Kecenderungan Umum
Pelaksanaan misi
penanggulangan lumpur Sidoarjo status November 2011, secara keseluruhan
menunjukkan indikasi terjadinya peningkatan dinamika yang mencakup beberapa
aspek utama, antara lain dicirikan oleh: (1) Penyediaan ketersediaan paradigma
payung hukum baru untuk menuntaskan penanganan sosial kemasyarakatan; (2)
Postur dan perilaku semburan dan luapan lumpur sebagai pengendali kebencanaan
Lusi; (3) Gejolak sosial kemasyarakatan yang berlangsung secara simultan baik
di dalam dan di luar PAT, dan (4) Pengembangan kelembagaan, untuk
mengantisipasi perubahan dan tantangan baru yang cenderung sulit diduga
sebelumnya (unpredictable).
Dalam kaitan itu,
langkah strategis BPLS yang telah digulirkan mengantisipasi dinamika tersebut,
mencakup antara lain: (1) Pemahaman dan sosialisasi internal, terhadap
paradigma payung hukum baru dan langkah tindaklanjut pada tataran operasional,
sebagaimana yang diamanatkan kepada Bapel BPLS; (2) Upaya dan langkah nyata
menghadapi musim hujan 2011-2012, diselaraskan dengan kondisi aktual dinamika
dan tantangan baru; (3) Meningkatkan pemahaman terhadap anatomi dan perilaku
semburan dan luapan lumpur baik yang fungsional, maupun melalui kerjasama riset
dengan pihak luar negeri; (4) Optimalisasi penyerapan APBN 2011 secara lebih
akuntabel dan kredibel; dan (5) Peningkatan sistem pengamanan internal dan
kepedulian terhadap lingkungan.
Kondisi pada awal Pengendali Kebencanaan Lusi Sebagai
Peringatan Dini
Bulan
Oktober-November 2011 merupakan suatu transisi cuaca, dari puncak musim panas
ke musim penghujan.
Hasil evaluasi
menyeluruh dari puncak musim panas tersebut telah menunjukkan fakta adanya
peningkatan intensitas dari beberapa indikator terkait, yang secara keseluruhan
merupakan ancaman yang potensial pada musim hujan. Kilas balik dari indikator
semburan dan luapan lumpur sebagai pengendali mekanisme kebencanaan fenomena
mud volcano Lusi menunjukkan bahwa belum adanya masukan air hujan (meteoric water) dalam jumlah yang
bermakna.
Pada Oktober 2011 telah
terjadi beberapa kejadian yang mempunyai implikasi cukup luas, yaitu:
· Aliran ‘banjir
bandang’ lumpur dingin dan panas yang langsung mengarah pada daerah operasi
kapal keruk di sektor Jatirejo, sehingga mengakibatkan kapal keruk sampai
terdorong sampai 50 m ke selatan;
· Perubahan rona
lingkungan yang drastis di Zona Osaka-Putul-Barata. Sebelumnya di permukaan
berupa lumpur padu telah berubah menjadi zona jalan keluar aliran lumpur baru (new mud pathway); dan
· Gerakan horizontal
lumpur padu yaitu rayapan dan longsoran, sehingga telah memberikan dampak pada
jaringan tanggul penahan lumpur.
Fakta lapangan
tersebut memberikan peringatan dini (early
warning) untuk meningkatkan kewaspadaan dalam menghadapi musim hujan ke
depan. Dalam hal ini khususnya bila terjadi hujan dalam intensitas yang
ekstrim.
Perubahan
paradigma baru payung hukum dan wacana ketidakpastian di lapangan
Selama kurun
waktu laporan ini juga telah
berkembang wacana ketidakpastian dan
kondisi yang dilematis, sehingga Pemerintah terpaksa harus memberlakukan
‘blokade’ terkait dengan Peraturan Presiden No. 68/2011 tentang perubahan
ketiga atas Peraturan Presiden 14/2007 tentang BPLS. Payung hukum baru ini
terutama dikaitkan dengan pengaturan penanganan masalah sosial kemasyarakatan
pada wilayah 3 Desa dan 9 RT di luar
PAT. Kondisi dilematis yang dimaksud adalah karena di satu sisi warga 3 desa
dan 9 RT di luar PAT menghendaki agar Perpres 68/2011 tersebut segera
diberlakukan, karena telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Di sisi lain warga 18
RT di Desa Mindi telah memberikan ancaman yang dapat mengarah sampai terjadinya
konflik horisontal, apabila 3 RT di desa Mindi menerima skema bantuan sosial
dan pembelian lahan dan bangunan, sebagai konsekuensi bahwa wilayahnya telah
dimasukkan ke dalam PAT.
Postur
semburan dan aliran lumpur padu: Perubahan ancaman baru
Postur Lusi masih
diwarnai oleh adanya aktualisasi semburan baru disebut Bungsu, dimana telah
lahir kembali pada 10 September 2011.
Pada Oktober 2011
telah mengindikasikan adanya peningkatan intensitas semburannya bila
dibandingkan dengan titik kontrol (benchmarking)
pada akhir Mei 2011, yaitu saat dilaksanakannya acara berskala internasional ‘Lusi Expert Gathering’ bertempat di Lusi Dome.
Namun secara
umum/makro evolusi semburan Lusi tetap berada pada transisi dari tahapan
semburan besar (kecepatan rata-rata mencapai 100.000 m3/hari) dan
liar yang menerus tanpa putus dan bersifat merusak, beralih ke periode semburan
menuju tahap ‘dormant’ yang dicirikan
oleh karakteristik kecepatan semburan relatif mengecil (maksimal 10.000
m3/hari) dan didominasi oleh air (diselingi luapan lumpur baru namun
berlangsung dalam skala 1 jam). Dengan pola semburan ‘geyser’, yaitu perulangan
periode antara semburan besar dengan semburan kecil sampai yang ekstrim
berhenti atau di lapangan disebut ‘semburan tidur’. Tahapan ‘pause’ (berhenti) terindikasi semakin
lama/panjang.
Evaluasi
dan peringkat pengendali mekanisme bahaya musim hujan
Berdasarkan kondisi
sampai pada November 2011 maka dapat diperkirakan empat kerawanan yang dapat
menimbulkan kondisi bahaya yaitu:
·
Sektor Barata (Barat
PAT):
Daya dukung tanggul dan limpasan fluida di Zona Barata Putul sektor barat laut
Lusi, dipicu oleh gerakan lumpur padu pada lereng bawah dan limpasan fluida
dari kawah, pasca lahirnya semburan Bungsu.
·
Sektor Osaka
(baratlaut PAT):
Limpasnya lumpur dari Zona TAS ke utara (dataran Ketapang), dipicu oleh masih
terbukanya bagian tanggul P68 pasca mengalami jebol, yang dikendalikan oleh
gerakan lumpur padu ke utara sepanjang Patahan P68.
·
Kali Ketapang
(baratlaut PAT): Limpasan air dan atau
lumpur dari Pond Ketapang ke arah Kali Ketapang, karena saat ini untuk
mengamankan Tanggul sepanjang Osaka-Siring, telah dilakukan pengaliran ke
utara, masing-masing melalui overflow dan dua sodetan. Mengingat daya tampung
Pond Ketapang terbatas, sehingga pada skenario pengaliran berlangsung dengan
intensitas tinggi dan dalam waktu yang lama maka daya tampung Pond Ketapang
dapat dilalui.
·
Sektor jebolan
Tanggul P68 (utara PAT): Pasca jebolnya Tanggul P68, karena dampak pergerakan
lumpur padu dibarengi dengan pergerakan Patahan P68, sampai saat ini ruang
tersebut belum tertutup. Pada awal musim hujan telah dipantau adanya aliran air
yang deras, sehingga pada kondisi hujan yang menerus dapat keluar lumpur dan
fluida ke arah dataran TAS.
·
Renokenongo (timur
PAT):
elevasi air di Pond Glagaharum diupayakan untuk dijaga seminimal mungkin, yaitu
dengan pembuatan tanggul sebagai pemisah, dan pompa untuk mengalirkan air ke
Pond Rengo. Bila pengaliran melalui kapal keruk dari Pond Reno mengalami
hambatan, dikhawatirkan Pond Reno dapat mengalami limpasan air.
Memahami dan Antisipasi (internal) Paradigma Baru
Kebijakan Penanggulangan Lusi
Alur Pikir Perpres 68/2011: Peraturan Presiden
Nomor 68/2011 tentang perubahan ketiga atas Perpres 14/2007, sebagai payung
hukum diharapkan dapat mengefektifkan upaya untuk menangani masalah sosial
kemasyarakatan khususnya pada 9 RT dan sebagai tambahan untuk 3 Desa di luar
PAT. Dengan pola pikir diringkas sebagai berikut:
·
Kondisi Yang diharapkan: Dapat mengefektifkan
upaya penyelesaian penanganan masalah sosial kemasyarakatan di wilayah luapan
lumpur Sidoarjo.
·
Penetapan wilayah 9 RT masuk PAT: Wilayah 9 RT di Desa
Siring Barat, Jatirejo, dan Desa Mindi masuk ke dalam PAT.
·
Wilayah penanganan di luar PAT 3 Desa (Besuki, Pejarakan,
dan Kedungcangkring) dan 9 RT (Siring, Jatirejo, Mindi): Ditetapkan dengan
Peraturan Presiden, berdasarkan kajian Tim Terpadu yang dibentuk oleh Dewan
Pengarah BPLS.
·
Penanganan sosial kemasyarakatan di 3 Desa dan 9 RT di
luar PAT:
Dilakukan dengan pembelian tanah dan bangunan.
·
Aktualisasi skema Pembayaran untuk wilayah 3 Desa di Luar
PAT: Secara
bertahap 20% (2008), 30% (2009), 20% (2010), dan sisanya sesuai ketentuan yang
berlaku.
·
Penanganan masalah Sosial Kemasyarakatan di 9 RT di luar
PAT:
Dilakukan bertahap, dengan skema 20% (2011), dan sisanya 80% dibayarkan sesuai
ketentuan peraturan yang berlaku.
·
Besarnya bantuan sosial den pembelian tanah dan bangunan bagi
masyarakat di 9 RT: mengacu besaran
yang dibayarkan pada masyarakat di 3 desa;
·
Tahapan selanjutnya pasca pengosongan 2 Tahun: Dilakukan pembelian
tanah dan bangunan di wilayah tersebut, serta diberikan bantuan sosial
kemasyarakatan.
Pemahaman dan
penerapan paradigma baru: Substansi dari
Perpres 68/2011 menggunakan beberapa acuan Peraturan Presiden yang sebelumnya
telah diubah dua kali.
Peraturan Presiden
48/2008 (perubahan pertama), sebagai acuan terhadap mekanisme penentuan
besarnya bantuan sosial kemasyarakatan dan harga tanah dan bangunan di luar
PAT, dengan dua kata kunci yaitu dilakukan dengan musyawarah memperhatikan
keadilan serta mengacu harga yang ditetapkan Lapindo di dalam PAT.
Peraturan Presiden
40/2009 (perubahan kedua), terutama terkait pemberian otoritas penuh kepada
BPLS dalam mengendalikan upaya penanggulangan semburan dan pengaliran lumpur ke
Kali Porong, serta penanganan masalah sosial kemasyarakatan pada wilayah 9 RT
yang telah dinyatakan kondisinya tidak layak huni.
Pada Perpres 68/2011
mengaktualisasikan tahap pembayaran pembelian tanah dan bangunan bagi 3 desa di
luar PAT, dengan menghilangkan ketentuan yang mengkaitkan tahap kemajuan dari
pembayaran tahap 80% di dalam PAT oleh Lapindo.
Sedangkan untuk 9 RT
mendapatkan kepastian bahwa wilayahnya dimasukkan ke dalam PAT, dengan skema pembayaran
menganut besaran tahap 20% dan sisanya dibayarkan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Disamping itu, telah
diberikan arah kebijakan bahwa penanganan masalah sosial bagi wilayah lainnya di luar 3 desa dan 9
RT tersebut yang terkena dampak luapan
lumpur, ditentukan berdasarkan hasil kajian dari Tim Terpadu yang dibentuk oleh
Dewan Pengarah (DP) BPLS.
Presentasi
Timdu
Sesuai dengan Perpres
68/2011, ayat (1b) maka wilayah penanganan luapan lumpur di luar wilayah 3 Desa
dan 9 RT di luar PAT 22 Maret 2007 yang terkena dampak semburan lumpur,
ditetapkan dengan Peraturan Presiden
berdasarkan kepada hasil kajian Tim Terpadu yang dibentuk oleh DP.
Pada akhir Oktober
2011 hasil kerja Tim Terpadu (Kajian Kelayakan Dampak Lusi) telah disampaikan
dan dipresentasikan kepada Menteri PU selaku Ketua DP BPLS, yang telah
membentuk Timdu, dengan alur pikir: (1) Metodologi yang diterapkan menggunakan
tumpang susun (overlay) dari aspek
utama kondisi geologi, didukung oleh aspek sosial dan lingkungan; (2) Menentukan
peta wilayah bahaya baru, didalamnya terdapat 4 (empat) komponen mencakup di
dalam PAT, 3 Desa, 9RT, dan wilayah di luar PAT yang keseluruhannya terdiri
dari puluhan RT dari beberapa desa dan ditambah dengan daerah persawahan; (3)
Perkiraan dana yang diperlukan untuk mengimplementasikan; dan (4) Saran-saran
terkait multidimensi aspek.
Sesuai dengan arahan
Rakor tersebut, Bapel BPLS telah menindaklanjuti hasil presentasi Tim Terpadu,
dengan menyampaikan kepada DP BPLS masukan terhadap penyusunan rancangan Perpres tentang Perubahan Keempat
atas Perpres 14/2007. Disamping itu juga telah dilakukan koordinasi internal
untuk menindaklanjuti saran-saran yang telah diusulkan, mengacu laporan akhir
Tim Terpadu.
Potret
Lusi Saat ini: Basis antisipasi musim hujan
Postur semburan
Bungsu memperlihatkan suatu kawah yang luas, dengan sumbu panjang lebih
mengarah ke barat-baratdaya.
Posisi kawah pada
rekaman citra satelit 15 Oktober 2011 telah bergeser sejauh 246m ke barat,
sementara sumbu panjang kawah berarah barat barat laut-timur timur laut.
Orientasi struktur mud volcano Lusi ini dapat memberikan implikasi terhadap
peningkatan deformasi geologi di daerah barat dari keseluruhan sistem Lusi mud
volcano.
Kondisi luapan lumpur
dari sistem semburan Bungsu, juga telah memperlihatkan adanya peningkatan
intensitas, namun berlangsung secara sewaktu-waktu (fluktuatif), sedangkan
luapan yang umum, masih dicirikan oleh dominasi air yang mengalir melalui
sistem Sungai Lusi.
Dinamika dari aliran
fluida dari kawah Lusi saat ini adalah di zona Barata-Putul (barat Lusi), yang
telah berubah menjadi daerah genangan fluida dengan rona lingkungan berwarna
putih keabu-abuan, dan pola aliran yang jelas mengarah ke barat laut.
Perilaku aliran
lumpur juga terus diwarnai oleh berlangsungnya rayapan dan longsoran, dibarengi
pembentukan struktur punggungan sempit yang memanjang searah tanggul
(menunjukkan indikasi adanya tekanan kompresif) sehingga memberikan implikasi
negatif pada daya dukung tanggul di barat gunung Lusi.
Peningkatan pemahaman semburan dan luapan Lusi
Tim Riset Lusi mud
volcano dari Arizona State University, USA, pada bulan Oktober melakukan kerja
lapangan di Lusi dengan fokus memantau postur semburan, dan mendapatkan contoh
dari komposisi gas, fluida, dan lumpur yang dikeluarkan Lusi Bungsu.
Hasil pendahuluan
terhadap evaluasi semburan dan perilaku Lusi Bungsu, telah mengkonfirmasi
terjadinya perulangan interval dari peningkatan intensitas semburan Lusi
Bungsu.
Dalam upaya untuk
lebih mengklarifikasikan potensi ancaman yang dapat ditimbulkan oleh semburan
Lusi Bungsu, luapan lumpur cair, dan gerakan lumpur padu, khususnya pada
zona-zona tumbukan TAS, Osaka, Putul, dan Barata, sebagaimana ditunjukkan oleh
hasil riset tim ASU, telah dilakukan optimalisasi eksplorasi ke gunung Lusi,
yang hampir mencakup seluruh wilayah terdekat seputar kawah Lusi.
Hasil penjelajahan
gunung Lusi ini telah berhasil mengkonfirmasikan beberapa postur Lusi mud
volcano saat ini, khususnya yang berpotensi memberikan potensi ancaman, sebagai
informasi berharga untuk mengantisipasinya secara khusus, dan secara umum upaya
menghadapi musim hujan.
Simulasi dinamika dan potensi ancaman di Zona Barata
Zona Barata-Siring
menempati posisi strategis di sebelah barat sistem mud volcano, berhadapan
langsung dengan jalan raya dan rel kereta yang mempunyai nilai ekonomis.
Sejak mengalami
kenaikan muka lumpur yang signifikan (13 September 2011) terhadap elevasi
tanggul atas, maka wilayah tersebut mendapatkan perhatian dari BPLS, agar dapat
mengurangi potensi bahaya pada musim hujan.
Adapun alur pikir
kerawanan zona Barata diuraikan di bawah ini:
·
Dinamika posisi dan arah sumbu kawah: Berdasarkan evaluasi
citra satelit CRISP 15 Oktober 2011, menunjukkan fakta bahwa semburan Bungsu
posisinya bergerak sekitar 246 m ke arah barat dari posisi sebelumnya pada 9 Agustus 2011, sedangkan
sumbu panjang kawah lebih mengarah barat baratlaut-timur tenggara;
·
Runtuhnya punggungan melingkar di lereng atas: Punggungan di bagian lereng atas yang sebelumnya berfungsi
sebagai penghalang aliran fluida/lumpur langsung ke lereng bawah, saat ini
telah runtuh, sehingga berkembang pola aliran lumpur yang baru ke arah barat
laut (arah Putul-Karka);
·
Gerakan di permukaan lumpur padu ke arah tanggul: Bagian lereng bawah
di susun oleh lumpur padu, secara berlanjut telah mengalami perayapan (creeping), atau longsoran (sliding) ke arah tanggul (barat)
sehingga memberikan dampak negatif pada daya dukung tanggul;
·
Perbedaan muka lumpur dengan tanggul relatif kecil: Muka lumpur padu
di depan tanggul Barata, hampir sama tinggi
dengan elevasi puncak tanggul;
·
Struktur punggungan, palung dan patahan searah sumbu
panjang kawah Lusi: Berkembang struktur
patahan geser (strike slip) dan
deretan punggungan (morfologi punggungan dari sistem gunung Lusi yang ada
sebelumnya) dengan orientasi searah sumbu panjang kawah gunung Lusi, yang
memotong struktur patahan blok radial (hasil pembentukan kaldera) dan daerah
depresi yang memotong arah umum dari punggungan antiklin (utara-selatan);
·
Daerah tangkapan luapan lumpur baru yang langsung berasal
dari kawah gunung Lusi: Daerah depresi atau morfologi palung dibatasi oleh
punggungan berarah baratlaut diisi oleh fluida yang meluap dari jalur di lereng
atas yang telah terbuka. Termasuk lebih 3 kali terjadi perulangan interval
luapan lumpur dari Bungsu;
·
Indikasi visual kelanjutan terjadinya tekanan horisontal
ke tanggul:
Pada bagian depan tanggul Barata (sepanjang 25 m), lokasi pipa outlet Pompa
Barata telah terangkat atau terjungkit ke atas (sisi timur). Demikian pula,
pada parit sempit (narrow trench)
berfungsi mengalirkan air dari outlet pompa Barata tersebut, telah kembali
diisi oleh lumpur lunak dengan kenampakan struktur di permukaan yang khas
seperti kulit buaya (hasil pengangkatan). Kedua fenomena tersebut merupakan
indikasi lapangan yang terpercaya selama ini, terhadap adanya tekanan
horisontal dari lumpur padu terhadap jaringan tanggul, namun intensitasnya
tidak separah dari kejadian 13 September 2011;
·
Indikasi awal dampak pada bagian belakang tanggul: Dilaporkan terjadi
indikasi awal ’deformasi’ di belakang tanggul, tepatnya pada aliran drainase di
sektor Barata.
Alur
Pikir Menghadapi Musim Hujan
Musim hujan
memberikan dampak tersendiri terhadap misi pengendalian semburan dan luapan
lumpur. Pengalaman BPLS selama lebih empat tahun menunjukkan bahwa
tanggul-tanggul penahan lumpur umumnya mengalami jebol pada musim hujan, dengan
rasionalisasi kecenderungan umum bahwa jaringan tanggul pada sisi luar
bendungan, dibangun mengantisipasi luapan lumpur, bukan khusus sebagai
‘bendungan air’ (water dam).
BPLS telah menyiapkan
langkah-langkah antisipasi menghadapi musim penghujan 2011-2012 diringkas
sebagai berikut.
Kondisi Awal dicirikan oleh: (1) Adanya perubahan rona lingkungan di
dalam dan di luar PAT; (2) Deformasi atau dampak geohazard di luar PAT; dan (3)
Kondisi tersebut dapat memberikan dampak terhadap infrastruktur di sekitar PAT.
Isu aktual/Kritis yaitu: (1) Postur baru semburan lumpur dari Lusi
Bungsu, yang menunjukkan indikasi perulangan peningkatan secara periodik
semburan dengan intensitas besar; (2) Fenomena gerakan lumpur padu, sampai pada
yang ekstrim menyentuh atau menekan ke depan, terhadap jaringan tanggul penahan
lumpur; (3) Terjadinya aliran lumpur baru, terutama ke arah barat dan baratdaya
(selanjutnya disebut arah Karka), yang berasal dari Kawah Bungsu; (4) Pasca
terjadinya jebolan di P78, tanggul yang jebol tersebut merupakan pintu ke luar
dari air di sektor TAS utara; dan (5) Dalam rangka untuk mengurangi tekanan di
dalam kolam penampungan lumpur, khususnya di daerah zona tumbukan yang telah
diindikasikan sebelumnya, telah dibuat overflow di P71 dan dua sodetan di P70
dan P69. Sebagai tempat penampungan aliran tersebut adalah Pond Ketapang, yang
sebelumnya juga telah digunakan untuk menampung pemindahan lumpur padu yang
telah peres di P70.
Eskalasi Ancaman dan Pengelolaan Resiko:
(1) Daya dukung tanggul dan limpasan fluida di sektor barat
laut Lusi.
Gerakan lumpur padu (lumpur lama telah
mengalami pemadatan vertikal dan horisontal) dan luapan baru dari daerah kawah
Lusi dengan itensitas yang tinggi, di sekitar zona Barata-Putul menyebabkan dampak
negatif pada daya dukung tanggul dan potensi limpasan fluida;
(2) Limpasnya lumpur dari Zona TAS ke utara (dataran
Ketapang).
Pasca jebol tanggul P68 sampai saat
ini jebolan masih terbuka, sehingga menjadi pintu keluaran lumpur encer atau
fluida yang berasal dari kawah Lusi utara dapat keluar PAT dan masuk ke Kali
Ketapang;
(3) Limpasan air dan atau lumpur dari Pond Ketapang ke arah
Kali Ketapang.
Saat ini Pond Ketapang berperan
sebagai zona pelindung (buffer zone)
untuk menampung lumpur padu dari sodetan P69 dan P70, menampung air dan lumpur
halus yang terakumulasi di Cekungan Osaka, selanjutnya dialirkan melalui
overflow di P71. Karena keterbatasan daya tampung dari Pond Ketapang,
dikhawatirkan pada kondisi aliran yang ekstrim (hujan ekstrim) maka Pond Ketapang
dapat dilampaui daya dukungnya mengakibatkan limpasan ke arah utara atau timur;
(4) Melimpas air dari Pond Reno.
Akumulasi air terbesar yang alami saat
ini di Pond Glagaharum. Upaya mengendalikan volume dilakukan dengan pembuatan
tanggul yang memisahkan dengan Pond Reno di selatannya dan pemasangan pompa
mengapung (floating pump) untuk
mengalirkannya ke Pond Reno. Pada musim hujan aliran dari selatan gunung Lusi
akan masuk ke P 43, sehingga bila ada permasalahan dengan operasi kapal keruk
dikhawatirkan volume di Pond Reno akan menaik dan melimpas.
Upaya inovasi baru yang telah ditempuh, yaitu:
(1) Revitalisasi
Jaringan tanggul di sektor ‘kritis’ Siring-Barata-Putul: Revitalisasi tanggul
barat Gunung lumpur, antara lain dengan peninggian dan perkuatan lumpur di
bagian dalam. Di dalamnya termasuk pemeliharaan saluran sempit di depan
tanggul; (2) Pembuatan sodetan di sektor baratlaut (Osaka): Pengaliran
lumpur padu secara alami melalui Sodetan 70 dan 69, sudah dilaksanakan sejak
September 2011, namun lumpur padu yang mengalir melalui sodetan tersebut masih
belum memenuhi harapan, sehingga masih menunggu faktor pelicin, yaitu air pada
musim hujan; (3) Mengendalikan volume air di Pond Glagah dengan pembuatan bendungan
pemisah dengan Pond Reno: Membuat tanggul baru untuk memisahkan Tanggul
Reno (selatan) dengan tanggul Glagaharum (utara), agar ketinggian permukaan air
di Pond Glagaharum dapat dikendalikan menggunakan pompa, dan memasukkannya ke
Pond Reno; (4) Peningkatan infrastruktur pengaliran lumpur/fluida:
Meningkatkan efektivitas sistem pengaliran lumpur dan air baik di dalam Lusi
atau di sekitarnya; dan (5) Revitalisasi jaringan tanggul dan drainase
di selatan: Sebagai pendukung, pembangunan tanggul penahan lumpur dan
drainase baru di 3 Desa di selatan PAT.
Arah Kebijakan,
Strategi, Langkah Terpadu:
(1) Paradigma semburan: Aktualisasi pemahaman
terhadap terjadinya perubahan cukup signifikan dari postur semburan dan luapan,
dalam konteks potensi bahaya yang masih mungkin ditimbulkannya; (2) Peningkatan
Monev: Tingkatkan Monev (monitoring
and evaluation) berkelanjutan, pada
daerah khusus yang mempunyai potensi terjadinya kondisi bahaya; (3) Revitalisasi Tanggul Barat dan Bangun tanggul Kedungbendo: Secara
rutin dan khusus dilakukan revitalisasi tanggul penahan lumpur serta sistem
pengaliran fluida/lumpur terutama di sektor barat sebagaimana hasil evaluasi.
Upaya khusus bangun tanggul Kedungbendo, di utara Tanggul TAS, sebagai alat
pengaman berjangka menengah dan panjang untuk mengurangi volume dan tekanan di
dalam kolam mengantisipasi pertumbuhan morfologi mud volcano; (4) SOP
kondisi bahaya: Memantapkan SOP dan pelatihan simulasi kondisi ‘Bahaya’
di lapangan baik internal, pemangku kepentingan terkait, dan publik; (5) Minimalisasi
gejolak sosial kemasyarakatan : Melalui sosialisasi dan
implementasi Perpres 68/2011 sebagai tindaklanjut hasil kajian daerah berbahaya
oleh Timdu. Perkiraan keadaan menunjukkan bahwa bila kedua payung hukum
tersebut telah disahkan, dapat menimbulkan potensi memicu gejolak sosial baru
khususnya di dalam PAT terkait Perpres 14/2007. Bila hal tersebut terjadi, pada
akhirnya akan terkait langsung dengan misi BPLS dalam melaksanakan upaya
penanggulangan lumpur dan mengalirkan lumpur ke Kali Porong; dan (6) Percepatan
relokasi infrastruktur: Peningkatan dan percepatan pembangunan relokasi
infrastruktur baik jalan arteri yang berada langsung di bawah kendali BPLS,
atau jalan tol dan rel kereta api (di bawah kendali lembaga terkait lainnya).
Hal ini untuk langkah strategis dalam kondisi darurat yang ditimbulkan pada
musim hujan, khususnya pada sektor barat;
Peningkatan Sistem Pengamanan Internal Bapel BPLS :
Dengan sasaran
strategis ke depan menuju Pam Obvitnas, seiring dengan meningkatnya gejolak sosial
kemasyarakatan baik di dalam PAT maupun di luar PAT, sebagai konsekuensi logis
gangguan keamanan pada wilayah kerja BPLS makin meningkat, baik dalam bentuk
demo dengan pengerahan masa ke berbagai kantor institusi terkait, menutup jalan
raya dan rel kereta api, sampai yang ekstrim memblokade wilayah kerja serta
menghentikan secara paksa pekerjaan lapangan yang sedang berlangsung.
Skenario terburuk
terhadap gangguan di dalam PAT, terutama pada saat Zona Barata berada pada
titik ’kritis (deformasi lumpur padu dan aliran lumpur baru), bila terjadi pada
’blokade wilayah kerja BPLS’ dapat memberikan dampak yang fatal.
Proses masukan Sistem Penanggulangan Lusi:
Pemantapan Proses
Masukan dari Sistem Penanggulangan Lumpur Sidoarjo mencakup SDM, Iptek, Data, Sarpras,
Peraturan Perundangan, Organisasi dan Sumber Daya, dll.
Sampai memasuki tahun
ke lima misi BPLS, fakta lapangan menunjukkan bahwa tantangan yang dihadapi
Bapel BPLS baik langsung dari semburan dan luapan lumpur masih berlangsung pada
perulangan intensitas yang tinggi, maupun gejolak sosial kemasyarakatan masih
terus berkembang sangat dinamis. Lagipula hal tersebut, sering terjadi tanpa di
duga sebelumnya.
Sementara itu.
semakin mengkristal pemahaman ilmiah maupun non-teknis bahwa semburan lumpur Sidoarjo
sebagai mud volcano yang terbesar di dunia, sulit sampai tidak dapat dihentikan
sehingga dapat/akan berlangsung lama. Karena itu upaya peningkatan kinerja
keseluruhan dari proses masukan akan dapat mengoptimalkan keluaran dan outcome dari sistem Penanggulangan
Lumpur Sidoarjo.
Kepedulian terhadap kondisi lingkungan fisik dan hayati:
Arah kebijakan
Perpres 14/2007 telah menggariskan bahwa pengendalian semburan dan luapan
lumpur, senantiasa meminimalkan dampak lingkungan. Sebagai aset dasar yang bernilai
bahwa evaluasi dari komposisi lumpur oleh beberapa institusi terkait
menunjukkan bahwa secara umum lumpur tidak beracun.
Dalam rangka
menyelaraskan dengan paradigma baru solusi fenomena lumpur Sidoarjo secara
komprehensif, integral dan holistik, saat ini langkah nyata yang digulirkan
termasuk: (1) penghijauan dimulai di sekitar Lusi Dome yang berhadapan langsung
dengan semburan Lusi, serta konstruksi rumah kaca (green house) di sektor selatan (Desa Pejarakan); (2) normalisasi
Kali Porong, endapan lumpur di outlet jauh berkurang dari tahun-tahun lalu,
aliran Kali Porong ke laut berlangsung tanpa kendala berarti; dan (3) Sistem
Wanamina di daratan terbangun hasil reklamasi, menciptakan nuansa kepedulian
lingkungan hidup (environmental friendly).
Perlunya pengkajian anatomi dan mekanisme semburan dan
dampaknya pada wilayah barat
Perlu dikaji secara
komprehensif terhadap postur dan perilaku semburan Lusi yang memperlihatkan
peningkatan intensitasnya walaupun tetap dalam tingkat kecenderungan masuk ke
transisi dari tahap semburan liar ke tahap dormant.
Hasil penelitian pendahulu terhadap postur semburan dan
perilaku Lusi dari Tim Arizona State University, USA, pada Oktober 2011,
secara umum telah memperkuat pengamatan
BPLS terhadap adanya perulangan interval peningkatan semburan Lusi Bungsu,
termasuk fakta terjadinya pergeseran semburan Bungsu sekitar 246 m ke arah
barat.
Hal yang sangat
kritis adalah bila pergerakan kawah Lusi ke luar dari kecenderungan umum dibatasi
oleh patahan kaldera melingkar. Demikian pula meningkatnya intensitas semburan
Lusi juga dapat meningkatkan kembali upaya berbagai pihak untuk melakukan
penghentian semburan, antara lain dengan melakukan pembunuhan dengan Relief Well.
Aktualisasi paradigma lama pengaliran lumpur panas
Perlu redefinisi dan
aktualisasi strategi yang sebelumnya mengalirkan lumpur panas ke Kali Porong,
menjadi mengalirkan lumpur ke kali Porong dan memindahkan lumpur padu ke suatu
tempat tertentu dengan alternatif pada Pond Kedungbendo, yang tidak ada pilihan
lain harus segera dibangun.
Paradigma lama
terhadap pengaliran selama ini adalah mengalirkan lusi sebanyak-banyaknya pada
musim hujan ke Kali Porong. Pemahaman ini berkembang, karena sejak tahun 2006
sampai tahun 2009, semburan Lusi mengeluarkan lumpur panas yang merupakan
campuran padatan dan cairan (30:70 dan berfluktuasi), dengan volume rata-rata
100.000 m3/hari, sehingga pemahaman dan strategi yang dikembangkan
menyesuaikan dengan tantangan saat itu.
Sejak awal tahun 2010
postur dan perilaku semburan Lusi telah berubah drastis, karena material yang
dikeluarkan semburan Lusi terutama hanya air dengan sedikit fluida, dan
tantangan baru adalah banjir bandang serta gerakan lumpur padu ke arah tanggul.
Fakta nyata adalah jebolnya
tanggul P68 dan penanganan lumpur padu di Osaka P70, yang berbeda drastis
dengan mengalirkan lumpur cair. September 2011 kondisi kembali berubah,
tantangan luapan lumpur saat ini terutama gerakan lumpur padu terbatas pada
Zona sentuh dengan jaringan tanggul, dibarengi dengan luapan lumpur baru yang
lebih encer dan banjir bandang disertai ’debris
flow’. Sampai saat ini metode menghadapi gerakan lumpur padu, masih
mengutamakan defensif yaitu revitalisasi tanggul, dan pemindahan lumpur padu
(model Osaka), namun masih terbatas intensitasnya.
Pemindahan lumpur
padu dalam volume yang besar memerlukan suatu tempat pembuangan akhir yang
luas, dan ini antara lain tersedia bila BPLS dapat membuat Tanggul di sektor
Kedungbendo.
Wacana
Lusi mud volcano ke depan sebagai salah satu keajaiban dunia
Perlu mulai dilakukan
pengkajian secara lebih komprehensif, integral dan holistik terhadap wacana
yang berkembang dikaitkan dengan mulai digulirkannya paradigma baru Lusi dari
bencana ke manfaat.
Ditinjau dari titik
awal dengan pendekatan permasalahan hulu yaitu pengendali mekanisme kebencanaan
Lusi, telah semakin mengkristal pandangan terutama dari kalangan ilmuwan
kebumian. Sehingga fenomena Lusi sebagai mud volcano telah diberi beberapa
predikat antara lain:
(1)
Terbesar
dari seluruh mud volcano aktif di dunia, semburan dengan intensitas tinggi
(rata-rata 100.000 m3/hari) telah berlangsung lama;
(2)
Paling
cepat tumbuh perkembangannya, sehingga hanya memerlukan dua tahun saja telah
mengalami fase runtuh (pernah 3m) yang dikaitkan dengan pembentukan kaldera;
(3)
Paling
menimbulkan kontroversi pembentukan dan pemicunya, dan sebegitu jauh data dan
informasi kebumian yang tersedia dinilai belum memadai untuk dapat menentukan
pilihan pada dua teori tersebut;
(4)
Satu-satunya
mud volcano yang dapat diikuti perkembangannya dari saat lahir hingga tahap
runtuh terkait pembentukan kaldera dan mendekati tahap dormant;
(5)
Satu-satunya
di mud volcano di dunia dimana dilakukan pengendalian aliran lumpur dan
diangkut ke laut melalui suatu sungai;
(6)
Satu-satunya
di dunia mud volcano yang diperdebatkan sampai pada masalah politik, sosial,
keamanan, ilmiah, dan mendapatkan peringkat yang tinggi dari media;
(7)
Satu-satunya
mud volcano yang diperkirakan masa hidupnya antara 26-35 tahun, yang lainnya
secara alami adanya bervariasi dari beberapa tahun sampai ratusan tahun (contoh
Bleduk Kuwu di Purwodadi);
(8)
Sampai
sekarang anatomi dan pengendali mekanisme semburan masih terus dipelajari dan
belum definitif, termasuk susunan batuan di bawah permukaan, sumber air dan gas, bentuk saluran pengumpan (feeder system) di bawah kawah;
(9)
Belum
ada kepastian apakah Lusi akan kembali membesar atau benar-benar mengikuti peta
jalan yang konvensional dari semburan liar yang merusak ke tahap dapat
dikendalikan (dormant), sampai ke
benar-benar mati suri.
Atas dasar fakta di
atas maka dapat disimpulkan bahwa fenomena Lusi mud volcano merupakan salah
satu fenomena alam yang terbesar dan terunik di dunia. Oleh karena itu secara
mikro dapat dianalogikan sebagai wujud alami suatu Keajaiban di Dunia (the World Wonders).
Beberapa usulan
pemanfaatan ke depan dari keseluruhan dari ‘sistem mud volcano Lusi, 3
diantaranya yang merepresentasikan berbagai kepentingan antara lain:
(1) Dimanfaatkan sebagai
Pusat Keunggulan Studi mud volcano baik di Indonesia maupun Dunia, selaras
dengan usulan hasil Simposium Internasional Future Lusi (Mei 2011). Merupakan
saran dari Prof. Richard Davies (Durham, UK) cukup strategis adalah pembentukan
Lusi Research/Experts Networking (LRN), serta pertemuan Tahunan ‘Lusi Mud
Volcano’ di Lusi Dome. Saat ini LRN mulai bergulir sebagai suatu landasan
kebersamaan para ahli kebumian untuk mencari solusi ke depan Lusi yang
komprehensif dan holistik;
(2) Dimanfaatkan sebagai
obyek Geowisata sampai pada kemungkinan ‘Geopark’ dari fenomena Lusi mud
volcano di PAT, sampai ke Lahan Reklamasi di muara Kali Porong. Hal ini selaras
dengan predikat informal mud volcano Lusi sebagai salah satu keajaiban dunia
dan terbesar serta terunik di dunia. Disamping korelasi dengan angka (1) di atas;
dan
(3) Dimanfaatkan kembali
sebagai suatu daerah pengembangan migas, mengingat bahwa pada Lusi juga
merupakan suatu Wilayah Kerja Kontraktor Migas, Blok Brantas, dengan payung
hukum UU Migas. Dengan catatan penyelesaian masalah sosial kemasyarakatan dapat
dituntaskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar