusat Semburan ke
Kali Porong.
Perubahan
Deformasi Geologi
Berlanjutnya
semburan Lupsi telah memicu berlanjutnya deformasi geologi, yaitu patahan,
rekahan, penurunan (sag-like subsidence
sampai sudden collapse) di sekitar pusat semburan, dan di sekitar PAT
dengan intensitas berbeda-beda.
Gambar :
Deformasi geologi di pusat semburan didominasi oleh sudden collapse, telah diidentifikasikan
tiga interval perulangan (recurrent interval) yang memicu perkembangan deformasi
Kaldera Lupsi.
Bubble
dan subsidence pada bulan November telah menyerang Tanggul Siring-Osaka, bahkan
bubble di Siring (Tugu Kuning) telah terbakar dan memakan waktu untuk
memadamkannya.
Hal-Hal yang Perlu Mendapatkan Perhatian Khusus (special concern ant attention)
Beberapa hal yang
perlu dengan focus langkah kontijensi bencana pada situasi krisis jangka pendek
yaitu:
Gambar :
Contoh aktual penanggulan di Renokenongo terganggu oleh bangunan warga yang
terus dipertahankan pemiliknya, ketika pembayaran tahap 20% belum diterima.
Perlunya
disediakan landasan hukum untuk mendukung kontijensi bencana, potensi meluas
PAT di sektor Reno:
Sehubungan
Bapel BPLS telah melakukan respon cepat, guna kontijensi bencana, dalam rangka
mengantisipasi meluasnya Peta Area Terdampak di sektor timur (Renokenongo). Yaitu
dengan memasang (installing) dan
mengoperasikan sistem pompa booster beserta subsistem penunjangnya, dan saat
ini telah berhasil dalam tanggap darurat mengatasi meluasnya PAT. Sehingga
langkah terobosan yang inovatif tersebut kiranya perlu disediakan landasan
hukum yang relavan. Disamping itu perkiraan keadaan kedepan (future estimation) menunjukkan bahwa
Pond Reno akan menjadi pusat kegiatan utama (main
centre of activity) sebagai pendukung (back
up) sistem utama pengaliran Lupsi di dalam Tanggul Utama ke Kali Porong.
Berpotensinya
Tanggul Cincin Runtuh:
Evaluasi
terhadap perkembangan akhir-akhir ini baik terhadap aspek pengendali mekanisme
alami (naturally driving force mechanism)
yaitu karakteristik semburan (eruption
characterization), di korelasikan dengan kemampuan Lapindo untuk memelihara/mengantisipasinya,
telah disimpulkan bahwa pada skenario terburuk (the worst scenario) Tanggul Cincin akan/dapat runtuh. Perlu
dipertegas posisi Pemerintah (Bapel BPLS) apakah akan tetap memposisikan diri terbatas
memainkan peran sebagai pengawas dan pengendali terhadap upaya penanggulangan
semburan dan luapan Lupsi oleh Lapindo. Sehingga tidak melakukan sesuatu yang nyata (do real nothing). Atau pada tahap
kontijensi bencana, apakah Bapel BPLS akan melakukan sesuatu (do something).
Perlu
ada suatu kesamaan dan kesatuan evaluasi teknis terhadap potret penanggulangan
semburan dan panganganan luapan Lupsi saat ini dan masalah mendasar antara
Bapel BPLS (pengawas dan pengendali) dengan Lapindo (pelaksana). Agar proyeksi
dan kontijensi bencana terhadap skenario terburuk yaitu tanggul cincin runtuh dapat
diantisipasi secara komprehensif dan integral.
Pengaliran
Lupsi ke utara secara berkelanjutan selama 2 bulan memberikan skenario terburuk
PAT meluas:
1)
Suatu fakta lapangan bahwa setelah memasuki durasi ~2 bulan, Lapindo cenderung
sudah ‘tidak berdaya’ lagi untuk
mengembalikan pengaliran Lupsi ke jalan yang benar (the right track) yaitu dari Pusat Semburan ke selatan melalui
Tanggul Utama; 2) Pond PerumTAS telah menerima pasokan (supply) Lupsi dalam
jumlah yang dahsyat, dan mempertimbangkan bahwa sekali masuk ke Pond Utara
sebagai suatu cekungan tertutup (enclosed
basin) maka tidak dirancang untuk dialirkan ke selatan (Kali Porong); 3)
Suatu realitas di lapangan, bahwa Pusat Semburan telah membentuk konfigurasi
suatu kaldera yang luas (large caldera
configuration), sehingga mempunyai rasio kesulitan yang lebih besar untuk
mengalirkannya Lupsi ke selatan, karena gradien topografi cenderung berbalik
arah (reverse direction) condong ke
utara (dipping to North) daripada arah
sebelumnya (jalur yang benar) ke selatan, 4) Bila tidak segera diambil
langkah-langkah komprehensif baik tataran kebijakan operasional karena
menyangkut aspek nonteknis, maupun menerapkan paradigma dan strategi pengaliran
baru (a new paradigm and strategy for
Lupsi flow), dikhawatirkan dapat/akan terlambat (to late) untuk mengantisipasi potensi meluasnya PAT yang
dikendalikan dari pemicu terlampauinya daya dukung (carrying capacity) dari Pond
PerumTAS untuk menampung aliran Lupsi tanpa henti dari Kaldera Lupsi (Pond
Utama).
Peningkatan
Kewaspadaan Ketahanan Tanggul Siring
Semakin
meningkatnya pengaliran Lupsi ke Pond TAS yang selanjutnya didistribusikan ke
arah Barat ke Pond Siring, secara langsung akan mengancam daya dukung Tanggul Siring
menghadapi tekanan horizontal (horizontal
stress) dengan semakin meningkatnya volume Lupsi di sekitar Tanggul
Siring-Osaka. Padahal tanggul lingkar luar Jatirejo-Siring-Osaka-Ketapang
memegang peran kunci sebagai benteng terakhir menjaga meluapnya Lupsi yang
dapat menyerang infrastruktur umum jalan arteri dan rel kreta api yang
menghubungkan kota-kota Surabaya-Malang.
Dampak
pembebanan Lupsi (loading effect)
akan memicu terjadinya deformasi geologi (geological
deformation) antara lain yang menonjol adalah penekanan pada akuifer
dangkal (shallow aquifer pressure) sehingga
mengakibatkan terjadinya bubble
disertai semburan gas metan;
2)
Terhadap perjalanan waktu
bubble-bubble di Pond Siring telah berpropagasi ke arah barat (westward propagation), sehingga bubble yang terbaru berkembang berlokasi
di dekat, bahkan berada di bawah Tanggul Siring. Salah satu bubble di dekat Tugu
Kuning telah terbakar, sehingga memerlukan waktu beberapa hari untuk
memadamkannya.
Gambar :
Bubble di Pond Siring Timur yang secara kronologis pembentukkannya telah
bergeser ke arah barat.
Tim
Reaksi Cepat Deformasi di bawah jajaran Deputi Operasi, patut disiagakan untuk menghadapi
terulangnya dan periodesasi intensitas bubble di sektor Siring, yang cenderung
berfluktuatif. Tim reaksi cepat Deformasi, ke depan perlu ditingkatkan pada
fungsi penyelamatan (Rescue function). Sehingga
perlu ditingkatkan aspek: 1) pemberdayaan SDM (human resources empowerment), 2) peningkatan keterampilan (improvement skill), dan Iptek, 3)
peningkatan kelembagaan dengan fungsi ‘rescue’ dari bagian (Health, Safety, and Environment HSE), dan 4) tiba saatnya
dilengkapi dengan sarana mobil pemadam kebakaran sebagai tandem dari mobil
ambulance yang dalam waktu dekat ini akan operasional.
Hasil
Debat Lupsi pada Pertemuan Internasional AAPG terkait penyebab dan pemicu
Lupsi:
Hasil
penting dari even Debat (debate event)
Lupsi di pertemuan AAPG 28 Oktober 2008 dengan tema ‘Lupsi dipicu gempabumi atau pemboran (drilling)’: 1) dengan
mekanisme voting yang tidak umum,
Lupsi dipicu oleh pemboran sumur Banjarpanji-2 telah mendapatkan suara
mayoritas; 2) hasil voting tersebut
lebih bersifat ‘defecto’ daripada ‘de juree’ di Indonesia; 3) namun dapat
dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk menekan Pemerintah agar
mengaktualisasikan Perpres 14/2007 khususnya terkait tanggungjawab Lapindo yang
lebih besar lagi; 4) hasil signifikan adalah terhimpunnya data dan informasi
bawah permukaan sebagai baselines terkait upaya penanggulangan semburan dan
antisipasi deformasi geologi sebagai dampak langsung semburan Lupsi.
Perlunya
pengamanan instalasi strategis Pompa Booster
1)
Sistem pompa booster telah dan akan memegang peran strategis (strategic role) baik saat ini pada
tahap kontijensi bencana ‘Pond Reno’. Maupun ke depan, untuk mengantisipasi ‘ketidakberdayaan
Lapindo untuk mengalirkan Lupsi ke selatan’; 2) Lokasi sistem pompa
booster saat ini bersifat ‘open access’ berada
di luar Pond Utama (bersifat close access).
Sehingga sangat mudah untuk dicapai oleh semua pihak (termasuk masyarakat
umum); 3) Areal dari obyek vital pompa booster tersebut sangat berdekatan dengan
lokasi Desa Renokenongo dan Besuki Timur. Merupakan desa-desa yang dalam kirka
sangat berpotensi sebagai pemicu terjadinya gejolak sosial kemasyarakatan,
dikaitkan dengan Perpres 14/2007 (Renokenongo) dan Perpres 48/2008 (Desa Besuki
Timur); 4) Bapel BPLS yang saat ini harus fokus menjalankan misi kontijensi
bencana, belum mempunyai satuan keamanan khusus (special security unit) yang dirancang untuk pengamanan obyek vital
BPLS (disebut PamObvit BPLS); 5) Perlu segera disusun suatu konsep (concept formulation) dan implementasi
sistem pengamanan obyek vital BPLS secara menyeluruh dan khususnya sistem
pengamanan Obyek Vital pompa booster BPLS. Dengan memberdayakan (empowerment) peran Pam Internal (internal security), dan berkoordinasi
dengan jajaran Polri dan TNI yang relevan dalam menghadapi skenario peningkatan
eskalasi terhadap potensi ancaman dan gangguan yang mungkin terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar