Kamis, 22 Desember 2011

DINAMIKA LUSI NOVEMBER 2011: UMUM


DINAMIKA LUSI:   November 2011

 

Kecenderungan Umum

Pelaksanaan misi penanggulangan lumpur Sidoarjo status November 2011, secara keseluruhan menunjukkan indikasi terjadinya peningkatan dinamika yang mencakup beberapa aspek utama, antara lain dicirikan oleh: (1) Penyediaan ketersediaan paradigma payung hukum baru untuk menuntaskan penanganan sosial kemasyarakatan; (2) Postur dan perilaku semburan dan luapan lumpur sebagai pengendali kebencanaan Lusi; (3) Gejolak sosial kemasyarakatan yang berlangsung secara simultan baik di dalam dan di luar PAT, dan (4) Pengembangan kelembagaan, untuk mengantisipasi perubahan dan tantangan baru yang cenderung sulit diduga sebelumnya (unpredictable).
Gambar 1.1 Skema Benang Merah Penanggulangan Lusi November 2011
Dalam kaitan itu, langkah strategis BPLS yang telah digulirkan mengantisipasi dinamika tersebut, mencakup antara lain: (1) Pemahaman dan sosialisasi internal, terhadap paradigma payung hukum baru dan langkah tindaklanjut pada tataran operasional, sebagaimana yang diamanatkan kepada Bapel BPLS; (2) Upaya dan langkah nyata menghadapi musim hujan 2011-2012, diselaraskan dengan kondisi aktual dinamika dan tantangan baru; (3) Meningkatkan pemahaman terhadap anatomi dan perilaku semburan dan luapan lumpur baik yang fungsional, maupun melalui kerjasama riset dengan pihak luar negeri; (4) Optimalisasi penyerapan APBN 2011 secara lebih akuntabel dan kredibel; dan (5) Peningkatan sistem pengamanan internal dan kepedulian terhadap lingkungan.
Kondisi pada awal Pengendali Kebencanaan Lusi Sebagai Peringatan Dini
Bulan Oktober-November 2011 merupakan suatu transisi cuaca, dari puncak musim panas ke musim penghujan.
Hasil evaluasi menyeluruh dari puncak musim panas tersebut telah menunjukkan fakta adanya peningkatan intensitas dari beberapa indikator terkait, yang secara keseluruhan merupakan ancaman yang potensial pada musim hujan. Kilas balik dari indikator semburan dan luapan lumpur sebagai pengendali mekanisme kebencanaan fenomena mud volcano Lusi menunjukkan bahwa belum adanya masukan air hujan (meteoric water) dalam jumlah yang bermakna.

Gambar 1.2 Lokasi Semburan Bungsu dan semburan lainnya serta wilayah yang menjadi perhatian
Pada Oktober 2011 telah terjadi beberapa kejadian yang mempunyai implikasi cukup luas, yaitu:
·     Aliran ‘banjir bandang’ lumpur dingin dan panas yang langsung mengarah pada daerah operasi kapal keruk di sektor Jatirejo, sehingga mengakibatkan kapal keruk sampai terdorong sampai 50 m ke selatan;
·     Perubahan rona lingkungan yang drastis di Zona Osaka-Putul-Barata. Sebelumnya di permukaan berupa lumpur padu telah berubah menjadi zona jalan keluar aliran lumpur baru (new mud pathway); dan
·     Gerakan horizontal lumpur padu yaitu rayapan dan longsoran, sehingga telah memberikan dampak pada jaringan tanggul penahan lumpur.
Fakta lapangan tersebut memberikan peringatan dini (early warning) untuk meningkatkan kewaspadaan dalam menghadapi musim hujan ke depan. Dalam hal ini khususnya bila terjadi hujan dalam intensitas yang ekstrim.
Perubahan paradigma baru payung hukum dan wacana ketidakpastian di lapangan
Selama kurun waktu  laporan ini juga telah berkembang  wacana ketidakpastian dan kondisi yang dilematis, sehingga Pemerintah terpaksa harus memberlakukan ‘blokade’ terkait dengan Peraturan Presiden No. 68/2011 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Presiden 14/2007 tentang BPLS. Payung hukum baru ini terutama dikaitkan dengan pengaturan penanganan masalah sosial kemasyarakatan pada wilayah 3 Desa dan  9 RT di luar PAT. Kondisi dilematis yang dimaksud adalah karena di satu sisi warga 3 desa dan 9 RT di luar PAT menghendaki agar Perpres 68/2011 tersebut segera diberlakukan, karena telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Di sisi lain warga 18 RT di Desa Mindi telah memberikan ancaman yang dapat mengarah sampai terjadinya konflik horisontal, apabila 3 RT di desa Mindi menerima skema bantuan sosial dan pembelian lahan dan bangunan, sebagai konsekuensi bahwa wilayahnya telah dimasukkan ke dalam PAT.
Postur semburan dan aliran lumpur padu: Perubahan ancaman baru
Postur Lusi masih diwarnai oleh adanya aktualisasi semburan baru disebut Bungsu, dimana telah lahir kembali pada 10 September 2011.
Pada Oktober 2011 telah mengindikasikan adanya peningkatan intensitas semburannya bila dibandingkan dengan titik kontrol (benchmarking) pada akhir Mei 2011, yaitu saat dilaksanakannya acara berskala internasional ‘Lusi Expert Gathering’ bertempat  di Lusi Dome.
Namun secara umum/makro evolusi semburan Lusi tetap berada pada transisi dari tahapan semburan besar (kecepatan rata-rata mencapai 100.000 m3/hari) dan liar yang menerus tanpa putus dan bersifat merusak, beralih ke periode semburan menuju tahap ‘dormant’ yang dicirikan oleh karakteristik kecepatan semburan relatif mengecil (maksimal 10.000 m3/hari) dan didominasi oleh air (diselingi luapan lumpur baru namun berlangsung dalam skala 1 jam). Dengan pola semburan ‘geyser’, yaitu perulangan periode antara semburan besar dengan semburan kecil sampai yang ekstrim berhenti atau di lapangan disebut ‘semburan tidur’. Tahapan ‘pause’ (berhenti) terindikasi semakin lama/panjang.
Evaluasi dan peringkat pengendali mekanisme bahaya musim hujan
Berdasarkan kondisi sampai pada November 2011 maka dapat diperkirakan empat kerawanan yang dapat menimbulkan kondisi bahaya yaitu:
·          Sektor Barata (Barat PAT): Daya dukung tanggul dan limpasan fluida di Zona Barata Putul sektor barat laut Lusi, dipicu oleh gerakan lumpur padu pada lereng bawah dan limpasan fluida dari kawah, pasca lahirnya semburan Bungsu.
·          Sektor Osaka (baratlaut PAT): Limpasnya lumpur dari Zona TAS ke utara (dataran Ketapang), dipicu oleh masih terbukanya bagian tanggul P68 pasca mengalami jebol, yang dikendalikan oleh gerakan lumpur padu ke utara sepanjang Patahan P68.
·          Kali Ketapang (baratlaut PAT): Limpasan air dan atau lumpur dari Pond Ketapang ke arah Kali Ketapang, karena saat ini untuk mengamankan Tanggul sepanjang Osaka-Siring, telah dilakukan pengaliran ke utara, masing-masing melalui overflow dan dua sodetan. Mengingat daya tampung Pond Ketapang terbatas, sehingga pada skenario pengaliran berlangsung dengan intensitas tinggi dan dalam waktu yang lama maka daya tampung Pond Ketapang dapat dilalui.
·          Sektor jebolan Tanggul P68 (utara PAT): Pasca jebolnya Tanggul P68, karena dampak pergerakan lumpur padu dibarengi dengan pergerakan Patahan P68, sampai saat ini ruang tersebut belum tertutup. Pada awal musim hujan telah dipantau adanya aliran air yang deras, sehingga pada kondisi hujan yang menerus dapat keluar lumpur dan fluida ke arah dataran TAS.
·          Renokenongo (timur PAT): elevasi air di Pond Glagaharum diupayakan untuk dijaga seminimal mungkin, yaitu dengan pembuatan tanggul sebagai pemisah, dan pompa untuk mengalirkan air ke Pond Rengo. Bila pengaliran melalui kapal keruk dari Pond Reno mengalami hambatan, dikhawatirkan Pond Reno dapat mengalami limpasan air.
Memahami dan Antisipasi (internal) Paradigma Baru Kebijakan Penanggulangan Lusi
Alur Pikir Perpres 68/2011: Peraturan Presiden Nomor 68/2011 tentang perubahan ketiga atas Perpres 14/2007, sebagai payung hukum diharapkan dapat mengefektifkan upaya untuk menangani masalah sosial kemasyarakatan khususnya pada 9 RT dan sebagai tambahan untuk 3 Desa di luar PAT. Dengan pola pikir diringkas sebagai berikut:
·          Kondisi Yang diharapkan: Dapat mengefektifkan upaya penyelesaian penanganan masalah sosial kemasyarakatan di wilayah luapan lumpur Sidoarjo.
·          Penetapan wilayah 9 RT masuk PAT: Wilayah 9 RT di Desa Siring Barat, Jatirejo, dan Desa Mindi masuk ke dalam PAT.
·          Wilayah penanganan di luar PAT 3 Desa (Besuki, Pejarakan, dan Kedungcangkring) dan 9 RT (Siring, Jatirejo, Mindi): Ditetapkan dengan Peraturan Presiden, berdasarkan kajian Tim Terpadu yang dibentuk oleh Dewan Pengarah BPLS.
·          Penanganan sosial kemasyarakatan di 3 Desa dan 9 RT di luar PAT: Dilakukan dengan pembelian tanah dan bangunan.
·          Aktualisasi skema Pembayaran untuk wilayah 3 Desa di Luar PAT: Secara bertahap 20% (2008), 30% (2009), 20% (2010), dan sisanya sesuai ketentuan yang berlaku.
·          Penanganan masalah Sosial Kemasyarakatan di 9 RT di luar PAT: Dilakukan bertahap, dengan skema 20% (2011), dan sisanya 80% dibayarkan sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.
·          Besarnya bantuan sosial den pembelian tanah dan bangunan  bagi masyarakat di 9 RT:  mengacu besaran yang dibayarkan pada masyarakat di 3 desa;
·          Tahapan selanjutnya pasca pengosongan 2 Tahun: Dilakukan pembelian tanah dan bangunan di wilayah tersebut, serta diberikan bantuan sosial kemasyarakatan.
Pemahaman dan penerapan paradigma baru: Substansi dari Perpres 68/2011 menggunakan beberapa acuan Peraturan Presiden yang sebelumnya telah diubah dua kali.
Peraturan Presiden 48/2008 (perubahan pertama), sebagai acuan terhadap mekanisme penentuan besarnya bantuan sosial kemasyarakatan dan harga tanah dan bangunan di luar PAT, dengan dua kata kunci yaitu dilakukan dengan musyawarah memperhatikan keadilan serta mengacu harga yang ditetapkan Lapindo di dalam PAT.
Peraturan Presiden 40/2009 (perubahan kedua), terutama terkait pemberian otoritas penuh kepada BPLS dalam mengendalikan upaya penanggulangan semburan dan pengaliran lumpur ke Kali Porong, serta penanganan masalah sosial kemasyarakatan pada wilayah 9 RT yang telah dinyatakan kondisinya tidak layak huni.
Pada Perpres 68/2011 mengaktualisasikan tahap pembayaran pembelian tanah dan bangunan bagi 3 desa di luar PAT, dengan menghilangkan ketentuan yang mengkaitkan tahap kemajuan dari pembayaran tahap 80% di dalam PAT oleh Lapindo.
Sedangkan untuk 9 RT mendapatkan kepastian bahwa wilayahnya dimasukkan ke dalam PAT, dengan skema pembayaran menganut besaran tahap 20% dan sisanya dibayarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Disamping itu, telah diberikan arah kebijakan bahwa penanganan masalah sosial  bagi wilayah lainnya di luar 3 desa dan 9 RT  tersebut yang terkena dampak luapan lumpur, ditentukan berdasarkan hasil kajian dari Tim Terpadu yang dibentuk oleh Dewan Pengarah (DP) BPLS.
Presentasi Timdu
Sesuai dengan Perpres 68/2011, ayat (1b) maka wilayah penanganan luapan lumpur di luar wilayah 3 Desa dan 9 RT di luar PAT 22 Maret 2007 yang terkena dampak semburan lumpur, ditetapkan  dengan Peraturan Presiden berdasarkan kepada hasil kajian Tim Terpadu yang dibentuk oleh DP.
Pada akhir Oktober 2011 hasil kerja Tim Terpadu (Kajian Kelayakan Dampak Lusi) telah disampaikan dan dipresentasikan kepada Menteri PU selaku Ketua DP BPLS, yang telah membentuk Timdu, dengan alur pikir: (1) Metodologi yang diterapkan menggunakan tumpang susun (overlay) dari aspek utama kondisi geologi, didukung oleh aspek sosial dan lingkungan; (2) Menentukan peta wilayah bahaya baru, didalamnya terdapat 4 (empat) komponen mencakup di dalam PAT, 3 Desa, 9RT, dan wilayah di luar PAT yang keseluruhannya terdiri dari puluhan RT dari beberapa desa dan ditambah dengan daerah persawahan; (3) Perkiraan dana yang diperlukan untuk mengimplementasikan; dan (4) Saran-saran terkait multidimensi aspek.
Sesuai dengan arahan Rakor tersebut, Bapel BPLS telah menindaklanjuti hasil presentasi Tim Terpadu, dengan menyampaikan kepada DP BPLS masukan terhadap penyusunan  rancangan Perpres tentang Perubahan Keempat atas Perpres 14/2007. Disamping itu juga telah dilakukan koordinasi internal untuk menindaklanjuti saran-saran yang telah diusulkan, mengacu laporan akhir Tim Terpadu.
Potret Lusi Saat ini: Basis antisipasi musim hujan
Postur semburan Bungsu memperlihatkan suatu kawah yang luas, dengan sumbu panjang lebih mengarah ke barat-baratdaya.
Posisi kawah pada rekaman citra satelit 15 Oktober 2011 telah bergeser sejauh 246m ke barat, sementara sumbu panjang kawah berarah barat barat laut-timur timur laut. Orientasi struktur mud volcano Lusi ini dapat memberikan implikasi terhadap peningkatan deformasi geologi di daerah barat dari keseluruhan sistem Lusi mud volcano.
Slide5 (2)
Gambar 1.3 Posisi Semburan “Bungsu”
Kondisi luapan lumpur dari sistem semburan Bungsu, juga telah memperlihatkan adanya peningkatan intensitas, namun berlangsung secara sewaktu-waktu (fluktuatif), sedangkan luapan yang umum, masih dicirikan oleh dominasi air yang mengalir melalui sistem Sungai Lusi.
Dinamika dari aliran fluida dari kawah Lusi saat ini adalah di zona Barata-Putul (barat Lusi), yang telah berubah menjadi daerah genangan fluida dengan rona lingkungan berwarna putih keabu-abuan, dan pola aliran yang jelas mengarah ke barat laut.
Perilaku aliran lumpur juga terus diwarnai oleh berlangsungnya rayapan dan longsoran, dibarengi pembentukan struktur punggungan sempit yang memanjang searah tanggul (menunjukkan indikasi adanya tekanan kompresif) sehingga memberikan implikasi negatif pada daya dukung tanggul di barat gunung Lusi.
Peningkatan pemahaman semburan dan luapan Lusi
Tim Riset Lusi mud volcano dari Arizona State University, USA, pada bulan Oktober melakukan kerja lapangan di Lusi dengan fokus memantau postur semburan, dan mendapatkan contoh dari komposisi gas, fluida, dan lumpur yang dikeluarkan Lusi Bungsu.
PPT3A
Gambar 1.4 Tim Riset Lusi mud volcano dari Arizona State University
Hasil pendahuluan terhadap evaluasi semburan dan perilaku Lusi Bungsu, telah mengkonfirmasi terjadinya perulangan interval dari peningkatan intensitas semburan Lusi Bungsu.
Dalam upaya untuk lebih mengklarifikasikan potensi ancaman yang dapat ditimbulkan oleh semburan Lusi Bungsu, luapan lumpur cair, dan gerakan lumpur padu, khususnya pada zona-zona tumbukan TAS, Osaka, Putul, dan Barata, sebagaimana ditunjukkan oleh hasil riset tim ASU, telah dilakukan optimalisasi eksplorasi ke gunung Lusi, yang hampir mencakup seluruh wilayah terdekat seputar kawah Lusi.
Hasil penjelajahan gunung Lusi ini telah berhasil mengkonfirmasikan beberapa postur Lusi mud volcano saat ini, khususnya yang berpotensi memberikan potensi ancaman, sebagai informasi berharga untuk mengantisipasinya secara khusus, dan secara umum upaya menghadapi musim hujan.
Simulasi  dinamika dan potensi ancaman di Zona Barata
Gambar 1.5 Dinamika Zona Barata
Zona Barata-Siring menempati posisi strategis di sebelah barat sistem mud volcano, berhadapan langsung dengan jalan raya dan rel kereta yang mempunyai nilai ekonomis.
Sejak mengalami kenaikan muka lumpur yang signifikan (13 September 2011) terhadap elevasi tanggul atas, maka wilayah tersebut mendapatkan perhatian dari BPLS, agar dapat mengurangi potensi bahaya pada musim hujan.
Gambar 1.6 Potensi Ancaman Zona Bahaya
Adapun alur pikir kerawanan zona Barata diuraikan di bawah ini:
·     Dinamika posisi dan arah sumbu kawah: Berdasarkan evaluasi citra satelit CRISP 15 Oktober 2011, menunjukkan fakta bahwa semburan Bungsu posisinya bergerak sekitar 246 m ke arah barat dari posisi  sebelumnya pada 9 Agustus 2011, sedangkan sumbu panjang kawah lebih mengarah barat baratlaut-timur tenggara;
·     Runtuhnya punggungan melingkar di lereng atas: Punggungan di  bagian lereng atas yang sebelumnya berfungsi sebagai penghalang aliran fluida/lumpur langsung ke lereng bawah, saat ini telah runtuh, sehingga berkembang pola aliran lumpur yang baru ke arah barat laut (arah Putul-Karka);
·     Gerakan di permukaan lumpur padu ke arah tanggul: Bagian lereng bawah di susun oleh lumpur padu, secara berlanjut telah mengalami perayapan (creeping), atau longsoran (sliding) ke arah tanggul (barat) sehingga memberikan dampak negatif pada daya dukung tanggul;
Gambar 1.7 Punggungan Utara-Selatan Depan Tanggul Barata
·     Perbedaan muka lumpur dengan tanggul  relatif kecil: Muka lumpur padu di  depan tanggul Barata, hampir sama tinggi dengan elevasi puncak tanggul;
·     Struktur punggungan, palung dan patahan searah sumbu panjang kawah  Lusi: Berkembang struktur patahan geser (strike slip) dan deretan punggungan (morfologi punggungan dari sistem gunung Lusi yang ada sebelumnya) dengan orientasi searah sumbu panjang kawah gunung Lusi, yang memotong struktur patahan blok radial (hasil pembentukan kaldera) dan daerah depresi yang memotong arah umum dari punggungan antiklin (utara-selatan);
PPT10 PPT21
Gambar 1.8 Patahan Searah Sumbu Panjang Kawah
·     Daerah tangkapan luapan lumpur baru yang langsung berasal dari kawah gunung Lusi: Daerah depresi atau morfologi palung dibatasi oleh punggungan berarah baratlaut diisi oleh fluida yang meluap dari jalur di lereng atas yang telah terbuka. Termasuk lebih 3 kali terjadi perulangan interval luapan lumpur dari Bungsu;
·     Indikasi visual kelanjutan terjadinya tekanan horisontal ke tanggul: Pada bagian depan tanggul Barata (sepanjang 25 m), lokasi pipa outlet Pompa Barata telah terangkat atau terjungkit ke atas (sisi timur). Demikian pula, pada parit sempit (narrow trench) berfungsi mengalirkan air dari outlet pompa Barata tersebut, telah kembali diisi oleh lumpur lunak dengan kenampakan struktur di permukaan yang khas seperti kulit buaya (hasil pengangkatan). Kedua fenomena tersebut merupakan indikasi lapangan yang terpercaya selama ini, terhadap adanya tekanan horisontal dari lumpur padu terhadap jaringan tanggul, namun intensitasnya tidak separah dari kejadian 13 September 2011;
Gambar 1.9 Outlet Pompa Barata yang Terangkat
·     Indikasi awal dampak pada bagian belakang tanggul: Dilaporkan terjadi indikasi awal ’deformasi’ di belakang tanggul, tepatnya pada aliran drainase di sektor Barata.
Alur Pikir Menghadapi Musim Hujan
Gambar 1.10 Alur Pikir Antisipasi Musim Hujan
Musim hujan memberikan dampak tersendiri terhadap misi pengendalian semburan dan luapan lumpur. Pengalaman BPLS selama lebih empat tahun menunjukkan bahwa tanggul-tanggul penahan lumpur umumnya mengalami jebol pada musim hujan, dengan rasionalisasi kecenderungan umum bahwa jaringan tanggul pada sisi luar bendungan, dibangun mengantisipasi luapan lumpur, bukan khusus sebagai ‘bendungan air’ (water dam).
BPLS telah menyiapkan langkah-langkah antisipasi menghadapi musim penghujan 2011-2012 diringkas sebagai berikut.
Kondisi Awal dicirikan oleh: (1) Adanya perubahan rona lingkungan di dalam dan di luar PAT; (2) Deformasi atau dampak geohazard di luar PAT; dan (3) Kondisi tersebut dapat memberikan dampak terhadap infrastruktur di sekitar PAT.
Isu aktual/Kritis yaitu: (1) Postur baru semburan lumpur dari Lusi Bungsu, yang menunjukkan indikasi perulangan peningkatan secara periodik semburan dengan intensitas besar; (2) Fenomena gerakan lumpur padu, sampai pada yang ekstrim menyentuh atau menekan ke depan, terhadap jaringan tanggul penahan lumpur; (3) Terjadinya aliran lumpur baru, terutama ke arah barat dan baratdaya (selanjutnya disebut arah Karka), yang berasal dari Kawah Bungsu; (4) Pasca terjadinya jebolan di P78, tanggul yang jebol tersebut merupakan pintu ke luar dari air di sektor TAS utara; dan (5) Dalam rangka untuk mengurangi tekanan di dalam kolam penampungan lumpur, khususnya di daerah zona tumbukan yang telah diindikasikan sebelumnya, telah dibuat overflow di P71 dan dua sodetan di P70 dan P69. Sebagai tempat penampungan aliran tersebut adalah Pond Ketapang, yang sebelumnya juga telah digunakan untuk menampung pemindahan lumpur padu yang telah peres di P70.
Gambar 1.11 Deformasi Kuat di Selatan P70
Eskalasi Ancaman dan Pengelolaan Resiko:
(1)  Daya dukung tanggul dan limpasan fluida di sektor barat laut Lusi.
      Gerakan lumpur padu (lumpur lama telah mengalami pemadatan vertikal dan horisontal) dan luapan baru dari daerah kawah Lusi dengan itensitas yang tinggi, di sekitar zona Barata-Putul menyebabkan dampak negatif pada daya dukung tanggul dan potensi limpasan fluida;
(2)  Limpasnya lumpur dari Zona TAS ke utara (dataran Ketapang).
      Pasca jebol tanggul P68 sampai saat ini jebolan masih terbuka, sehingga menjadi pintu keluaran lumpur encer atau fluida yang berasal dari kawah Lusi utara dapat keluar PAT dan masuk ke Kali Ketapang;
(3)  Limpasan air dan atau lumpur dari Pond Ketapang ke arah Kali Ketapang.
      Saat ini Pond Ketapang berperan sebagai zona pelindung (buffer zone) untuk menampung lumpur padu dari sodetan P69 dan P70, menampung air dan lumpur halus yang terakumulasi di Cekungan Osaka, selanjutnya dialirkan melalui overflow di P71. Karena keterbatasan daya tampung dari Pond Ketapang, dikhawatirkan pada kondisi aliran yang ekstrim (hujan ekstrim) maka Pond Ketapang dapat dilampaui daya dukungnya mengakibatkan limpasan ke arah utara atau timur;
(4)  Melimpas air dari Pond Reno.
      Akumulasi air terbesar yang alami saat ini di Pond Glagaharum. Upaya mengendalikan volume dilakukan dengan pembuatan tanggul yang memisahkan dengan Pond Reno di selatannya dan pemasangan pompa mengapung (floating pump) untuk mengalirkannya ke Pond Reno. Pada musim hujan aliran dari selatan gunung Lusi akan masuk ke P 43, sehingga bila ada permasalahan dengan operasi kapal keruk dikhawatirkan volume di Pond Reno akan menaik dan melimpas.
Upaya inovasi baru yang telah ditempuh, yaitu:
(1) Revitalisasi Jaringan tanggul di sektor ‘kritis’ Siring-Barata-Putul: Revitalisasi tanggul barat Gunung lumpur, antara lain dengan peninggian dan perkuatan lumpur di bagian dalam. Di dalamnya termasuk pemeliharaan saluran sempit di depan tanggul; (2) Pembuatan sodetan di sektor baratlaut (Osaka): Pengaliran lumpur padu secara alami melalui Sodetan 70 dan 69, sudah dilaksanakan sejak September 2011, namun lumpur padu yang mengalir melalui sodetan tersebut masih belum memenuhi harapan, sehingga masih menunggu faktor pelicin, yaitu air pada musim hujan; (3) Mengendalikan volume air di Pond Glagah dengan pembuatan bendungan pemisah dengan Pond Reno: Membuat tanggul baru untuk memisahkan Tanggul Reno (selatan) dengan tanggul Glagaharum (utara), agar ketinggian permukaan air di Pond Glagaharum dapat dikendalikan menggunakan pompa, dan memasukkannya ke Pond Reno; (4) Peningkatan infrastruktur pengaliran lumpur/fluida: Meningkatkan efektivitas sistem pengaliran lumpur dan air baik di dalam Lusi atau di sekitarnya; dan (5) Revitalisasi jaringan tanggul dan drainase di selatan: Sebagai pendukung, pembangunan tanggul penahan lumpur dan drainase baru di 3 Desa di selatan PAT.
PPT32
Gambar 1.12 Tanggul Pemisah Pond Reno
Arah Kebijakan, Strategi, Langkah Terpadu: 
(1) Paradigma semburan: Aktualisasi pemahaman terhadap terjadinya perubahan cukup signifikan dari postur semburan dan luapan, dalam konteks potensi bahaya yang masih mungkin ditimbulkannya; (2) Peningkatan Monev: Tingkatkan Monev (monitoring and evaluation) berkelanjutan,  pada daerah khusus yang mempunyai potensi terjadinya kondisi bahaya;  (3) Revitalisasi Tanggul Barat dan Bangun tanggul Kedungbendo: Secara rutin dan khusus dilakukan revitalisasi tanggul penahan lumpur serta sistem pengaliran fluida/lumpur terutama di sektor barat sebagaimana hasil evaluasi. Upaya khusus bangun tanggul Kedungbendo, di utara Tanggul TAS, sebagai alat pengaman berjangka menengah dan panjang untuk mengurangi volume dan tekanan di dalam kolam mengantisipasi pertumbuhan morfologi mud volcano; (4) SOP kondisi bahaya: Memantapkan SOP dan pelatihan simulasi kondisi ‘Bahaya’ di lapangan baik internal, pemangku kepentingan terkait, dan publik; (5) Minimalisasi gejolak sosial kemasyarakatan : Melalui sosialisasi dan implementasi Perpres 68/2011 sebagai tindaklanjut hasil kajian daerah berbahaya oleh Timdu. Perkiraan keadaan menunjukkan bahwa bila kedua payung hukum tersebut telah disahkan, dapat menimbulkan potensi memicu gejolak sosial baru khususnya di dalam PAT terkait Perpres 14/2007. Bila hal tersebut terjadi, pada akhirnya akan terkait langsung dengan misi BPLS dalam melaksanakan upaya penanggulangan lumpur dan mengalirkan lumpur ke Kali Porong; dan (6) Percepatan relokasi infrastruktur: Peningkatan dan percepatan pembangunan relokasi infrastruktur baik jalan arteri yang berada langsung di bawah kendali BPLS, atau jalan tol dan rel kereta api (di bawah kendali lembaga terkait lainnya). Hal ini untuk langkah strategis dalam kondisi darurat yang ditimbulkan pada musim hujan, khususnya pada sektor barat; 
Peningkatan Sistem Pengamanan Internal Bapel BPLS :
Dengan sasaran strategis ke depan menuju Pam Obvitnas, seiring dengan meningkatnya gejolak sosial kemasyarakatan baik di dalam PAT maupun di luar PAT, sebagai konsekuensi logis gangguan keamanan pada wilayah kerja BPLS makin meningkat, baik dalam bentuk demo dengan pengerahan masa ke berbagai kantor institusi terkait, menutup jalan raya dan rel kereta api, sampai yang ekstrim memblokade wilayah kerja serta menghentikan secara paksa pekerjaan lapangan yang sedang berlangsung.
Skenario terburuk terhadap gangguan di dalam PAT, terutama pada saat Zona Barata berada pada titik ’kritis (deformasi lumpur padu dan aliran lumpur baru), bila terjadi pada ’blokade wilayah kerja BPLS’ dapat memberikan dampak yang fatal.
Proses masukan Sistem Penanggulangan Lusi:
Pemantapan Proses Masukan dari Sistem Penanggulangan Lumpur Sidoarjo mencakup SDM, Iptek, Data, Sarpras, Peraturan Perundangan, Organisasi dan Sumber Daya, dll.
Sampai memasuki tahun ke lima misi BPLS, fakta lapangan menunjukkan bahwa tantangan yang dihadapi Bapel BPLS baik langsung dari semburan dan luapan lumpur masih berlangsung pada perulangan intensitas yang tinggi, maupun gejolak sosial kemasyarakatan masih terus berkembang sangat dinamis. Lagipula hal tersebut, sering terjadi tanpa di duga sebelumnya. 
Sementara itu. semakin mengkristal pemahaman ilmiah maupun non-teknis bahwa semburan lumpur Sidoarjo sebagai mud volcano yang terbesar di dunia, sulit sampai tidak dapat dihentikan sehingga dapat/akan berlangsung lama. Karena itu upaya peningkatan kinerja keseluruhan dari proses masukan akan dapat mengoptimalkan keluaran dan outcome dari sistem Penanggulangan Lumpur Sidoarjo.
Kepedulian terhadap kondisi lingkungan fisik dan hayati:
Arah kebijakan Perpres 14/2007 telah menggariskan bahwa pengendalian semburan dan luapan lumpur, senantiasa meminimalkan dampak lingkungan. Sebagai aset dasar yang bernilai bahwa evaluasi dari komposisi lumpur oleh beberapa institusi terkait menunjukkan bahwa secara umum lumpur tidak beracun.
Dalam rangka menyelaraskan dengan paradigma baru solusi fenomena lumpur Sidoarjo secara komprehensif, integral dan holistik, saat ini langkah nyata yang digulirkan termasuk: (1) penghijauan dimulai di sekitar Lusi Dome yang berhadapan langsung dengan semburan Lusi, serta konstruksi rumah kaca (green house) di sektor selatan (Desa Pejarakan); (2) normalisasi Kali Porong, endapan lumpur di outlet jauh berkurang dari tahun-tahun lalu, aliran Kali Porong ke laut berlangsung tanpa kendala berarti; dan (3) Sistem Wanamina di daratan terbangun hasil reklamasi, menciptakan nuansa kepedulian lingkungan hidup (environmental friendly).
Perlunya pengkajian anatomi dan mekanisme semburan dan dampaknya pada wilayah barat
Perlu dikaji secara komprehensif terhadap postur dan perilaku semburan Lusi yang memperlihatkan peningkatan intensitasnya walaupun tetap dalam tingkat kecenderungan masuk ke transisi dari tahap semburan liar ke tahap dormant.
Hasil penelitian  pendahulu terhadap postur semburan dan perilaku Lusi dari Tim Arizona State University, USA, pada Oktober 2011, secara  umum telah memperkuat pengamatan BPLS terhadap adanya perulangan interval peningkatan semburan Lusi Bungsu, termasuk fakta terjadinya pergeseran semburan Bungsu sekitar 246 m ke arah barat.
Hal yang sangat kritis adalah bila pergerakan kawah Lusi ke luar dari kecenderungan umum dibatasi oleh patahan kaldera melingkar. Demikian pula meningkatnya intensitas semburan Lusi juga dapat meningkatkan kembali upaya berbagai pihak untuk melakukan penghentian semburan, antara lain dengan melakukan pembunuhan dengan Relief Well.
Aktualisasi paradigma lama pengaliran lumpur panas
Perlu redefinisi dan aktualisasi strategi yang sebelumnya mengalirkan lumpur panas ke Kali Porong, menjadi mengalirkan lumpur ke kali Porong dan memindahkan lumpur padu ke suatu tempat tertentu dengan alternatif pada Pond Kedungbendo, yang tidak ada pilihan lain harus segera dibangun.
Paradigma lama terhadap pengaliran selama ini adalah mengalirkan lusi sebanyak-banyaknya pada musim hujan ke Kali Porong. Pemahaman ini berkembang, karena sejak tahun 2006 sampai tahun 2009, semburan Lusi mengeluarkan lumpur panas yang merupakan campuran padatan dan cairan (30:70 dan berfluktuasi), dengan volume rata-rata 100.000 m3/hari, sehingga pemahaman dan strategi yang dikembangkan menyesuaikan dengan tantangan saat itu.
Sejak awal tahun 2010 postur dan perilaku semburan Lusi telah berubah drastis, karena material yang dikeluarkan semburan Lusi terutama hanya air dengan sedikit fluida, dan tantangan baru adalah banjir bandang serta gerakan lumpur padu ke arah tanggul.
Fakta nyata adalah jebolnya tanggul P68 dan penanganan lumpur padu di Osaka P70, yang berbeda drastis dengan mengalirkan lumpur cair. September 2011 kondisi kembali berubah, tantangan luapan lumpur saat ini terutama gerakan lumpur padu terbatas pada Zona sentuh dengan jaringan tanggul, dibarengi dengan luapan lumpur baru yang lebih encer dan banjir bandang disertai ’debris flow’. Sampai saat ini metode menghadapi gerakan lumpur padu, masih mengutamakan defensif yaitu revitalisasi tanggul, dan pemindahan lumpur padu (model Osaka), namun masih terbatas intensitasnya.
Pemindahan lumpur padu dalam volume yang besar memerlukan suatu tempat pembuangan akhir yang luas, dan ini antara lain tersedia bila BPLS dapat membuat Tanggul di sektor Kedungbendo.
Wacana Lusi mud volcano ke depan sebagai salah satu keajaiban dunia
Perlu mulai dilakukan pengkajian secara lebih komprehensif, integral dan holistik terhadap wacana yang berkembang dikaitkan dengan mulai digulirkannya paradigma baru Lusi dari bencana ke manfaat.
Ditinjau dari titik awal dengan pendekatan permasalahan hulu yaitu pengendali mekanisme kebencanaan Lusi, telah semakin mengkristal pandangan terutama dari kalangan ilmuwan kebumian. Sehingga fenomena Lusi sebagai mud volcano telah diberi beberapa predikat antara lain:
(1)     Terbesar dari seluruh mud volcano aktif di dunia, semburan dengan intensitas tinggi (rata-rata 100.000 m3/hari) telah berlangsung lama;
(2)     Paling cepat tumbuh perkembangannya, sehingga hanya memerlukan dua tahun saja telah mengalami fase runtuh (pernah 3m) yang dikaitkan dengan pembentukan kaldera;
(3)     Paling menimbulkan kontroversi pembentukan dan pemicunya, dan sebegitu jauh data dan informasi kebumian yang tersedia dinilai belum memadai untuk dapat menentukan pilihan pada dua teori tersebut;
(4)     Satu-satunya mud volcano yang dapat diikuti perkembangannya dari saat lahir hingga tahap runtuh terkait pembentukan kaldera dan mendekati tahap dormant;
(5)     Satu-satunya di mud volcano di dunia dimana dilakukan pengendalian aliran lumpur dan diangkut ke laut melalui suatu  sungai;
(6)     Satu-satunya di dunia mud volcano yang diperdebatkan sampai pada masalah politik, sosial, keamanan, ilmiah, dan mendapatkan peringkat yang tinggi dari media;
(7)     Satu-satunya mud volcano yang diperkirakan masa hidupnya antara 26-35 tahun, yang lainnya secara alami adanya bervariasi dari beberapa tahun sampai ratusan tahun (contoh Bleduk Kuwu di Purwodadi);
(8)     Sampai sekarang anatomi dan pengendali mekanisme semburan masih terus dipelajari dan belum definitif, termasuk susunan batuan di bawah permukaan, sumber air  dan gas, bentuk saluran pengumpan (feeder system) di bawah kawah;
(9)     Belum ada kepastian apakah Lusi akan kembali membesar atau benar-benar mengikuti peta jalan yang konvensional dari semburan liar yang merusak ke tahap dapat dikendalikan (dormant), sampai ke benar-benar mati suri.
Atas dasar fakta di atas maka dapat disimpulkan bahwa fenomena Lusi mud volcano merupakan salah satu fenomena alam yang terbesar dan terunik di dunia. Oleh karena itu secara mikro dapat dianalogikan sebagai wujud alami suatu Keajaiban di Dunia (the World Wonders).
Beberapa usulan pemanfaatan ke depan dari keseluruhan dari ‘sistem mud volcano Lusi, 3 diantaranya yang merepresentasikan berbagai kepentingan antara lain:
(1)  Dimanfaatkan sebagai Pusat Keunggulan Studi mud volcano baik di Indonesia maupun Dunia, selaras dengan usulan hasil Simposium Internasional Future Lusi (Mei 2011). Merupakan saran dari Prof. Richard Davies (Durham, UK) cukup strategis adalah pembentukan Lusi Research/Experts Networking (LRN), serta pertemuan Tahunan ‘Lusi Mud Volcano’ di Lusi Dome. Saat ini LRN mulai bergulir sebagai suatu landasan kebersamaan para ahli kebumian untuk mencari solusi ke depan Lusi yang komprehensif dan holistik;
(2)  Dimanfaatkan sebagai obyek Geowisata sampai pada kemungkinan ‘Geopark’ dari fenomena Lusi mud volcano di PAT, sampai ke Lahan Reklamasi di muara Kali Porong. Hal ini selaras dengan predikat informal mud volcano Lusi sebagai salah satu keajaiban dunia dan terbesar serta terunik di dunia. Disamping korelasi dengan angka (1) di atas; dan
(3)  Dimanfaatkan kembali sebagai suatu daerah pengembangan migas, mengingat bahwa pada Lusi juga merupakan suatu Wilayah Kerja Kontraktor Migas, Blok Brantas, dengan payung hukum UU Migas. Dengan catatan penyelesaian masalah sosial kemasyarakatan dapat dituntaskan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar