DINAMIKA
PENANGGULANGAN LUSI, DESEMBER 2009
Dikontribusikan oleh: Dr. Ir. Hardi
Prasetyo
Desember 2009
Postur BPLS baru dan tantangan menuju kemandirian
Dinamika Lumpur Panas
di Sidoarjo (Lusi atau Lupsi) status bulan Desember 2009, berada pada awal
musim penghujan yang berdasarkan lesson
learn and learning by doing sejak tahun 2007 mempunyai catatan tersendiri.
Khususnya dikaitkan
dengan upaya untuk mempertahankan tanggul-tanggul penahan luapan lumpur dari
potensi melimpas atau jebol, sehingga menjadi tantangan yang cukup serius agar Peta
Area Terdampak 22 Maret 2007 (PAT) tidak meluas.
Gambar 1. Citra satelit diambil 5 Desember2009,
merepresentasikan kondisi pada saat BPLS telah sekitar 2 bulan secara mandiri
melaksanakan penanggulangan Lupsi. Citra 29 September 2009 pada kondisi 1 minggu
saat dikeluarkannya Perpres 40/2009 (23 September 2009), merupakan tahapan transisi
dari Lapindo ke BPLS sampai saat 15 Oktober 2009 dilakukanya serah terima
secara formal.
Gambar 2. Isu kritis kondisi Danau Lupsi pasca terjadinya fenomena sudden collapse radial pada 21 November2009, berdasarkan citra satelit resolusi 5m diambil 5 Desember 2009.
Kurun waktu tersebut,
juga diwarnai oleh adanya proses perubahan terhadap postur baru dari kelembagaan
Bapel BPLS, pasca ditetapkannya Perpres 40/2009 tentang perubahan kedua atas
Perpres 14/2007 tentang BPLS. Selanjutnya diikuti tahap awal langkah strategis
dan operasional BPLS guna meningkatkan kemandirian, dalam rangka melaksanakan misi
nasional penanggulangan Lupsi.
Di samping itu isu
kritis yang berkembang pada kurun waktu lebih 1 bulan dari saat BPLS sepenuhnya
memegang kendali atau otoritas dalam penanggulangan semburan Lupsi menuju
kemandirian, ditandai oleh terjadinya deformasi geologi runtuh seketika dengan
pola radial (radial sudden collapse).
Kejadian tersebut telah memberikan implikasi yang luas terhadap semakin
meningkatnya tantangan untuk mempertahankan Tanggul Lingkar Utara terutama di sektor
Osaka-TAS. Fenomena ini merupakan
perulangan kejadian (recurrent interval)
dari yang terakhir terjadi pada bulan Oktober 2008.
Dinamika dan isu aktual
Dinamika dan Isu
aktual yang berkembang sebagai implikasi dari perubahan paradigma
penanggulangan Lusi, dapat diidentifikasikan oleh beberapa indikator, yaitu:
1) Wilayah Kerja (working area), semakin luas mencakup di dalam dan di
luar PAT;
2) Tanggung jawab,
semakin besar antara lain sepenuhnya memegang otoritas (kewenangan) terhadap
upaya penanggulangan semburan dan mengalirkan lumpur ke Kali Porong (pasca
Perpres 40/2009). Di samping melaksanakan penanganan masalah sosial
kemasyarakatan serta penanganan dampak infrastruktur di dalam dan di luar PAT
(Perpres 14/2007);
3) Pengendali mekanisme (driving mechanism) bencana Lupsi,
yaitu dengan cirri khusus: (a) semburan lumpur panas berasal dari dalam bumi (Earth interior) masih terus berlangsung dengan intensitas
berfluktuatif, (b) diliputi oleh misteri alam terhadap asal mulanya (origin), (c) cenderung sulit untuk dihentikan,
dan skenario durasi semburan sampai 24-35 tahun;
4) Luapan Lusi di permukaan bumi, telah
membentuk Danau Lupsi yang luas di bagian utara dari Pond Utama, dimana Pusat
Semburan membentuk morfologi gunung lumpur (mud
volcano). Dengan bagian kawah di sekitar Pusat Semburan dan lereng yang radial,
serta daerah depresi di bagian paling depan dari bagian lereng bawah;
5) Tanggul Lingkar Luar,
dari danau Lusi terus diperkuat dan ditinggikan, untuk mengantisipasi kenaikkan
permukaan lumpur agar tidak limpas. Ketinggian yang level atas tanggul saat ini
telah mendekati batas-batas daya dukungnya;
6) Teknologi pengaliran Lusi ke Kali Porong, yang selama ini
bertumpu teknologi pompa konvensional dan kapal keruk yang dimiliki BPLS secara
mandiri, sepenuhnya belum siap di tempat (in
situ) untuk mengantisipai potensi ancaman yang mungkin ditimbulkannya dalam
menghadapi musim penghujan dengan intensitas yang ekstrim. Saat ini dalam tahap
persiapan kedatangan peralatan baru sebagai komplemen yang telah ada;
7) Deformasi geologi, masih
terus berlangsung baik di dalam (Kejadian sudden
collapse radial pada 21 November 2009) maupun di luar PAT dengan intensitas
dengan intensitas yang berfluktuatif. Fenomena tersebut merupakan dampak langsung atau dampak berganda
dari semburan Lusi yang berasal dari dalam bumi, selanjutnya di dalam PAT
terjadi akumulasi sedimen dengan total volume jutaan m3 ton. Dibarengi dengan
sebab dari luar, yang signifikan diasumsikan oleh reaktivasi sistem Patahan
Watukosek;
8) Gejolak sosial kemasyarakatan,
masih terus terjadi dengan berbagai intensitas dipicu oleh beberapa hal yaitu:
(a) dampak sosmas di dalam PAT (cash and
carry), (b) wilayah geohazard di 9
RT dari 3 Desa di luar PAT yang dinyatakan tidak layak huni, (c) adanya warga
di utara PAT yang masih menolak untuk dilanjutkanya penanggulan, dalam rangka
untuk mengamankan warga dari potensi melimpasnya Lusi ke arah utara;
9) Penanganan Infrastruktur, penahan
luapan Lusi (termasuk normalisasi Kali Porong) dan infrastruktur umum yang
relevan terus dibangun dan direvitalisasi mengantisipasi dinamika semburan dan
luapan Lusi; dan
10)
Isu
pencemaran lingkungan Kali Ketapang, masih
mengemuka dimana sebagian warga masih belum sepenuhnya menerima
suatu realitas terhadap betapa strategis dan urgennya BPLS untuk melakukan pembuangan air Lusi ke Kali Ketapang.
Yang pada hakekatnya merupakan langkah darurat untuk menyelamatkan warga.
Kemajuan Signifikan
Dalam kondisi umum
serta isu aktual yang berkembang sebagaimana
diuraikan di atas, beberapa hasil capaian dan kemajuan signifikan yang
mempunyai implikasi luas antara lain:
·
Peningkatan
Sistem Penanggulangan Lusi pasca Perpres 40/2009
Dalam pendekatan Sistem Penanggulangan Lusi di dalamnya mencakup
aspek proses masukan, aset dasar, proses perubahan, luaran dan outcome. Dengan
asumsi bahwa peningkatan proses masukan dari keseluruhan Sistem Penanggulangan
Lusi pada akhirnya akan dapat meningkatkan luaran dan outcome.
Peningkatan proses masukan dari Sistem Penanggulangan
Lusi yang komprehensif, integral dan holistik, mencakup:
a) Sumber
Daya Manusia (SDM), termasuk motivasi kerja dan profesionalismenya;
b) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, knowledge dan
penerapan teknologi penanggulangan Lusi yang tepat guna;
c) Data dan Informasi, secara internal (tertutup)
terus dikembangkan jaringan pulau-pulau informasi. Sedangkan untuk eksternal
dengan akses terbuka sebagai informasi public
domain melalui situs internet www.bpls.go,id
yang saat ini telah dikuncungi oleh 15.723 pemakai;
d) Sarana
dan Prasarana, kuantitas dan
kualitasnya untuk mendukung keseluruhan kinerja operasi;
e) Kelembagaan dan Organisasi, postur BPLS baru terus disempurnakan dengan prinsip miskin struktur kaya fungsi;
f)
Peraturan
perundang-undangan, sebagai tindak lanjut Perpres 40/2009 termasuk
penuntasan penyusunan Rentra 2009-2014, dan SOP, dll.;
g) Perlindungan
lingkungan, salah satu diantaranya
penyusunan dokumen Kajian Lingkungan Strategis (SEA Strategic Environmental
Assesment) yang pada hakekatnya berada di bagian hulu bila dibandingkan dengan Analisis
Dampak Lingkungan (Environmental Impact Assesment); dan
h) Keamanan
dan kenyamanan wilayah, baik
aspek keamanan operasi yang merupakan bagian Health Safety and Environment (HSE), maupun pembentukan baru Satuan
Pengamanan Internal (internal security)
sebagai konsekuensi terjadinya peralihan Penanggulangan Semburan dan Luapan
Lusi dari Lapindo ke BPLS, yang saat ini penempatannya baru difokuskan di dalam
PAT pada lokasi yang strategis .
Aset dasar, semakin luas di dalam dan di luar PAT, mencakup wilayah
(geografi), demografi, geologi di dalamnya termasuk Sumber Kekayaan Alam (SKA)
dan bencana geologi.
Proses perubahan, dalam keseluruhan sistem Penanggulangan Lupsi adalah aktualisasi
PPP (policy, plan, programe) kebijakan,
Rencana, Program yang terus
diaktualisasikan. Mencakup empat aspek utama yaitu:
a) upaya semburan dari bawah permukaan,
b) pengaliran lumpur di permukaan ke Laut menggunakan sarana
Kali Porong,
c) penanganan masalah sosial kemasyarakatan, dan
d) penanganan dampak infrastruktur.
Luaran, adalah meningkatnya keseluruhan kinerja Bapel BPLS,
sehingga keamanan masyarakat di sekitar wilayah operasi terutama di dalam PAT
dapat ditingkatkan.
Outcome, yang dihadarpkan adalah dapat dipulihkannya kembali sendi-sendi
kehidupan masyarakat, sebagai dampak bencana diakibatkan oleh semburan Lusi.
Gambar 3. Situs internet BPLS yang telah dikunjungi
oleh 15.723 pengguna akhir.
·
BPLS mampu
mengatasi kondisi darurat, yang berpotensi meluasnya PAT
Gambar 4. Foto kondisi Danau Lusi bagian utara diambil
5 Desember 2009 memperlihatkan gambaran umum pasca terjadinya deformasi
collapse radial, serta gambaran pengisian Lusi baru di TAS barat
Pada tanggal 21 November 2009 telah terjadi peristiwa
’banjir bandang’ Lusi di wilayah di
dalam Danau Lusi sebelah baratlaut Pusat Semburan TAS Barat-Osaka. Dipicu oleh fenomena deformasi sudden collapse radial, yang berbarengan membentuk bidang patahan
bertangga. Kejadian ini tercatat sebagai interval perulangan (recurrent interval) yang terakhir
terjadi pada Oktober 2008, saat Tanggul Cincin masih ada.
Selanjutnya secara seketika memicu terjadinya pergerakan
masa sedimen yang sebelumnya terakumulasi di bagian lereng dari gunung lumpur. Sehingga dalam waktu satu
malam saja ketinggian muka lumpur telah meningkat drastis mencapai sekitar 1 m.
Sebagai konsekuensi, jarak muka lumpur dengan puncak
tanggul (waking) telah menurun
drastis, sampai pada angka puluhan sentimeter yang merupakan indikator Siaga
Merah. Peristiwa yang terjadi pada malam hari tersebut dengan cepat dapat
ditangani secara fungsional sesusi SOP. Sehingga Lusi tidak sampai melimpas ke luar
dari Pond TAS-Osaka.
·
Normalisasi
Kali Porong dari hulu sampai ke hilir (muara) dalam antisipasi potensi banjir
Gambar 5. Kondisi Kali Porong (2 Desember 2009) awal
interval pengaliran Kali Porong, Tanggul di sisi utara dan selatan
direvitalisasi dengan konstruksi beton, endapan sedimen minimal, air mengalir
secara alami.
Kondisi Kali Porong
dari hulu ke hilir yang dipantau pada tanggal 3 Desember 2009
menunjukkan adanya peningkatan daya tangkal terhadap skenario terjadinya banjir.
Dengan indikator yaitu:
1) Akumulasi sedimen terutama di sekitar outlet pompa di Jembatan jalan Tol lama,
volumenya jauh lebih sedikit. Bila dibandingkan dengan kurun waktu yang sama,
pada dua tahun ke belakang (2007 dan 2008); dan
2) Kinerja program normalisasi Kali Porong telah meningkat
drastis. Hal ini karena konstruksi beton utama pada sisi utara dan selatan
dinding Kali Porong sepanjang kurang lebih 1,2 km hampir dituntaskannya.
Sementara itu kegiatan pengerukan sedimen di muara sistem
delta Kali Porong bersamaan dengan reklamasi sedimen hasil pengerukan telah
membentuk Pulau BPLS dengan seluas lebih dari 60 hektar. Pulau BPLS nantinya
akan berfungsi untuk memperlancar laju masuknya sedimen Lusi ke daerah dasar
laut Palung Selat Madura, sarana perlindungan kawasan pesisir (costal zone protection), dan
pemanfaatan lainnya dengan memperhatikan pelestarian lingkungan hidup.
Gambar 6. Perkembangan pengerukan dan reklamasi di
Muara Kali Porong, dengan struktur kantung-kantung pasir geotekstil, bakau
tumbuh secara alami menunjukkan adanya adaptasi lingkungan hidup.
·
Diimplementasikannya
penanganan masalah sosial kemasyarakatan di luar PAT
Sebagai tindaklanjut Perpres 40/2009, BPLS secara proaktif telah melaksanakan penanganan
masalah sosial kemasyarakatan di luar PAT yaitu:
a) Terkait proses pembayaran tahap 30% sebagaimana kelanjutan
tahap 20% (Perpres 48/2008);
b) Mengatasi gejolak sosial kemasyarakatan yang dipicu oleh
implementasi penanganan sosmas di 9 RT dari 3 Desa yang dinyatakan tidak layak
huni (Perpres 40/2009); dan
c) Menuntaskan verifikasi penanganan sosial kemasyarakatan
melalui skema cash and carry yaitu
tahap pembayaran 20%, khususnya pada warga di sekitar Desa Pamotan, Glagaharum
dan Ketapang (Perpres 14/2007), dimana mempunyai nilai strategis untuk dapat
berlanjutnya pembangunan Tanggul Ketapang.
Kelanjutan pengerjaan Tanggul Ketapang mempunyai nilai strategis
dalam rangka pengamanan terhadap potensi meluasnya Lusi ke arah utara,
sehubungan kondisi Tanggul Lingkar Utara dari Danau Lusi yang terus mengalami
deformasi dengan pola efek domino yang propagasi ke barat (Glagaharum ke
Osaka).
·
Meningkatnya
kepedulian Lingkungan Hidup
Gambar 7. Kawanan burung bermain di sawah sebelah utara
zona deformasi Glagaharum, air merupakan rembesarn dari dalam Pond Glagah,
banyak didapatkan ikan menjadi sasaran burung. Bukti lingkungan hidup mulai
bersinergis dengan fenomena semburan mudvolcano Lusi.
Dengan ditetapkannya paradigma baru bahwa semburan Lusi sulit
dihentikan dan sebagai konsekuensi akan dapat berlangsung lama, dengkan skenario
durasi antara 25-35 tahun. Sehingga Bapel BPLS telah meningkatkan kepedulian
terhadap dampak lingkungan dalam arti yang seluas-luasnya, baik untuk jangka
pendek, menengah dan maupun panjang.
Untuk itu salah satu yang mempunyai arti strategis adalah
telah disiapkan suatu laporan Kajian Lingkungan Strategis (dikenal dengan SEA Strategic Environmental Assesment)
Penanggulangan Lumpur Sidoarjo. SEA pada hakekatnya merupakan suatu proses
analitik yang komprehensif dan holistik. Dengan memasukkan aspek perhatian aspek
dampak lingkungan yang mungkin terjadi di dalam proses penyusunan PPP (Policy, plan, programe) atau kebijakan, perencanaan, dan program.
Pada hakekatnya SEA secara hirarki berbasis pada
pendekatan keluarga (a family approach) menggunakan berbagai alat bantu (a variety tool) serta berada pada tataran
yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yang
menggunakan pendekatan tunggal (single),
tetap (fixed) dan preskriptif (prescriptive).
Diharapkan dengan disusunnya SEA tahap lanjutan (edvance
satege) mencakup keseluruhan Sistem Penanggulangan Lusi, sehingga diharapkan ke
depan akan dapat mempertajam usulan-usulan kebijakan, perencanaan dan program
secara integral dan holistik. Termasuk menyediakan opsi dalam proses
pengambilan keputusan pimpinan BPLS untuk merespon isu aktual dan kritis lingkungan.
Contoh isu lingkungan yang mengemuka dan belum mendapatkan solusi
yang permanen antara lain:
a) Pilihan pahit saat ini dari alternatif yang terbatas untuk
mengalirkan air Lusi ke utara; dan
b) Pola pikir dan pola tindak untuk mengkondisikan
masyarakat yang masih tetap bermukim di sekitar Lusi (PAT) termasuk keberadaan pengungsi
lingkungan (environmental refugee. Dalam
rangka mengatasi dampak yang mungkin ditimbulkan baik langsung (semburan dan
luapan), maupun tidak langsung sebagai
dampak berganda geohazard berupa bubble dengan semburan gas metan, retakan,
patahan, dan amblesan.
·
Penyampaian
Kondisi Penanggulangan Lusi berbagai forum dan media
Arus utama reformasi yaitu demokratisasi di Indonesia
antara lain telah membangkitkan pemahaman baru
terhadap keterbukaan informasi yang dikaitkan dengan implementasi kaidah
pengelolaan yang baik dan good practices.
Beberapa hal terkait hal tersebut adalah:
a) BPLS telah secara bersinergi melakukan koordinasi dan
sinkronisasi secara fungsional kepada stakeholders.
Antara lain dengan Komisi V DPR RI, institusi Dewan Pengarah BPLS Pusat dan
Jatim; dan
b) Menyampaikan tantangan dan arah kebijakan ke depan pada
komunitas internasional, yang khususnya peduli terhadap aspek bencana Lusi dan dampaknya pada
infrastruktur transportasi. Atas penunjukkan Pemda Provinsi Jatim, tanggal 18
November 2009, Bapel BPLS (diwakili Waka BPLS) telah berpartisipasi sebagai
nara sumber pada forum pertemuan internasional ahli-ahli perhubungan Asia
Tenggara, yang dilaksanakan di Surabaya, dimana Pembukaan dilakukan oleh Bapak Wakil Presiden
RI.
Hal-Hal Yang Perlu Mendapatkan
Perhatian
·
Peningkatan
Sistem Masukan Penanggulangan Lupsi: perlu dilakukan dengan memperhatikan
ketepatan waktu
Sebagai konsekuensi logis terjadinya perubahan paradigma
Penanggulangan Lupsi, utamanya menghadapi realitas bahwa pengendali mekanisme dari
bencana Lusi, yaitu semburan yang sulit dihentikan, dapat berlangsung pada
durasi waktu yang lama. Sehingga dalam Rencana stratejik BPLS 2009-2014
tersirat bahwa dalam kurun waktu 5 tahun ke depan akan difokuskan guna membangun
postur dan kapasitas kelembagaan BPLS yang lebih profesional, dan mandiri. Sehingga
diharapkan mampu untuk mengantisipasi
skenario pasca lima tahun ke depan secara lebih alami dan berkelanjutan. Selanjutnya
bila waktunya telah tiba, pengelolaan Kebencanaan Lupsi pada tahun 2014 pada
tataran nasional diusulkan untuk dievaluasi kembali, disesuaikan dengan
dinamika yang terjadi.
Agar sasaran strategis dan road map yang telah ditetapkan sebelumnya dapat dicapai, sehingga
pada tahap awal (tahun 1 dari program 5 tahun) diperlukan adanya konsistensi dukungan
yang memadai terhadap kebutuhan yang mendesak pada proses masukan dari
keseluruhan Sistem Penanggulangan Lusi. Dalam hal ini yang prioritas den
mendesak adalah aspek Iptek, Sarpras,
dan Pendanaan yang mamadai.
Sebagai contoh guna menuju kemandirian dalam
penanggulangan semburan dan luapan Lusi saat ini diperlukan secara mendesak
keberadaan sistem pompa dan kapal keruk baru guna mengurangi secara drastis
endapan Lusi di dalam PAT, yang akan dioperasikan dalam kurun waktu 5 sampai
puluhan tahun ke depan. Sampai saat ini baru tersedia 1 Kapal Keruk dan 3 pompa
booster yang beroperasi penuh di Pond Renokenongo, dan 1 Kapal Keruk dalam
kondisi kinerja tidak optimal di P43.
·
Perilaku
semburan yang masih penuh dengan misteri: Implikasi
Pada kurun waktu mendekati usia 4 tahun, semburan Lusi yang telah
membentuk tubuh gunung lumpur (mud volcano). Dimana pakar kebumian telah bersepakat
menetapkan semburan mud volcano Lusi sebagai salah satu mud volcano yang paling
terdahsyat di Abad Modern (Millenium ke 3) ini. Walaupun asal mulanya semburan
Lusi masih terus diliputi misteri alam, sedangkan penanggulangan bencana Lusi yang
dipicu oleh semburan mud volcano sebegitu jauh belum ada padanan atau suatu
referensi lainnya di seluruh dunia.
Sebagai konsekuensi dari hal tersebut semakin mendekati
realitas, bahwa Lusi dalam waktu dekat ini akan menjadi salah satu cagar
geologi yaitu semburan yang aktif mud volcano dari yang eksis di seluruh dunia.
Atau menjadi pusat studi mud volcano di Indonesia atau bahkan di dunia, dengan
pertimbangan hanya di Lusi dapat diikuti tahapan saat lahir, berkembang,
memasuki tahap collapse membentuk Kaldera-Danau yang luas, disertai dampak
berganda geohazard yaitu bubble, subsidence, patahan, dan retakan di daerah
sekitarnya.
Dengan telah menghilangnya Tanggul Cincin, selanjutnya
berkembang Danau Lusi yang luas dimana Pusat Semburan masih memperlihatkan ’kick’
disertai hembusan uap putih, hal ini merupakan suatu daya tarik yang luar biasa
bagi turis baik domestik maupun manca negara.
Agar dapat mandiri atau ’menjadi tuan rumah di wilayahnya
sendiri’ dalam memahami knowledge mud volcano Lusi, sehingga Bapel BPLS harus meningkatkan
penguasaan Iptek terkait mud volcano Lusi, didukung oleh tersedianya data dan
informasi serta sarana dan prasarana yang memadai.
·
Pertahanan
Tanggul Utama Danau Lusi menghadapi Musim Penghujan
Seiring perjalanan waktu, luapan Lusi secara kewilayahan
telah membentuk suatu Danau Lusi yang luas, dengan bagian pusat semburan dan
kawah dengan morfologi gunung lumpur.
Menurunnya kinerja pengaliran Lusi ke Kali Porong yang tercatat
mulai terjadi sejak bulan Oktober 2008 yang lalu, telah memberikan implikasi bahwa
pengisian danau telah berlangsung kecepatan aliran (rate of slow) yang relatif
cepat, bila dibandingkan dengan kurun waktu 2 tahun sebelumnya (2007 dan 2008).
Sehingga elevasi muka lumpur di alam danau telah semakin tinggi (lebih 6 m dari
baseline jalan raya). Sebagai konsekuensi logis, hal ini harus diantisipasi
dengan menaikkan ketingguian Tanggul Lingkar Luar. Sehingga mengakibatkan
tanggul yang ada telah semakin mendekati batas daya dukung alami serta daya
tampung kolam.
Pengisian Danau Lusi yang berlanjut telah memicu semakin
meningkatnya intensitas tekanan horisontal dan vertikal baik di dalam dan di
luar PAT, sehingga terjadi dampak yang sampai pada tingkat geohazard yang cukup
intensif terutama di Siring Barat.
Sejak Juni 2009 sampai pada 21 November 2009 telah
terjadi rangkaian fenomena deformasi khususnya pada Tanggul Lingkar Luar bagian
utara. Kejadian tersebut bermula di bagian timur (Glagaharum) dan cenderung
berpropogasi ke arah barat (TAS barat). Pengamatan lapangan tanggal 5 Desember
2009 secara menyeluruh di sektor utara Danau Lusi menunjukkan bahwa secara umum
kondisi puncak tanggul sulit untuk rata (flat shape) dan cenderung bergelombang. Pada bagian belakang dari bagian counterweight
tanggul mulai berkembang deformasi dengan
intensitas yang bervariasi antara tingkat dahsyat dengan membentuk struktur
prisma akrasi di bagian timur (Glagaharum), sampai ada tahap awal deformasi s di
ektor Tanggul TAS barat.
Upaya meninggikan terus puncak tanggul untuk mengantisipasi
kenaikan permukaan lumpur, tanpa dibarengi dengan pembangunan counterweight
yang memadai, akan berakibat semakin meningkatnya potensi ancaman terjadinya
kegagalan tanggul (subsidence, sliding, sudden
collapse)
·
Terjadinya
fenomena baru deformasi yang intensif di dalam Danau Lusi: Implikasinya
Gambar 8. Hubungan antara tatanan deformasi baru di
Danau Lupsi bagian utara dengan pola collapse/subsidence radial, dan implikasi
pada daya dukung Tanggul Osaka-TAS yang terus mendapatkan tekanan horisontal,
dan telah mengalami dampak.
Pada saat Tanggul Cincin masih ada, tepatnya pada bulan
Agustus-September 2008 telah diindikasikan fenomena subsidence melingkary ang terjadinya di sebelah luar dari Tanggul
Cincin. Keberadaan deformasi radial dapat dilihat secara visual dengan mata.
Pasca hilangnya tanggul cincin tepatnya pada bulan Mei 2009, selanjutnya telah terbentuk
morfologi Danau Lusi (pasca lenyapnya Tanggul Reno barat diawali terbentuknya
Celah Reno), deformasi geologi umumnya terjadi pada tanggul-tanggul lingkar
luar. Sebagai contoh aktual adalah runtuhnya 3 kali beruntun Tanggul Glagaharum
(Juni – Agustus 2009).
Pada tanggal 21 November 2009 telah terjadi fenomena
deformasi baru yang penyebab atau pemicunya sampai saat ini masih ditelaah
lebih lanjut, dengan fakta lapangan yaitu:
1)
Terjadi
deformasi di permukaan lumpur Danau Lusi di dalam PAT, membentuk suatu bidang yang memanjang
melingkar (relatif timur-barat) dengan pergerakan relatif bagian utara menurun,
dan utara-selatan di bagian timur (Glagaharum). Sehingga bila dilihat dari
utara kenampakan tersebut berbentuk patahan normal (normal fault);
2)
Terjadinya
deformasi pada posisi lereng atas dari morfologi gunung lumpur bagian utara (Osaka-TAS)
dan timur (Glagah) tersebut, telah memicu terjadi aliran lumpur yang pekat (density current) dengan kecepatan
relatif tinggi serta mengalir secara gaya berat (gravity flow) mencari daerah yang relatif lebih rendah (terutama
di utara). Selanjutnya sedimen Lusi telah diendapkan secara signifikan di sisi
timur Tanggul Oska-TAS Barat;
3)
Dalam kurun
waktu hanya satu malam saja kenaikan muka lumpur di lokasi tersebut meninggi
dengan menakjubkan, tercatat sekitar 1 m Sehingga untuk mengamankan agar lumpur
tidak melimpas, tanggul-tanggul terus ditinggikan;
4)
Lumpur
yang menumpuk telah membentuk daerah topografi tinggian, sehingga membendung
aliran air di Cekungan Osaka, di baratlaut PAT; dan
5)
Pada
saat yang relatif bersamaan telah direkam adanya pengaliran Lusi dari Pusat
Semburan ke arah barat, selanjutnya berbelok keutara ke arah Osaka.
Fakta lapangan tersebut memperkuat skenario bahwa daerah
sekitar Osaka dan Glagah menjadi pusat penurunan terdalam (depocentre).
Sebagai implikasi maka perlu disiapkan secara khusus
sistem pompa untuk mengantisipasi bila terjadi hujan yang ekstrim dimana volume
air yang besar akan terperangkap di Cekungan Osaka.
·
Indikasi
semakin rawannya Tanggul-tanggul Lingkar Luar bagian utara (Glagah, TAS, dan
Osaka), khususnya di
Pemantauan lapangan secara seksama di sepanjang Tanggul
Glagaharum (timur) sampai TAS-Osaka (barat) menunjukkan bahwa tanggul-tanggul
tersebut sudah mengalami dampak deformasi yang secara runtunan waktu (time series) dengan memperlihatkan efek
domini cenderung berpropagasi ke arah barat .
Khususnya Pond Glagaharum saat ini merupakan daerah
dengan akumulasi air terbanyak, sehingga pada skenario bila terjadi akumulasi
hujan dengan intensitas ekstrim, dikhawatirkan akan terjadi penambahan volume air
di dalam danau secara signifikan.
Apabila tidak
dapat dikelola secara baik dikhawatirkan akan dapat memberikan ancaman baik
melimpas atau yang ekstrim menyebabkan daya tahan tanggul dilampaui (tanggul
jebol)
·
Berlanjutnya
pembuangan air Lusi ke Utara (Ke Kali Ketapang)
Meningkatnya akumulasi di Danau Lusi baik pada musim
kering dari sumber Lusi di bawah permukaan, apalagi diasumsikan bahwa pada
musim penghujan akan ada tambahan air hujan dengan volume yang cukup
signifikan.
Adanya fakta lapangan bahwa ketinggian air terus meninggi
bahkan sampai pada titik kritis (indikator kondisi darurat), khususnya di Pond
Glagaharum (barat) dan Cekungan Osaka (barat). Sehingga Bapel BPLS harus
berupaya secepatnya untuk mengamankan masyarakat di sekitarnya, dengan pilihan
harus segera menurunkan elevasi air di dalam danau.
Sampai saat ini terus dilakukan pengaliran air dari
bagian utara dan tambahan di baratdaya Danau Lusi ke arah utara melalui
mekanisme overflow. Yang akhirnya bermuara ke dalam sistem Kali Ketapang.
Gambar 9. Kondisi bagian luar
Tanggul Glagah pasca mengalami Sudden Collapse, membentuk zona prisma akrasi,
lokasi overflow mengalirkan air dari Pond Glagah, tanggul terus mengalami
deformasi dengan intensitas berfluktuatif.
Kondisi yang berkembang adalah pembuangan air tanpa
lumpur dari PAT ke Kali Ketapang telah mendapatkan penolakan, khususnya
petambak di hilir Kali Ketapang. Dengan alasan yang substantial bahwa air Lusi telah
mencemari tambak, sehingga beberapa jenis ikan di dalam tambak mati.
Fenomena ini ke depan harus menjadi bagian dari
Pengkajian Lingkungan Strategi (SEA) dampak aliran air pada sistem Ketapang,
yang belum dilengkapi dengan ketersediaan payung hukum (sebelum sistem
pengaliran baru beroperasi efektif). Perpres 14/2007 sebagaimana yang telah
diaktualisasikan dua kali menjadi Perpres 40/2009 memberikan landasan hukum
bahwa Lusi dialirkan ke Kali Porong.
Isu kritis yang mengemuka ke depan adalah (saat sistem pengaliran Lusi ke Kali Porong
belum optimal) bila disatu sisi akumulasi air di dalam Danau Lusi bagian utara terus
meningkat sangat signifikan, khususnya bila ditambah dari debit air hujan yang
ekstrim, sehingga berpotensi menimbulkan bahaya yang sampai pada skenario
kegagalan Tanggul Lingkar.
Di sisi lain kelompok masyarakat petambak yang
disasumsikan bermukim di hilir Kali Porong menolak pengaliran air Lusi ke Kali
Ketapang, bahkan sampai pada skenario untuk menghentikan secara sepihak
pengaliran melalui overflow.
Dalam kondisi tersebut perlu ditetapkan langkah-langkah
yang menjurus pada lex specialist ke daruratan terhadap pilihan keputusan yang
harus diambil. Antara pencemaran lingkungan sistem aliran Kali Ketapan versus
mengamankan masyarakat dari ancaman langsung luapan Lupsi. Penyusunan SEA ke
depan diharapkan dapat mencakup aspek tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar